Connect with us

Opini

Ukraina: Pion yang Terlupakan di Meja Perundingan

Published

on

Ukraina tidak diundang ke meja perundingan antara Amerika Serikat dan Rusia. Zelensky kebingungan. Mana undangannya? Mana invoice-nya? Barangkali nyasar ke Moskow, atau mungkin tertahan di Washington. Dunia internasional pun bertanya-tanya: siapa yang sebenarnya sedang berperang? Siapa yang berkonflik? Apakah Ukraina hanya figuran dalam drama geopolitik yang lebih besar, atau sekadar bidak catur yang sudah tak terlalu penting?

Washington dan Moskow berbincang, para diplomatnya saling bersulang di Riyadh, sementara Zelensky menanti panggilan yang tak kunjung datang. “Kami tidak tahu apa-apa soal perundingan ini,” katanya dengan wajah kecewa. Memalukan? Tentu. Menggelikan? Lebih dari itu. Seorang pemimpin perang yang diabaikan dalam negosiasi damai adalah lelucon yang bahkan Shakespeare tak pernah bayangkan.

Barangkali Washington lelah dengan sandiwara ini. Sejak 2022, miliaran dolar mengalir ke Kiev, ribuan ton amunisi dikirim, propaganda disebarluaskan, tetapi perang tetap berjalan tanpa kepastian. Jika perang ini bertujuan untuk menjatuhkan Putin, maka strategi itu gagal total. Jika tujuannya untuk menyelamatkan Ukraina, maka negara itu semakin hancur setiap harinya.

Tetapi Zelensky masih berlagak sebagai tokoh utama. Ia bersumpah tak akan bicara dengan Rusia kecuali Putin langsung yang duduk di hadapannya. Sebuah drama heroik yang hanya berfungsi sebagai ilusi. Sayangnya, ia lupa bahwa dunia tidak berputar di orbitnya. Washington punya kepentingan sendiri, Moskow punya rencananya, dan Eropa mulai bosan dengan perang yang tak berkesudahan.

Para pejabat di Washington mungkin kini menyadari sesuatu yang seharusnya jelas sejak awal: perang ini tidak bisa dimenangkan dengan doa dan pidato teatrikal. Ukraina hanyalah alat bagi mereka untuk melemahkan Rusia, tetapi alat yang rusak harus diganti. Apalagi jika alat itu semakin rewel dan tak bisa diatur. Jika bisa menyelesaikan masalah ini tanpa Ukraina, mengapa tidak?

Eropa pun mulai melirik ke arah lain. Perang ini bukan hanya tentang siapa yang menang, tetapi siapa yang bisa bertahan lebih lama. Dan tampaknya, mereka yang paling lelah adalah mereka yang membiayai perang ini. Prancis, Jerman, dan Italia mulai menghitung ulang anggaran mereka. Solidaritas bisa menunggu, tetapi ekonomi tidak bisa berkompromi.

Sementara itu, Moskow tersenyum sinis. Putin tahu betul bagaimana permainan ini berjalan. Ia menunggu momen di mana Barat sendiri akan kelelahan. Dan kini, dengan Washington yang mulai mencari jalan keluar, saat itu mungkin telah tiba. Jika Amerika ingin bernegosiasi tanpa Ukraina, itu hanya berarti satu hal: mereka sudah siap mencari penyelesaian yang lebih menguntungkan diri mereka sendiri.

Zelensky bisa berteriak, bisa menangis di panggung konferensi keamanan, tetapi itu tak akan mengubah kenyataan. Ia mungkin masih berpikir dirinya adalah tokoh utama dalam perang ini, tetapi dunia sudah melihatnya sebagai aktor sampingan. Ironi yang luar biasa: presiden yang memimpin perang tetapi tak punya suara dalam perundingan damai.

Namun, bukankah ini semua sudah diprediksi sejak awal? Ukraina adalah pion dalam permainan catur global. Pion yang maju duluan, yang dikorbankan di awal permainan, yang mati lebih dulu demi kemenangan raja dan ratu. Sekarang, saat pion itu hampir habis, para pemain mulai mencari strategi baru. Sayangnya, pion tak bisa protes ketika sudah tak lagi dibutuhkan.

Jika ini semua tentang kedaulatan Ukraina, mengapa keputusan dibuat tanpa mereka? Jika ini perang untuk kebebasan, mengapa mereka yang berperang justru tak dilibatkan? Jawabannya sederhana: Ukraina hanyalah alat. Dan ketika alat sudah tak lagi berguna, ia akan ditinggalkan. Sementara Zelensky masih berjuang mencari tempat di meja perundingan, meja itu sudah dipesan untuk tamu yang lebih penting.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *