Opini
Yaman, Singa Laut Merah

Yaman, negara yang selama ini dipandang remeh oleh para penguasa dunia, kini berdiri sebagai Singa Laut Merah. Para pejabat AS dan zionis yang terbiasa mendikte dunia dengan bom dan embargo kini duduk gelisah di ruang rapat, bertanya-tanya bagaimana mungkin negara yang mereka sebut miskin ini berhasil membuat kapal-kapal mereka lari terbirit-birit.
Para pelaut AS yang dulu gagah berani mengarungi Laut Merah kini lebih memilih rute memutar lewat Afrika, menambah jutaan dolar dalam biaya perjalanan. Serangan rudal dan drone Yaman telah mengubah jalur perdagangan global menjadi mimpi buruk bagi Barat. Ironisnya, mereka yang dulu menyebut diri sebagai penguasa laut kini ketakutan pada rudal dari negeri yang mereka anggap sebagai padang pasir penuh debu.
Setiap malam, warga Tel Aviv terjaga dengan suara sirene yang menjerit histeris, menandakan bahwa rudal balistik dan drone dari Yaman sedang berkunjung. Iron Dome yang mereka banggakan mulai kelelahan, tak mampu menangkal hujan api yang datang dari berbagai arah. Mereka yang selama ini hidup nyaman di tanah curian mulai bertanya-tanya, apakah negeri haram mereka benar-benar aman?
Washington dan Tel Aviv sibuk berteriak soal ancaman Yaman, seolah-olah dunia harus bersimpati pada penderitaan mereka. Padahal, selama puluhan tahun, mereka yang membanjiri negeri-negeri Muslim dengan bom dan embargo. Kini, ketika Yaman bangkit melawan, mereka mendadak berubah menjadi korban yang malang. Betapa menggelikan!
AS, yang konon memiliki militer terkuat di dunia, kini harus menghindari konfrontasi langsung dengan pasukan yang mereka sebut ‘teroris bermodal sandal jepit’. Betapa memalukan bagi Pentagon yang selama ini membanggakan teknologi mutakhir mereka, tetapi tak mampu menundukkan Yaman. Sementara itu, media Barat sibuk mencari alasan mengapa negara kecil ini bisa mengguncang dunia.
Inggris, sang penjajah tua yang dulu memetakan ulang Timur Tengah sesuai kehendaknya, kini hanya bisa menonton dari pinggir lapangan. Mereka yang terbiasa menciptakan perang kini harus menerima kenyataan bahwa strategi perang asimetris Yaman telah mengalahkan kekuatan ekonomi dan militer mereka. Oh, betapa pahitnya bagi bekas imperium yang kini hanya bisa mengeluh di forum-forum internasional.
Singa Laut Merah telah mengaum, dan dunia mendengar. Setiap serangan Yaman bukan hanya sebuah balasan terhadap agresi, tetapi juga pesan kepada semua yang tertindas bahwa perlawanan adalah pilihan. Mereka yang selama ini terdiam kini mulai melihat bahwa zionis dan Barat tak sekuat propaganda mereka. Jika Yaman bisa mengguncang Laut Merah, siapa lagi yang akan bangkit berikutnya?
Para kapitalis di Wall Street mulai panik melihat angka-angka di layar mereka berubah menjadi merah. Harga minyak melonjak, biaya logistik meningkat, dan para pengusaha mengutuk keberanian Yaman. Tentu saja, bagi mereka yang hidup dari perampokan sumber daya negara lain, perlawanan selalu dianggap sebagai gangguan. Mereka ingin dunia tetap tunduk, tetapi Yaman telah membuktikan bahwa ada bangsa yang tak bisa dibeli.
Donald Trump duduk di kantornya dengan rambut yang semakin rontok, mencoba mencari solusi atas bencana yang tak bisa mereka kendalikan. Opsi serangan udara sudah mereka lakukan, tetapi setiap bom yang jatuh di Yaman hanya memperkuat tekad perlawanan. Di Tel Aviv, Netanyahu mulai kehilangan akal sehatnya. Warga yang dulu mempercayainya kini mulai kehilangan kesabaran. Ketakutan telah menjadi bagian dari rutinitas mereka.
Jika mereka berpikir Yaman akan mundur, mereka salah besar. Yaman bukan sekadar kelompok pejuang yang bertempur dengan semangat kosong. Mereka memiliki strategi, keberanian, dan, yang terpenting, tekad baja yang tak bisa dipatahkan. Mereka telah bertahan dari serangan udara selama bertahun-tahun dan tetap berdiri. Apa yang bisa dilakukan AS dan zionis selain terus mengeluh dan mencari dalih untuk kekalahan mereka?
Di jalanan Sanaa, tak ada rasa takut. Mereka tahu bahwa setiap rudal yang mereka kirim adalah bagian dari perjuangan lebih besar. Mereka tahu bahwa mereka melawan bukan hanya untuk Yaman, tetapi untuk Palestina dan seluruh dunia yang tertindas. Zionis boleh saja terus membom Gaza, tetapi mereka akan selalu dihantui oleh bayangan rudal dari Sanaa yang bisa datang kapan saja.
Laut Merah kini bukan lagi milik AS dan sekutunya. Setiap kapal yang melintas tahu bahwa mereka ada di bawah bayang-bayang kekuatan Yaman. Jika dulu mereka berpikir bahwa dunia ini hanya milik mereka yang kaya dan berteknologi tinggi, kini mereka harus menerima kenyataan bahwa keberanian bisa mengalahkan segalanya. Singa Laut Merah telah bangkit, dan tak ada yang bisa menghentikannya.
Sementara itu, media Barat terus memutar balikkan fakta, menyebut Yaman sebagai ancaman bagi stabilitas dunia. Mereka lupa bahwa dunia tidak butuh stabilitas yang berarti tunduk pada kepentingan AS dan zionis. Dunia butuh keadilan, dan Yaman telah menunjukkan bagaimana caranya melawan para penindas. Jika itu membuat Barat tidak nyaman, maka itu adalah pertanda bahwa Yaman berada di jalur yang benar.
Kini, para diplomat Barat sibuk mencari cara untuk menghentikan Yaman tanpa kehilangan muka. Mereka ingin bernegosiasi, tetapi tanpa harus mengakui bahwa mereka telah kalah. Masalahnya, Yaman tidak tertarik pada diplomasi yang hanya menguntungkan mereka yang selama ini menjajah dunia. Yaman tahu bahwa satu-satunya bahasa yang dipahami oleh para imperialis adalah kekuatan, dan mereka siap berbicara dalam bahasa itu.
Dunia sedang berubah, dan Yaman adalah bagian dari perubahan itu. Barat boleh saja memiliki jet tempur dan kapal induk, tetapi mereka tidak punya sesuatu yang dimiliki oleh Yaman: keberanian untuk melawan tanpa takut pada konsekuensi. Singa Laut Merah telah mengaum, dan tak ada yang bisa mengembalikan dunia ke tatanan lama di mana hanya yang kuat yang berkuasa. Kini, mereka yang selama ini ditindas mulai melihat harapan dalam keberanian Yaman.
Ketika sejarah menulis tentang era ini, akan tertulis bagaimana sebuah negara yang dianggap miskin dan lemah berhasil mengguncang dunia. Akan tertulis bagaimana kapal-kapal AS harus mengubah jalur mereka, bagaimana Tel Aviv tak lagi bisa tidur nyenyak, dan bagaimana Singa Laut Merah membuat para penindas gemetar ketakutan. Yaman bukan hanya perlawanan. Yaman adalah simbol bahwa keadilan masih bisa diperjuangkan, dan ketidakadilan tidak akan bertahan selamanya.