Opini
UEA: Saudagar Pengkhianat yang Menjual Palestina

Di antara gedung pencakar langit yang berkilauan di Abu Dhabi dan Dubai, para penguasa Emirat duduk di ruang-ruang mewah dengan jas Armani, meneguk kopi mahal, sambil menegosiasikan nasib rakyat Palestina dengan Washington dan Tel Aviv. Mereka yang dulu mengibarkan bendera solidaritas Arab, kini dengan senyum palsu menawarkan Gaza di atas meja perundingan, seolah-olah itu sekadar properti yang bisa dinegosiasikan.
Laporan Middle East Eye mengungkap bagaimana UEA melobi pemerintahan Trump untuk menggagalkan rencana pascaperang Gaza yang disusun Mesir dan telah disetujui Liga Arab. Ini bukan sekadar intrik politik biasa, tetapi pengkhianatan sistematis terhadap perjuangan Palestina. UEA, dengan segala kecanggihan diplomatiknya, kini menjadi kaki tangan Zionis, memanfaatkan akses eksklusifnya ke Gedung Putih untuk menghancurkan perlawanan Palestina dari dalam.
Ini bukan pertama kalinya UEA berkhianat. Sejak penandatanganan Abraham Accords, mereka telah menjual idealisme dunia Arab dengan harga investasi dan senjata canggih. Mereka menganggap normalisasi dengan Zionis sebagai tiket masuk ke klub eksklusif negara-negara berpengaruh. Namun, di balik kemilau diplomasi ini, ada darah yang mengalir di tanah Gaza, ada anak-anak yang meregang nyawa karena blokade yang semakin diperketat dengan restu para saudara Arab mereka sendiri.
Bagi UEA, Hamas adalah duri dalam daging. Mereka tidak peduli bahwa Hamas mewakili perlawanan Palestina. Yang mereka inginkan adalah Gaza tanpa Hamas, Gaza yang tunduk pada perintah Barat, Gaza yang bisa mereka kendalikan melalui boneka politik mereka, Mohammed Dahlan. Tidak heran jika mereka bersikeras menekan Mesir untuk menampung pengungsi Palestina, sebagai bagian dari proyek Zionis untuk mengosongkan Gaza.
Di mata UEA, Palestina bukan lagi isu utama. Mereka lebih sibuk membangun pusat-pusat perbelanjaan, mengadakan konferensi mewah tentang ekonomi masa depan, dan membanggakan diri sebagai pusat inovasi dunia Arab. Mereka lupa bahwa selama beberapa dekade, dunia Arab bersatu di bawah satu tujuan: membebaskan Palestina. Kini, solidaritas itu dianggap usang, digantikan dengan kepentingan ekonomi yang lebih menguntungkan.
Dari perspektif ekonomi-politik, langkah UEA ini adalah bentuk imperialisme baru yang dijalankan dengan wajah ramah dan diplomasi terselubung. Mereka tidak perlu lagi menginvasi negara lain dengan senjata, cukup dengan uang dan pengaruh. Mereka menggunakan diplomasi finansial untuk menekan Mesir dan negara-negara lain agar menerima solusi yang menguntungkan Israel. Dengan investasi miliaran dolar di berbagai negara, UEA membangun jaringan pengaruh yang tidak bisa ditolak.
Lebih jauh lagi, UEA tidak hanya mengkhianati Palestina, tetapi juga Liga Arab. Organisasi yang dulu menjadi simbol persatuan Arab kini hanya menjadi panggung kosong bagi para pemimpin yang lebih tertarik menjaga stabilitas monarki mereka dibanding membela hak-hak rakyat Palestina. Dengan melobi AS untuk menggagalkan rencana Liga Arab, UEA secara terang-terangan menunjukkan bahwa mereka tidak lagi peduli dengan kesepakatan regional, hanya kepentingan pribadi yang diperhitungkan.
Dalam skema sosial-kultural, ini mencerminkan dekadensi dunia Arab. Para elit UEA hidup dalam kemewahan yang didanai oleh hasil minyak, sementara di tempat lain, rakyat Palestina berjuang untuk sekadar bertahan hidup. Mereka mempromosikan gaya hidup kosmopolitan, menjadi tuan rumah festival seni internasional, sementara di Gaza, bom terus berjatuhan. Solidaritas Arab telah terkikis oleh hedonisme dan kepentingan bisnis.
Namun, rakyat tidak bodoh. Mereka melihat siapa yang benar-benar membela Palestina dan siapa yang menjualnya di meja perundingan. Normalisasi hubungan dengan Zionis mungkin menguntungkan dalam jangka pendek, tetapi sejarah tidak akan melupakan para pengkhianat. Rakyat Arab masih mengingat bagaimana Mesir dan Yordania, meskipun telah berdamai dengan Israel, tetap menjaga batas tertentu dalam diplomasi mereka. UEA, di sisi lain, melompat lebih jauh, menjual harga diri mereka untuk sekadar mendapat tempat dalam tatanan global yang dikendalikan Barat.
Strategi UEA ini juga menunjukkan betapa dominannya pengaruh neoliberal dalam kebijakan luar negeri mereka. Dengan pendekatan kapitalisme ekstrem, mereka melihat geopolitik sebagai pasar terbuka, di mana negara-negara bisa membeli pengaruh dan menjual kepentingan mereka dengan harga yang tepat. Bagi mereka, Palestina hanyalah satu bagian dari perdagangan geopolitik ini, bukan perjuangan yang harus diperjuangkan dengan darah dan nyawa.
UEA memainkan peran yang sempurna dalam skenario imperialisme modern. Mereka tidak hanya menjadi agen kepentingan Zionis, tetapi juga alat bagi AS untuk menekan negara-negara Arab agar tunduk pada agenda Barat. Dengan menawarkan diri sebagai perantara antara dunia Arab dan Barat, mereka berusaha menempatkan diri sebagai kekuatan utama yang menentukan arah kebijakan Timur Tengah.
Namun, pengkhianatan ini tidak akan bertahan selamanya. Dunia Arab sedang mengalami kebangkitan kesadaran politik. Demonstrasi besar-besaran di berbagai negara menolak normalisasi dengan Zionis. Masyarakat semakin sadar bahwa pemimpin mereka tidak lagi mewakili aspirasi rakyat. Jika UEA berpikir mereka bisa terus bermain di dua sisi, mereka akan segera menyadari bahwa rakyat punya ingatan panjang dan dendam yang tidak akan terlupakan begitu saja.
Perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa pengkhianatan selalu memiliki harga. Mereka yang dulu bersekutu dengan penjajah selalu berakhir sebagai catatan kaki dalam sejarah, dihina dan dilupakan. UEA mungkin menikmati keuntungan jangka pendek dari pengkhianatan mereka, tetapi pada akhirnya, mereka akan dikenang sebagai bangsa yang menjual saudara mereka demi kepentingan pribadi.
Dunia berubah, dan perlawanan akan terus berlanjut. Rakyat Palestina tidak akan menyerah, dan mereka yang berpikir bisa menyingkirkan Hamas dari Gaza dengan uang dan lobi politik akan segera menghadapi kenyataan bahwa perjuangan tidak bisa dibeli. UEA bisa membangun gedung pencakar langit setinggi langit, tetapi mereka tidak akan pernah bisa menutupi noda pengkhianatan yang telah mereka lakukan terhadap Palestina dan dunia Arab.