Opini
Zelensky dan Trump Jr: Permintaan Undangan yang Aneh?

Baru-baru ini, Donald Trump Jr. menyatakan bahwa Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, telah meminta untuk diundang ke pelantikan Presiden AS, pada 20 Januari 2025, sebanyak tiga kali, hanya untuk ditolak. Sementara itu, Zelensky dalam wawancara dengan podcaster Lex Fridman mengungkapkan bahwa ia tidak akan hadir kecuali diundang secara pribadi. Ada yang terasa tidak pas di sini, atau lebih tepatnya—ada yang terasa lucu, atau malah… aneh?
Zelensky, yang dikenal luas sebagai mantan komedian, tampaknya menggunakan momen serius ini untuk menambah sedikit bumbu humor. “Saya tidak yakin pantas hadir,” ujarnya, seraya menyebutkan bahwa tradisi AS biasanya tidak mengundang pemimpin negara asing ke pelantikan. Tapi, tunggu dulu—klaim Trump Jr. justru mengatakan bahwa Zelensky sudah tiga kali meminta secara tidak resmi untuk diundang. Apakah itu lelucon politik, atau hanya kebetulan yang terlalu kreatif untuk dimengerti?
Sebagai seorang pemimpin yang terlibat langsung dalam perang, apakah ini tindakan yang pantas dilakukan? Zelensky mungkin berusaha mempertahankan citranya sebagai orang yang tidak terjebak dalam formalitas politik, namun kita harus bertanya: apakah ini bukan sebuah usaha yang lebih tepat disebut “mencari perhatian” di panggung internasional? Sebagai komedian, Zelensky terbiasa menggugah tawa, tapi sebagai presiden, apakah ini waktu yang tepat untuk bercanda?
Trump Jr. yang tak mau ketinggalan, langsung memberikan kritik pedas dengan menyebutkan bahwa Zelensky adalah “weirdo” karena tindakannya yang, menurutnya, jauh dari konvensi diplomatik. Dengan nada yang tajam, Trump Jr. mengatakan bahwa Zelensky telah mengajukan permintaan tiga kali, namun tetap ditolak, meskipun di kemudian hari Zelensky berusaha untuk “mengambil sikap” dan mengatakan bahwa dia tidak ingin hadir. Apakah itu sikap seorang pemimpin? Atau lebih tepatnya, sindiran seorang komedian?
Di sisi lain, penting untuk mengingat bahwa pelantikan presiden AS memang biasanya tidak mengundang pemimpin asing. Namun, mengingat karakter Donald Trump yang lebih sering melanggar konvensi, keputusan untuk mengundang beberapa pemimpin dunia, termasuk Xi Jinping dan Viktor Orban, bisa jadi membuat Zelensky merasa perlu berada di sana juga. Tapi, apakah ini alasan yang cukup untuk mengajukan permintaan berkali-kali? Atau hanya strategi untuk menarik perhatian dunia?
Jika kita membaca antara baris-baris pernyataan ini, ada ironi yang cukup besar. Zelensky, seorang pemimpin yang berjuang keras untuk negaranya, sepertinya lebih fokus pada citra pribadi dan perhatian publik dibandingkan pada isu-isu yang jauh lebih besar. Apakah ini benar-benar perilaku seorang kepala negara yang berperang, atau hanya seorang mantan komedian yang tahu cara menggali humor di situasi yang tak terduga?
Trump Jr., dengan segala kritiknya yang tajam, memang tidak segan-segan untuk menantang sikap Zelensky. “Weirdo,” sebutnya. Mungkin lebih keras dari yang diinginkan, namun ada benarnya. Apakah seorang pemimpin perlu berperilaku demikian di panggung dunia? Mungkin kita perlu menunggu lebih banyak kejadian serupa untuk benar-benar memahaminya. Namun, satu hal yang pasti: dunia politik internasional tidaklah cukup luas untuk lelucon yang tidak lucu.
Zelensky memang tak hanya berperan sebagai pemimpin, tapi juga sebagai bintang yang pernah menggugah tawa di panggung komedi. Tapi dalam diplomasi internasional, kita perlu lebih dari sekadar tawa. Kita butuh pemimpin yang memahami kapan harus bercanda dan kapan harus serius. Kalau tidak, dunia bisa saja melihatnya sebagai “weirdo” yang memulai lelucon yang tidak mengundang tawa, melainkan kebingungannya.