Connect with us

Opini

Dokumen Nuklir Israel Kini di Tangan Iran: Apa Dampaknya?

Published

on

Beberapa hari terakhir, dunia dikejutkan oleh laporan yang mengklaim bahwa Iran telah mengamankan dokumen sensitif milik Israel, termasuk dokumen yang menyentuh isu paling sensitif di kawasan: senjata nuklir. Salah satu akun di platform X, @WarMonitors, yang kerap menyuarakan kabar geopolitik global, menyatakan bahwa Iran telah mendapatkan dokumen rahasia dari Kementerian Pertahanan Israel, termasuk dokumen pengembangan senjata nuklir dan proyek rudal jarak jauh. Lebih jauh lagi, dokumen tersebut kabarnya memuat indikasi keterlibatan Barat—khususnya Amerika Serikat—dalam mendukung program nuklir Israel. Kabar ini tidak berdiri sendiri. Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Mohammad Bagheri, bahkan menyebut bahwa dokumen yang dimiliki mereka valid dan akan dipublikasikan.

Apa yang membuat kabar ini mencengangkan bukan hanya isi dokumennya, tetapi juga waktu kemunculannya. Dalam politik, momentum adalah segalanya. Dan tampaknya, Iran tahu betul kapan harus menabuh genderang. Karena pada saat yang hampir bersamaan, perundingan nuklir antara Iran dan Amerika Serikat—yang sempat lama buntu—kini disebut-sebut telah memasuki tahap paling krusial. Beberapa laporan mengungkap adanya kemajuan substansial, meski masih dibayang-bayangi tekanan internal dan eksternal.

Sementara itu, di sisi lain, Israel justru sedang menggencarkan retorika keras. Menteri Pertahanan Israel berulang kali menyatakan bahwa Tel Aviv siap melakukan serangan ke fasilitas nuklir Iran, bahkan jika itu harus dilakukan tanpa restu Washington. Ancaman ini bukan isapan jempol. Latihan militer gabungan antara Israel dan AS yang menyimulasikan serangan udara jarak jauh telah dilakukan sejak awal 2023. Sinyal-sinyal itu jelas: Israel merasa waktu hampir habis, dan mereka tak lagi sabar.

Maka publikasi dokumen nuklir Israel oleh Iran, bila benar-benar terjadi, dapat mengubah kontur konflik regional secara drastis. Jika dokumen itu memang membuktikan keberadaan program senjata nuklir Israel yang selama ini tak pernah dikonfirmasi secara resmi, maka Iran akan mendapatkan justifikasi moral dan politis untuk menyatakan: “Lihatlah, kami bukan ancaman tunggal di kawasan.” Selama ini, Israel tak pernah menandatangani Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan tak pernah mengizinkan inspeksi Badan Energi Atom Internasional (IAEA) terhadap fasilitas nuklirnya. Dunia tutup mata.

Sebaliknya, Iran—meski terus dicurigai Barat—adalah penandatangan NPT dan membuka diri terhadap inspeksi. Namun justru Iran yang dijatuhi sanksi, ditekan, dan diancam. Apakah ini keadilan? Ataukah ini hanya cermin dari tata dunia yang timpang dan selektif?

Dalam konteks ini, publikasi dokumen bisa menjadi semacam “kartu truf” diplomatik Iran. Dengan membukanya ke ruang publik internasional, Iran mungkin sedang mengatur ulang meja permainan. Ini bisa menjadi tekanan terhadap AS untuk bersikap lebih proporsional dalam perundingan. Juga sebagai pesan simbolik ke negara-negara Global South, termasuk Indonesia, bahwa standar ganda Barat terhadap nuklir bukan sekadar mitos, tapi fakta yang kini didukung dokumen.

Namun apakah dunia akan peduli?

Di sinilah kita harus bersikap jujur. Dunia internasional—terutama badan seperti IAEA atau Dewan Keamanan PBB—sudah terlalu lama dianggap tak berdaya di hadapan Israel. Fakta bahwa sejak 1960-an Israel diduga telah memiliki senjata nuklir, tetapi tak pernah mendapat sanksi atau teguran resmi, adalah bukti bahwa hukum internasional hanya tajam ke negara tertentu. Ketika Israel membombardir fasilitas nuklir Irak (1981) dan Suriah (2007), dunia hanya menyaksikan. Ketika Iran memperkaya uranium, dunia panik dan menjatuhkan embargo. Realitas ini begitu telanjang.

Maka tak mengherankan jika publik skeptis: akankah publikasi dokumen ini mengubah sesuatu? Jika pun terbukti sahih dan menyebut nama-nama negara Barat yang terlibat, akankah ada penyelidikan? Ataukah justru dokumen itu akan disangkal, dicap propaganda, dan disapu ke bawah karpet geopolitik?

Namun meski begitu, pengungkapan ini tetap punya arti penting.

Pertama, sebagai bentuk pembalikan narasi. Selama ini, Iran selalu ditempatkan sebagai pihak yang harus membuktikan bahwa dirinya “tidak bersalah”. Dengan adanya dokumen ini, giliran Israel yang mesti menjelaskan. Jika tekanan publik dan media cukup besar—terutama di negara-negara non-Barat—maka posisi tawar Iran dalam perundingan akan meningkat.

Kedua, ini menjadi ujian bagi organisasi internasional. IAEA, jika ingin mempertahankan kredibilitasnya, harus bersikap transparan terhadap temuan ini. Meskipun dokumen diperoleh secara tidak resmi, isinya tetap perlu diverifikasi, bukan diabaikan begitu saja. Jika IAEA mengabaikan atau diam, itu adalah bukti bahwa lembaga tersebut telah kehilangan independensinya.

Ketiga, secara domestik di Iran dan di dunia Muslim, publikasi ini akan menguatkan narasi perlawanan terhadap hegemoni dan hipokrisi global. Bagi publik Indonesia yang selama ini menyuarakan keadilan internasional dan menentang standar ganda, ini adalah momen untuk menguatkan posisi moral kita. Indonesia punya modal kuat sebagai negara dengan prinsip bebas aktif, penolak senjata nuklir, dan pendukung Palestina. Maka sikap atas temuan ini—setidaknya dalam forum internasional—adalah bagian dari konsistensi sikap kita.

Namun kita pun harus bersiap untuk kenyataan pahit: bahwa dunia kadang lebih peduli pada siapa yang berbicara, bukan pada apa yang dikatakannya. Ketika Iran yang membawa bukti, responsnya akan berbeda dibanding jika dokumen itu ditemukan oleh negara Eropa atau AS. Tapi bukankah itu justru alasan mengapa dokumen ini penting? Karena ia membongkar hipokrisi itu sendiri?

Akhirnya, kita kembali ke pertanyaan mendasar: jika keadilan internasional hanya berlaku untuk yang kuat, apa makna hukum dan kesepakatan multilateral seperti NPT? Dan jika komunitas global tak bergerak meski ada bukti, lalu bagaimana bisa dunia menuntut Iran atau negara lain untuk terus mematuhi hukum?

Dokumen ini, terlepas dari bagaimana ia diperoleh, telah membuka jendela. Dunia tinggal memutuskan: mau menengok ke dalam, atau pura-pura tak melihat apa-apa.

Sumber:

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *