Connect with us

Opini

Ketika Amerika Serikat Mulai Meninggalkan Ukraina

Published

on

Keputusan Amerika Serikat untuk menghentikan sebagian pengiriman senjata ke Ukraina diumumkan pada awal Juli 2025. Terdengar seperti keputusan administratif belaka, namun sesungguhnya ia mengguncang sendi-sendi perimbangan kekuatan dalam perang yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun. Dalam laporan yang pertama kali diungkap Politico dan dikonfirmasi berbagai pejabat pertahanan, AS menahan pengiriman karena stok persenjataan dinilai menipis. Kalimatnya teknis. Tapi implikasinya—mematikan.

Kekhawatiran ini bukan sekadar angka dalam lembaran Pentagon. Ini tentang roket yang tak jadi dikirim ke garis depan, tentang rudal anti-udara yang tak sampai ke kota-kota yang setiap malam diserang. Ukraina yang tengah dihantam gelombang serangan udara terbesar sejak invasi 2022, kini menghadapi kenyataan pahit: dukungan militer dari negara yang paling diandalkan mulai surut, bukan karena hilang empati, tetapi karena stok gudang yang mulai kosong dan prioritas yang bergeser.

Donasi ke Vichara via Saweria

Dukung Vichara dengan berdonasi 💛

Perubahan ini datang tak lama setelah perang 12 hari antara Iran dan Israel meletus pada 13 Juni 2025. AS, yang sejak awal menjadi penopang utama pertahanan Israel, dengan cepat mengalihkan sistem pertahanan udara ke Timur Tengah. Patriot dan sistem lain yang sangat diandalkan Ukraina pun kini dialokasikan ke Israel dan pangkalan militer AS di kawasan Teluk. Dalam kalkulasi geopolitik, tampaknya ancaman langsung terhadap sekutu lama lebih mendesak daripada kelangsungan perang yang telah dianggap buntu.

Anna Kelly, juru bicara Gedung Putih, menyatakan bahwa keputusan ini diambil demi “menempatkan kepentingan Amerika di atas segalanya.” Satu kalimat pendek yang menggambarkan pergeseran mendalam dalam filosofi kebijakan luar negeri AS. Trump memang sejak awal membawa pendekatan transaksional dalam relasi antarnegara. Tapi kali ini, pendekatan itu berdampak langsung terhadap kehidupan jutaan warga Ukraina. Bagaimana rasanya tahu bahwa pertahanan kotamu dilemahkan bukan karena senjata musuh, tapi karena sekutu menahan bantuan?

Pentagon sendiri menyatakan bahwa beberapa jenis senjata telah mencapai batas bawah stok nasional. Artinya, jika terus dikirim ke luar negeri, akan mengancam kesiapan militer AS sendiri. Ini bukan tuduhan kosong. Ini hasil tinjauan internal. Namun di saat yang sama, muncul pertanyaan: mengapa krisis logistik ini baru muncul sekarang? Bukankah pengeluaran militer AS mencapai lebih dari 800 miliar dolar per tahun? Apakah ini soal kekurangan, atau soal pilihan?

Hegseth, Menteri Pertahanan yang baru, memperjelas arah pemerintahan saat ini. Ia tidak hadir dalam pertemuan rutin kelompok penghubung pertahanan Ukraina, sebuah forum yang dibentuk AS sendiri pada awal perang. Ini bukan sekadar ketidakhadiran fisik, ini adalah isyarat simbolik: bahwa Amerika Serikat mulai menarik dirinya dari kepemimpinan global dalam dukungan terhadap Ukraina. Jerman dan Inggris boleh mengambil alih peran. Tapi apakah mereka punya kapasitas yang setara?

Faktanya, negara-negara Eropa masih sangat bergantung pada teknologi dan logistik AS. Banyak dari mereka enggan melepas sistem pertahanan canggih yang jumlahnya terbatas. Bahkan jika mereka bersedia, proses pengiriman, pelatihan, dan integrasi senjata tidak bisa dilakukan dalam semalam. Ukraina bisa berharap, tapi tidak bisa menunggu. Dan Rusia tahu itu. Tekanan serangan udara mereka meningkat, bukan kebetulan, tapi momentum.

Lebih dari 66 miliar dolar bantuan militer telah dikucurkan AS sejak awal invasi. Namun kini, angka itu menjadi masa lalu. Pemerintahan Trump yang baru menegaskan bahwa dukungan militer akan dikaji ulang dan dikurangi. Mereka menyatakan bahwa penyelesaian damai adalah prioritas, meskipun faktanya, posisi Ukraina dalam negosiasi terus melemah. Apakah ini perdamaian yang dicari, atau sekadar penghematan geopolitik?

Volodymyr Zelenskyy, presiden Ukraina, bertemu Trump di sela-sela KTT NATO beberapa waktu lalu. Trump menyatakan bahwa mereka masih “mempertimbangkan” pengiriman sistem Patriot. Tapi dengan nada khasnya, ia menambahkan bahwa sistem itu juga dibutuhkan oleh AS dan Israel. Dalam politik tingkat tinggi, kata “pertimbangan” sering kali berarti penolakan tertunda. Ketika waktu adalah senjata, penundaan berarti kemunduran.

Refleksi yang paling getir datang dari kenyataan bahwa Ukraina kini harus menghadapi dunia tanpa jaminan dari sekutu terbesarnya. Eropa mungkin peduli, tapi tak cukup kuat. NATO mungkin kompak dalam pernyataan, tapi timpang dalam logistik. Dan dunia lainnya? Sebagian besar sudah lelah. Perang Ukraina menjadi seperti siaran yang tak lagi menarik penonton global. Tapi di sana, nyawa tetap melayang, rumah tetap hancur, dan mimpi tetap musnah.

Ketika laporan ini menyebut bahwa bantuan militer masih “dalam jalur,” tapi dikurangi, itu berarti waktu yang dimiliki Ukraina semakin tipis. Perang bukan hanya soal strategi dan senjata, tapi juga soal momentum dan semangat. Bila pasokan senjata menipis, dan harapan perlindungan dari negara adidaya mulai surut, berapa lama semangat itu bisa bertahan? Apakah dunia sedang menyaksikan awal dari akhir perlawanan Ukraina?

Mungkin pertanyaan yang lebih penting adalah ini: Jika bantuan internasional bergantung pada siapa yang dianggap layak secara politis, bukan siapa yang menjadi korban sesungguhnya, lalu di mana letak konsistensi nilai-nilai global yang kita agungkan? Jika Ukraina terpaksa mundur bukan karena kalah perang, tapi karena dihentikannya dukungan dari sekutu, bagaimana kita menjelaskan kepada generasi berikutnya bahwa hukum internasional masih berarti?

Dunia sering menyatakan berdiri di sisi kebenaran, tapi terlalu sering pula memilih diam saat kebenaran tak lagi menguntungkan. Ukraina kini menjadi cermin: apakah solidaritas hanya berlaku untuk beberapa konflik terpilih? Apakah kemanusiaan punya syarat geografis dan politik? Ketika prinsip hanya dipegang jika tak terlalu mahal, saat itulah agresi tak lagi tabu — ia hanya soal waktu dan momentum. Dan ketika itu terjadi, siapa yang benar-benar aman?

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Populer