Connect with us

Opini

AS Kembali Bermain Api di Pantai Venezuela

Published

on

Di ufuk Karibia, tiga kapal perang Aegis Amerika muncul seperti bayangan logam dingin yang menegaskan bahwa laut tidak lagi aman bagi siapa pun yang menatapnya dengan mata tenang. Ribuan marinir menunggu perintah di dek, radar berputar tanpa henti, senjata siap menyalakan api jika diinstruksikan. Di darat, rakyat Venezuela menatap dari kejauhan: apakah ini benar-benar soal narkoba, atau pertunjukan geopolitik yang mengesampingkan hukum dan logika? Saya rasa, di balik deru mesin dan huru-hara publik, tersembunyi permainan tekanan yang jauh lebih kompleks daripada narasi anti-narkoba yang selalu dijadikan alasan.

Trump menegaskan, kapal-kapal ini ditempatkan untuk memerangi kartel narkoba dan menghentikan aliran fentanyl ke Amerika. USS Gravely, USS Jason Dunham, dan USS Sampson hadir sebagai simbol ketegasan; ribuan marinir menjadi saksi. Namun, seperti yang diingatkan Henry Ziemer dari CSIS, konsentrasi kekuatan ini tampak berlebihan jika misi utamanya adalah anti-narkoba. Apakah kita sungguh percaya bahwa kapal rudal dan marinir ribuan orang hanya dibutuhkan untuk menahan perahu kargo narkoba? Atau ini sebuah pesan terselubung, bahwa siapa pun yang menentang kepentingan AS akan merasakan tekanan yang nyata dan simbolis, bahkan sebelum perintah pertempuran dikeluarkan?

Donasi ke Vichara via Saweria

Dukung Vichara dengan berdonasi 💛

Sejarah AS di Amerika Latin menunjukkan pola yang jelas: intervensi untuk “melindungi kepentingan nasional” sering kali menjadi dalih bagi perubahan rezim. Guatemala 1954, Chile 1973, dan Nicaragua 1980-an adalah contoh klasik. Dengan pola ini, tuduhan Maduro bahwa Washington berusaha menggulingkan pemerintahannya bukanlah omong kosong. Penempatan kapal perang, label “narcoterrorist cartel”, dan peningkatan hadiah penangkapan adalah versi modern dari metode tekanan historis itu, hanya dibungkus dengan jargon anti-narkoba. Sejarah ini memberi konteks: Amerika Latin tidak mudah lupa.

Venezuela bukanlah negara biasa di peta geopolitik. Cadangan minyaknya terbesar di dunia, aliansi strategisnya dengan China, Rusia, dan Iran membuat setiap langkah AS bukan sekadar operasi kontra-narkoba. Mobilisasi milisi 4,5 juta orang oleh Maduro adalah peringatan: ini bukan pertunjukan. Rakyat Venezuela di desa dan kota menatap dengan rasa bangga dan tegang, menyadari bahwa setiap kapal yang menembus laut mereka membawa risiko yang bisa memicu respons nyata, bahkan jika tidak ada tembakan yang dilepaskan. Analogi sederhananya: AS menyalakan api di dapur yang sudah panas, dan Maduro menyiapkan ember-ember air militernya. Tapi siapa tahu percikan kecil bisa berubah menjadi ledakan yang lebih besar.

China tidak tinggal diam. Beijing menentang intervensi AS, menekankan bahwa setiap agresi melanggar Piagam PBB dan kedaulatan negara. Investasi China di Venezuela mencapai puluhan miliar dolar, dan secara diplomatik mereka menutup lubang yang ditinggalkan oleh sanksi AS. Cuba pun menegaskan kawasan ini sebagai “Zona Perdamaian” yang pantas dihormati. Dukungan dari China dan Cuba tidak hanya simbolis; ini menambah lapisan kompleksitas geopolitik yang membuat risiko konfrontasi meningkat. Di tengah itu, AS tampak bermain catur global: satu langkah di Karibia bisa memicu gelombang reaksi di Beijing dan Havana.

Dalam negeri AS, narasi Trump jelas: menghentikan narkoba, menindak kartel, melindungi warga. Tapi kita semua tahu, politik domestik sering meminjam simbol perang untuk kepentingan suara. Label “narcoterrorist” untuk Maduro dan Tren de Aragua bukan sekadar tuduhan hukum, tapi juga alat legitimasi politik, agar publik AS melihat pemerintahannya tegas, efektif, dan siap menghadapi ancaman global. Sementara di Venezuela, narasi ini dibaca sebagai ancaman nyata yang menguji kesabaran bangsa, bukan sekadar slogan politik.

Reaksi regional juga memperlihatkan kompleksitas: Meksiko menekankan dialog, Kolombia menekankan bahwa solusi militer bukan jawaban, Brasil memperingatkan konsekuensi regional, sementara beberapa sekutu AS memilih diam atau mendukung narasi Washington. Perbedaan sikap ini menegaskan bahwa setiap langkah militer AS memicu ketidakpastian diplomatik. Bayangkan situasi ini: satu perintah salah tafsir atau manuver berlebihan bisa memicu insiden militer, sementara opini publik regional sudah dalam ketegangan tinggi.

Venezuela merespons dengan mobilisasi milisi dan kesiapan total, menegaskan bahwa ini bukan pertunjukan kosong. “Rifles and missiles for the peasant force!” seru Maduro, dan rakyat mendengar panggilan itu. Langkah ini menegaskan bahwa meski AS bermain dengan simbol, Venezuela siap menjawab dengan simbol juga, bahkan jika belum ada konfrontasi langsung. Ironisnya, AS ingin menahan arus narkoba dan kekerasan, tapi langkahnya sendiri memanaskan kawasan, meningkatkan risiko insiden militer dan ketegangan sosial.

Kita juga tidak bisa mengabaikan unsur geopolitik global. China mengawasi, Rusia diam tapi memperhitungkan langkah, Kuba dan ALBA-TCP mengutuk, sementara negara-negara regional menegaskan kedaulatan. Dalam konteks ini, tindakan AS lebih dari sekadar operasi kontra-narkoba: ia adalah tes tekanan global, cara menunjukkan kekuatan, dan penilaian reaksi internasional terhadap dominasi AS.

Ironi terbesar adalah retorika anti-narkoba yang digunakan untuk menutupi agenda politik. Narkoba memang masalah serius, tapi strategi militer yang digunakan—kapal perang bersenjata rudal, marinir ribuan orang—lebih cocok disebut operasi tekanan politik dan simbolis daripada murni kontra-narkoba. Ini adalah kombinasi antara demonstrasi kekuatan, intimidasi geopolitik, dan pesan domestik: siapapun yang menentang AS akan menghadapi konsekuensi nyata.

Langkah ini juga memicu pertanyaan moral dan etis: apakah negara yang mengklaim melindungi perdamaian regional bisa menempatkan kawasan dalam risiko militer? Apakah narasi keamanan publik bisa menutupi pola intervensi historis yang berulang kali terjadi di Amerika Latin? Setiap retorika tentang “keamanan nasional” di Karibia harus dibaca dengan hati-hati, karena sejarah dan konteks geopolitik menunjukkan ada agenda tersembunyi yang bisa memicu ketegangan lebih besar dari yang terlihat.

Rakyat Venezuela, dengan sejarah revolusi, mobilisasi milisi, dan solidaritas internasional yang tersisa, tidak akan mudah tunduk. Setiap langkah militer AS bisa direspons dengan manuver defensif atau diplomatik, dan api yang dinyalakan bisa berubah menjadi konflik yang lebih luas. Sejarah intervensi AS di Amerika Latin mengajarkan satu hal: tekanan simbolik dan militer sering kali berakhir dengan perubahan rezim, dan jika pola itu terulang, risiko eskalasi nyata sangat tinggi.

Kita juga bisa belajar dari ini: intervensi militer, bahkan yang diklaim demi “kebaikan global”, tidak pernah bersifat netral. Ia selalu memiliki lapisan tersembunyi—politik, ekonomi, geopolitik—yang tidak terlihat oleh publik. Di Venezuela, ini berarti operasi anti-narkoba hanyalah sisi terang; sisi gelapnya menyentuh kedaulatan, identitas nasional, dan keseimbangan kekuatan regional.

Akhirnya, narasi ini meninggalkan kita dengan rasa getir. Kita menyaksikan kekuatan global bermain catur di atas hidup dan kedaulatan rakyat Venezuela, di mana kapal perang dan ribuan marinir menjadi pion simbolik. Di sini, kebenaran dan propaganda saling tumpang tindih, sejarah dan masa kini berinteraksi, dan rakyat Karibia menunggu percikan kecil yang bisa menjadi api besar. Kita harus menyadari bahwa apa yang tampak sebagai operasi kontra-narkoba hanyalah fasad: di baliknya, AS sedang menyalakan api di kawasan yang mudah terbakar, dan risiko nyata dari permainan ini jauh lebih besar daripada yang diumumkan publik.

Dalam kesadaran itu, pembaca bisa menilai sendiri: apakah ini soal narkoba, atau soal kekuasaan dan dominasi? Dan kita semua, yang berada jauh dari dek kapal perang dan garis pantai Venezuela, hanya bisa mengamati, menarik napas, dan menyadari bahwa api yang dimainkan AS memiliki potensi membakar lebih dari sekadar pantai—membakar kepercayaan, kedaulatan, dan stabilitas kawasan.

Sumber:

1 Comment

1 Comment

  1. Pingback: Venezuela Tantang AS, Amerika Latin di Ambang Perang

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Populer