Connect with us

Analisis

Koridor Zangezur: Taruhan Kedaulatan Armenia, Iran, dan Rusia

Published

on

Sebuah memorandum rahasia yang bocor, sebagaimana dilaporkan Periodista Digital dan dikutip The Cradle, mengguncang dunia: Armenia disebut menyerahkan koridor Zangezur kepada perusahaan militer swasta AS selama 99 tahun, melepas wilayah strategis Syunik untuk akses Azerbaijan ke Nakhchivan dan Turki. Kabar ini, jika benar, bukan sekadar isu geopolitik Kaukasus Selatan, melainkan gempa yang menggoyahkan kedaulatan sebuah bangsa kecil. Kemarahan diaspora Armenia membara. Apa harga kemerdekaan di tengah permainan kekuatan global?

Koridor Zangezur adalah jalur sepanjang 43 kilometer melalui Syunik, Armenia, menghubungkan Azerbaijan dengan eksklave Nakhchivan dan Turki. Bukan sekadar jalan, ini arteri geopolitik dan ekonomi, lahir dari perjanjian gencatan senjata 2020 pasca-Perang Nagorno-Karabakh. Armenia setuju membuka jalur ini, tapi menegaskan kedaulatan Syunik. Namun, laporan The Cradle mengklaim koridor, dinamai “Trump Bridge,” akan dikelola PMC AS dengan 1.000 personel bersenjata.

Donasi ke Vichara via Saweria

Dukung Vichara dengan berdonasi 💛

Personel ini berhak menggunakan kekuatan untuk “menjaga integritas koridor.” Armenia, meski nominal berdaulat, praktis kehilangan kendali. Pendapatan koridor? 40% untuk perusahaan AS, hanya 30% untuk Armenia. Angka-angka ini terasa seperti pengkhianatan. Apa arti kedaulatan jika tanahmu dikuasai asing, meski dengan stempel “persetujuan”? Di Indonesia, kita teringat isu konsesi tambang asing yang memicu debat sengit tentang kedaulatan ekonomi.

Tapi, hentikan sejenak. Pemerintah Armenia, melalui Armenpress pada Oktober 2023, membantah keras laporan ini. Yerevan menegaskan tidak ada negosiasi untuk menyerahkan koridor kepada pihak ketiga, termasuk AS. Armenia hanya berkomitmen membuka jalur transportasi, seperti kereta api, dengan kendali penuh mereka. Bantahan ini meredam tuduhan pengkhianatan terhadap Nikol Pashinyan, tapi ketegangan tetap nyata, seperti kabut di pegunungan Syunik.

Apakah bantahan 2023 masih relevan di 2025? Narasi tentang pengendalian AS muncul lagi. Forbes dan Al Mayadeen (Juli 2025) melaporkan AS mengusulkan pengelolaan koridor melalui perusahaan swasta, tapi Armenpress (23 Juli 2025) kembali menegaskan Armenia menolak menyerahkan Syunik. Meski Armenia beralih ke Barat pasca-kekecewaan dengan Rusia pada 2023, bantahan ini konsisten, menunjukkan komitmen Yerevan pada kedaulatan. Narasi ini tetap hidup, tapi tanpa bukti kuat.

Kebenaran laporan Periodista Digital meragukan, bersumber dari “diaspora Armenia” tanpa verifikasi independen. Outlet seperti Pravda Trump (2025) menggemakan klaim “Trump Bridge” dengan nada sensasional, tapi Armenpress lebih otoritatif. Di Indonesia, kita tahu bagaimana misinformasi tentang investasi asing memicu keresahan. Ketidakpastian ini mencerminkan kerapuhan kepercayaan publik, baik di Armenia maupun di sini, ketika informasi simpang siur mengguncang keyakinan.

Jika laporan ini benar, apa artinya bagi Iran? Bayangkan 1.000 personel PMC AS di perbatasan utara Iran, berhak menggunakan kekuatan. Syunik adalah penyangga strategis melawan Turki dan Azerbaijan, yang dianggap bermusuhan. Kehadiran AS bisa jadi alat untuk memantau atau menekan Teheran, terutama di tengah ketegangan nuklir. Iran pernah menggelar latihan militer di perbatasan Azerbaijan pada 2021-2022, menunjukkan ketidaksenangan terhadap perubahan status quo.

Jika kesepakatan terwujud, Iran mungkin memperkuat militer di perbatasan atau mendekati Rusia untuk menangkal AS. Ini bisa memicu eskalasi regional. Di Indonesia, kita bisa bayangkan keresahan jika kekuatan asing bercokol di perbatasan Kalimantan. Kedaulatan bukan sekadar kata; ini soal bertahan di tengah tekanan global, seperti yang kita rasakan di Laut China Selatan.

Bagi Rusia, dampaknya tak kalah serius. Kaukasus Selatan adalah halaman belakang mereka, dengan pasukan penjaga perdamaian di Nagorno-Karabakh pasca-2020. PMC AS akan menggusur peran Rusia, menandakan kekalahan strategis. Koridor ini juga memperlancar ekspor energi Azerbaijan ke Eropa, melemahkan dominasi gas Rusia, terutama pasca-sanksi Ukraina. Forbes menyebut koridor bisa hemat biaya impor Eropa 10-15%.

Rusia menghadapi ketegangan dengan Azerbaijan, seperti insiden Yekaterinburg 2025, dan mungkin akan memperkuat posisi di Nagorno-Karabakh atau mendekati Iran. Di Indonesia, kita melihat paralel di Laut China Selatan, di mana kehadiran asing memicu dinamika serupa. Rusia, seperti kita, tahu betapa krusialnya menjaga pengaruh di wilayah strategis, terutama ketika kekuatan global bersaing.

Mengapa Koridor Zangezur begitu penting? Ini kunci konektivitas Azerbaijan-Turki, mewujudkan visi pan-Turkik hingga Asia Tengah. Bagi Azerbaijan, ini trofi kemenangan 2020; bagi Turki, langkah menuju status regional. Secara ekonomi, koridor ini bagian dari “Middle Corridor,” dengan potensi perdagangan $50-100 miliar per tahun, menurut Forbes. Biaya infrastruktur $3-5 miliar bisa hemat logistik $20-30 miliar.

Dari sisi energi, IEA World Energy Outlook 2025 memproyeksikan Eropa butuh 20 miliar meter kubik gas non-Rusia pada 2030. Koridor ini memungkinkan Azerbaijan mengalirkan gas Kaspia ke Eropa via Turki, yang pada 2023 sudah mencapai 12 miliar meter kubik. Bagi Armenia, ini pedang bermata dua: pendapatan transit versus risiko kehilangan Syunik, wilayah strategis di perbatasan Iran.

Di Indonesia, kita bisa bandingkan dengan Selat Malaka—jalur sempit yang mengendalikan arus perdagangan dan energi global. Jika dikuasai asing, keresahan nasional akan meledak. Koridor ini juga simbol perubahan keseimbangan kekuatan. Bagi AS, ini pijakan melawan Rusia dan Iran; bagi Armenia, luka sejarah genosida oleh Turki di awal abad ke-20 masih membayang, membuat kesepakatan ini terasa pahit.

Bantahan Armenia 2023 dan 2025 menegaskan narasi ini mungkin tidak benar. Armenpress menjelaskan Yerevan hanya berkomitmen pada jalur di bawah kendali mereka. Ketidakjelasan sumber Periodista Digital dan sensasi Pravda Trump mengingatkan kita untuk waspada. Di Indonesia, misinformasi tentang investasi asing sering memicu emosi sebelum fakta jelas. Tapi ketegangan yang ditimbulkan laporan ini nyata, mencerminkan kerapuhan kedaulatan.

Apa yang kita bawa pulang? Koridor Zangezur, entah dikuasai AS atau tidak, adalah cermin dunia kita—tempat kecil seperti Syunik jadi panggung perebutan kekuasaan. Iran dan Rusia terancam kehilangan pengaruh, sementara Azerbaijan dan Turki mengejar masa depan. Armenia berjuang mempertahankan kedaulatan. Di Indonesia, kita teringat betapa berharganya menjaga kendali atas wilayah strategis. Apa yang akan kita lakukan jika tanah air jadi taruhan? Pertanyaan ini untuk kita semua, yang hidup di dunia yang tak pernah berhenti berputar, menuntut kewaspadaan dan hati yang tak goyah.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Populer