Opini
Yaman Menampar AS & Israel: Perlawanan Tanpa Takluk

Langit di atas Yaman kembali dipenuhi suara ledakan. Bukan karena kembang api perayaan, melainkan bom-bom yang dijatuhkan dengan penuh percaya diri oleh pesawat-pesawat Amerika Serikat. Negeri yang telah mengobarkan perang di berbagai belahan dunia kini kembali melanjutkan ritual kekerasannya. Mereka tidak belajar dari sejarah, atau mungkin mereka terlalu sombong untuk mengakuinya. Yaman bukan sekadar tanah gersang di ujung jazirah, tetapi negeri yang telah berabad-abad menantang penjajah dengan segala cara. Kini, AS dan sekutunya mencoba menundukkan bangsa ini, seakan-akan mereka lupa bagaimana nasib mereka di Afghanistan, Vietnam, dan Irak. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: AS kewalahan, kepanikan melanda, dan kapal-kapal Israel pun tak lagi bisa melintasi Laut Merah dengan tenang.
Dalam hitungan jam, rudal dari Yaman meluncur dan menghantam jantung pertahanan Israel. Bandara Ben Gurion lumpuh, sirene meraung di Tel Aviv, dan dua juta penduduk Zionis berlarian mencari perlindungan. Netanyahu bahkan terpaksa meninggalkan sidang di Knesset dan bergegas menuju bunker. Ini bukan adegan dari film fiksi, tetapi realitas yang memalukan bagi kekuatan yang selama ini mengklaim superioritasnya. Bagaimana mungkin sebuah negeri yang selama bertahun-tahun diklaim telah diporak-porandakan oleh agresi Saudi dan AS, kini malah membuat musuh-musuhnya ketakutan? Jawabannya sederhana: sejarah selalu berpihak kepada mereka yang melawan dengan strategi, bukan mereka yang hanya mengandalkan teknologi mahal dan propaganda.
Bab al-Mandab kini menjadi titik panas yang mengganggu tidur elit Washington dan Tel Aviv. Inilah jalur perdagangan strategis yang selama ini menjadi urat nadi bagi ekonomi global. Jika Yaman memutus jalur ini, maka harga minyak akan melonjak, Eropa akan kebingungan, dan AS akan kembali melihat keruntuhan dolar yang mereka sembah. Ini bukan perang antara kelompok kecil melawan negara adidaya, tetapi perang antara strategi melawan keangkuhan. AS, dengan segala kapal perangnya, berusaha menekan Yaman, tetapi apa daya jika musuh yang mereka hadapi tidak bermain di medan perang yang mereka kuasai? Yaman bukan Ukraina, bukan Irak, dan jelas bukan Afghanistan yang bisa diacak-acak seenaknya lalu ditinggalkan dalam kehancuran.
Perang di Yaman telah membuktikan bahwa superioritas teknologi militer bukanlah penentu kemenangan. Vietnam pernah menunjukkan bagaimana semak belukar bisa menjadi kuburan bagi tentara Amerika. Afghanistan baru saja mengingatkan dunia bahwa dua dekade perang dan triliunan dolar hanya berujung pada pelarian pasukan AS dalam keadaan memalukan. Kini Yaman, dengan segala keterbatasannya, justru mengubah Laut Merah menjadi perangkap yang membuat AS dan Israel berpikir ulang sebelum bertindak gegabah. Strategi asimetris yang diterapkan Ansarullah bukan hanya sekadar taktik gerilya, melainkan perang yang menggabungkan rudal hipersonik, drone kamikaze, dan blokade maritim yang mengguncang ekonomi global.
Di Gedung Putih, para pejabat kebijakan luar negeri sibuk mencari jawaban. Mengapa Yaman tidak menyerah? Mengapa serangan udara tidak bisa menghancurkan perlawanan mereka? Jawabannya ada pada sejarah. Ini bukan sekadar perang senjata, melainkan perang ideologi, perang antara bangsa yang berdaulat melawan kekuatan kolonial yang menyamar sebagai penjaga demokrasi. AS mungkin bisa membunuh pemimpin, tetapi mereka tidak bisa membunuh semangat perlawanan. Sejarah mengajarkan bahwa ketika sebuah bangsa memiliki tekad untuk bertahan, tidak ada kekuatan yang bisa menghancurkannya. Inilah yang membuat Yaman berbeda. Mereka tidak berjuang demi kursi kekuasaan, tetapi demi keberlangsungan tanah air mereka.
Kegagalan Saudi dalam menaklukkan Yaman seharusnya menjadi peringatan bagi AS. Sejak 2015, Riyadh dengan dukungan penuh dari Washington telah melakukan segala cara untuk meratakan Yaman. Hasilnya? Mereka justru dipermalukan di medan perang, rudal-rudal Yaman menghantam fasilitas minyak Aramco, dan akhirnya, Saudi dipaksa untuk berdamai. Kini, AS mencoba menggantikan peran Saudi dengan harapan bisa menyelesaikan apa yang gagal dilakukan sekutunya. Namun, jika Saudi dengan segala kekayaan dan persenjataan canggihnya saja tidak mampu menundukkan Yaman, bagaimana mungkin AS yang sedang menghadapi krisis ekonomi dan kekacauan politik dalam negerinya bisa berhasil?
Taktik yang digunakan Yaman pun sangat cerdas. Mereka tidak menyerang membabi buta, tetapi memilih sasaran yang paling menyakitkan bagi lawan. Dengan blokade di Bab al-Mandab, mereka menekan kapal-kapal yang terafiliasi dengan Israel dan AS, memotong jalur suplai yang selama ini menjadi sumber keuntungan utama bagi ekonomi barat. Rudal-rudal mereka tidak diarahkan ke padang pasir, tetapi ke pusat-pusat ekonomi dan militer yang vital bagi musuh. Inilah bentuk perang modern yang tidak lagi bergantung pada jumlah tentara, tetapi pada kecerdasan strategi dan adaptasi di medan perang.
Mungkin yang paling menyakitkan bagi AS adalah kenyataan bahwa mereka kini menghadapi musuh yang tidak bisa mereka kendalikan dengan propaganda. Jika dalam perang lain Washington bisa mengontrol narasi dengan media mainstream, kali ini internet dan media independen membongkar kebohongan mereka. Dunia kini melihat bagaimana rudal buatan AS dan Israel membunuh warga sipil di Yaman, sementara pejuang Yaman dengan segala keterbatasannya justru menjadi simbol perlawanan yang menginspirasi banyak pihak. Ini adalah mimpi buruk bagi AS, yang selama ini menjual citra sebagai pahlawan demokrasi. Kini mereka tampak seperti tiran yang mengebom negara kecil karena tidak bisa menerima kenyataan bahwa dominasi mereka telah pudar.
Sejarah menunjukkan bahwa kekaisaran yang terlalu besar dan arogan selalu berakhir dengan kehancuran. AS adalah contoh sempurna dari kekuatan yang tidak pernah belajar dari kesalahan. Mereka berulang kali mencoba menaklukkan bangsa-bangsa yang tidak tunduk, tetapi selalu gagal. Vietnam membuat mereka lari terbirit-birit. Afghanistan memaksa mereka hengkang dalam kekacauan. Irak menjadi kuburan bagi ribuan tentara mereka. Kini Yaman, dengan segala keterbatasannya, kembali menampar wajah kekuatan yang mengklaim sebagai pemimpin dunia. Jika AS berpikir bahwa mereka bisa menang kali ini, maka mereka sedang mengulang sejarah kebodohan mereka sendiri.
Yaman tidak akan menjadi medan perang yang mudah bagi AS. Mereka bisa menjatuhkan bom dari langit, tetapi mereka tidak bisa menghentikan rudal yang terus menghantam kapal-kapal mereka. Mereka bisa menyebarkan propaganda, tetapi mereka tidak bisa menghentikan dunia dari melihat kenyataan. Mereka bisa mengancam, tetapi mereka tidak bisa menghilangkan tekad rakyat Yaman untuk terus berjuang. Ini bukan hanya perang antara negara adidaya dan kelompok perlawanan, tetapi simbol dari pertarungan antara imperialisme dan kebebasan. Dan dalam sejarah, yang melawan dengan keyakinan selalu memiliki peluang lebih besar untuk menang.
Kini, saat AS dan Israel terus mencari cara untuk membungkam Yaman, satu hal yang pasti: semakin mereka menyerang, semakin besar perlawanan yang akan mereka hadapi. Bab al-Mandab masih dalam kendali Yaman. Laut Merah tetap menjadi medan yang tidak aman bagi kapal-kapal Zionis. Dan Tel Aviv masih terus mendengar raungan sirene akibat rudal yang melintasi langitnya. Inilah era baru dalam perlawanan global, dan Yaman telah membuktikan bahwa mereka bukan sekadar negara kecil yang bisa dihancurkan dengan bom dan embargo. Mereka adalah simbol bahwa perlawanan yang cerdas dan berani mampu mengguncang bahkan kekuatan terbesar di dunia.
Referensi:
- Al Mayadeen. US resumes aggression against Saada, Hodeidah in Yemen. Diakses dari: [https://english.almayadeen.net/news/politics/us-resumes-aggression-against-saada–hodeidah-in-yemen](https://english.almayadeen.net/news/politics/us-resumes-aggression-against-saada–hodeidah-in-yemen)
- Al Mayadeen. Yemeni missile suspends Israeli air traffic, as US strikes hit Yemen. Diakses dari: [https://english.almayadeen.net/news/politics/yemeni-missile-suspends-israeli-air-traffic–as-us-strikes-h](https://english.almayadeen.net/news/politics/yemeni-missile-suspends-israeli-air-traffic–as-us-strikes-h)
- Al Mayadeen. Yemeni strike sounds sirens across central Israeli occupied cities. Diakses dari: [https://english.almayadeen.net/news/politics/yemeni-strike-sounds-sirens-across-central-israeli-occupied](https://english.almayadeen.net/news/politics/yemeni-strike-sounds-sirens-across-central-israeli-occupied)
- Clausewitz, Carl von. On War. Princeton University Press, 1984.
- Spykman, Nicholas J. The Geography of the Peace. Harcourt, Brace and Company, 1944.
- Korybko, Andrew. Hybrid Wars: The Indirect Adaptive Approach to Regime Change. 2015.
- Wallerstein, Immanuel. The Modern World-System. Academic Press, 1974.
- Galula, David. Counterinsurgency Warfare: Theory and Practice. Praeger Security International, 1964.
- Mao Zedong. On Guerrilla Warfare. University of Illinois Press, 2000.