Connect with us

Analisis

Apa yang Terjadi Jika Damaskus Jatuh?

Published

on

Apa yang Terjadi Jika Damaskus Jatuh?

Oleh: Lutfi Awaludin Basori

Situasi di Suriah memasuki babak baru yang mengkhawatirkan dengan kabar bahwa kelompok oposisi ekstremis yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS) telah memasuki dan mengklaim “membebaskan” kota Homs tanpa perlawanan berarti. Berita ini memunculkan spekulasi bahwa pemerintah Suriah, yang selama ini berhasil mempertahankan stabilitas meskipun dengan susah payah, mungkin berada dalam ancaman serius. Jika momentum ini berlanjut dan Damaskus jatuh ke tangan kelompok oposisi, dampaknya akan sangat besar, tidak hanya bagi Suriah sendiri tetapi juga bagi seluruh kawasan Timur Tengah.

Jatuhnya Damaskus, sebagai ibu kota dan pusat pemerintahan, akan menjadi pukulan telak bagi pemerintah Assad dan aliansi yang mendukungnya. Secara militer, kehilangan Damaskus berarti hilangnya kontrol strategis atas wilayah Suriah secara keseluruhan. Pemerintah Suriah yang masih bertahan kemungkinan akan terpaksa mundur ke daerah-daerah yang lebih aman, tetapi ini akan semakin mempersempit ruang gerak mereka dan melemahkan otoritas mereka di mata dunia internasional. Kekacauan yang ditimbulkan oleh jatuhnya ibu kota ini berpotensi menciptakan situasi yang sama dengan Libya pasca-jatuhnya Muammar Gaddafi, di mana fragmentasi kekuasaan memperburuk konflik dan membuka pintu bagi aktor-aktor eksternal untuk campur tangan lebih jauh.

Bagi zionis Israel, kejatuhan Damaskus akan membawa keuntungan strategis yang besar. Sebagai bagian dari poros perlawanan yang terdiri dari Iran, Hizbullah, dan berbagai kelompok Palestina, Suriah selama ini menjadi penghubung penting dalam jaringan logistik yang mendukung perlawanan terhadap Israel. Jatuhnya Damaskus berarti jalur pengiriman senjata dan bantuan dari Iran ke Hizbullah melalui Suriah akan terganggu, melemahkan posisi Hizbullah di Lebanon. Selain itu, hilangnya pemerintahan yang kuat di Suriah juga dapat menciptakan zona penyangga yang lebih lemah di perbatasan, memberikan Israel kebebasan lebih besar untuk melakukan operasi militer di wilayah tersebut tanpa menghadapi ancaman serius dari pemerintah Assad.

Namun, situasi ini juga membawa risiko bagi Israel. Fragmentasi Suriah pasca-jatuhnya Damaskus bisa membuka ruang bagi kelompok-kelompok ekstremis yang lebih agresif terhadap Israel dibandingkan pemerintah Assad. Dalam sejarah konflik regional, kekosongan kekuasaan sering kali menjadi tempat subur bagi kelompok ekstremis untuk tumbuh, sebagaimana yang telah terjadi di Irak dan Afghanistan. Israel mungkin akan menghadapi ancaman baru dari kelompok-kelompok ini, yang beroperasi di luar kendali otoritas pusat.

Sementara itu, bagi kelompok perlawanan seperti Hizbullah, Hamas, dan milisi-milisi pro-Iran, kejatuhan Damaskus akan menjadi pukulan strategis yang signifikan. Suriah selama ini menjadi sekutu vital yang menyediakan jalur logistik, dukungan militer, dan perlindungan. Kehilangan Damaskus berarti mereka harus mencari cara baru untuk mempertahankan operasi mereka, yang berpotensi lebih mahal dan berisiko tinggi. Jalur logistik yang sebelumnya aman melalui Suriah kemungkinan akan terganggu atau bahkan terputus sepenuhnya.

Namun, meskipun kehilangan Damaskus akan menjadi pukulan besar, hal ini tidak serta-merta menandai kekalahan total kelompok perlawanan. Hizbullah, misalnya, memiliki basis dukungan yang kuat di Lebanon dan sumber daya yang memungkinkan mereka bertahan dalam situasi sulit. Hamas dan kelompok-kelompok Palestina lainnya juga telah terbiasa beroperasi di bawah blokade dan tekanan militer yang hebat. Dalam jangka panjang, kelompok-kelompok ini kemungkinan besar akan beradaptasi, meskipun dengan tantangan yang lebih besar.

Dampaknya juga akan dirasakan oleh Iran, yang selama ini memanfaatkan Suriah sebagai jalur penghubung ke Lebanon dan Palestina. Jika Damaskus jatuh, Iran harus mencari cara baru untuk mendukung sekutunya, baik melalui jalur laut maupun udara, yang lebih mahal dan rentan terhadap serangan. Kejatuhan Damaskus akan melemahkan posisi Iran di kawasan, tetapi tidak menghentikan dukungan mereka terhadap perlawanan.

Jatuhnya Damaskus juga dapat menjadi simbol kekalahan strategis bagi poros perlawanan, tetapi bukan akhir dari perjuangan mereka. Dalam sejarah, perlawanan telah menunjukkan kemampuan untuk bertahan meskipun menghadapi tekanan besar. Jika mereka mampu bertahan dari pukulan ini, hal tersebut akan memperkuat legitimasi dan dukungan terhadap perjuangan mereka, baik di tingkat lokal maupun internasional. Sebaliknya, kekacauan yang ditimbulkan oleh jatuhnya Damaskus juga dapat memberikan peluang bagi kelompok perlawanan untuk membangun narasi baru tentang perjuangan melawan kekuatan hegemonik di kawasan.

Dalam konteks ini, kabar tentang jatuhnya Homs tanpa perlawanan menimbulkan kekhawatiran yang sangat nyata bahwa Damaskus mungkin menjadi target berikutnya. Jika itu terjadi, bukan hanya peta politik Suriah yang akan berubah secara drastis, tetapi juga dinamika konflik di seluruh kawasan Timur Tengah. Jatuhnya Damaskus akan menjadi babak baru yang penuh ketidakpastian, membawa risiko besar bagi stabilitas regional dan memengaruhi keseimbangan kekuatan di kawasan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *