Connect with us

Opini

Turki dan Palestina: Retorika Keras Tanpa Tindakan Nyata

Published

on

Oleh: Lutfi Awaludin Basori

Ketika dunia menunggu perubahan besar dari kebijakan luar negeri Turki, khususnya yang berhubungan dengan Palestina, kita mungkin bertanya-tanya apakah yang ada di balik klaim “solidaritas” yang kerap dipromosikan oleh Recep Tayyip Erdoğan. Dalam laporan terbaru Turkish Foreign Policy in Focus 2024 in Review and 2025 Outlook oleh Istanbul Policy Center, dinyatakan bahwa Turki terus memanfaatkan isu Palestina untuk memperkuat citra internasionalnya, tetapi apakah ini lebih tentang “panggung diplomatik” daripada langkah konkret yang mengubah nasib Palestina?

Sebagai negara yang kerap mengkritik keras kebijakan Israel, Turki menyatakan dirinya sebagai pembela Palestina. Pidato-pidato penuh emosi dari Erdoğan di forum-forum internasional, termasuk Sidang Umum PBB, sering kali berisikan seruan untuk menghentikan kekejaman Israel. Namun, seperti yang ditulis dalam laporan tersebut, meskipun kritik verbal sangat keras, tindakan nyata yang diambil—seperti sanksi atau embargo terhadap Israel—masih sangat jarang terlihat. Kata-kata yang berapi-api, tetapi tanpa api yang membakar.

Pada Sidang Umum PBB 2024, Erdoğan berbicara tentang “nilai-nilai Barat yang sekarat di Gaza,” namun tindakan nyata apa yang diambil oleh Turki untuk mendukung pernyataan tersebut? Tidak ada langkah konkret yang bisa diukur untuk menyelesaikan masalah Palestina, bahkan setelah pidato penuh semangat tersebut. Sebaliknya, Turki seolah hanya berperan sebagai “pembicara utama” di panggung internasional tanpa melakukan aksi yang mengarah pada perubahan nyata. Semua itu, sepertinya lebih banyak tentang meningkatkan posisi diplomatik Turki di dunia Arab dan komunitas Muslim, ketimbang menyelesaikan masalah yang mendalam di Gaza.

Kebijakan luar negeri Turki, seperti yang diuraikan dalam laporan Turkish Foreign Policy in Focus 2024, memang cerdas dalam memanfaatkan isu Palestina untuk memperkuat hubungannya dengan negara-negara Arab dan dunia Muslim, sekaligus meningkatkan citra sebagai pemimpin regional yang memperjuangkan hak-hak Palestina. Tapi satu pertanyaan yang muncul: apakah ini benar-benar untuk Palestina, atau lebih kepada memperbaiki citra internasional Turki di tengah ketegangan global yang semakin meningkat?

Melihat lebih dalam, Turki tampaknya berada dalam dilema besar. Mengambil tindakan nyata terhadap Israel akan memerlukan langkah drastis, seperti sanksi atau pemutusan hubungan diplomatik, yang tidak hanya akan mengancam hubungan Turki dengan Barat, tetapi juga bisa mengganggu keseimbangan geopolitik yang sensitif di kawasan tersebut. Maka, alih-alih memperburuk situasi dengan kebijakan yang lebih tegas, Turki memilih untuk terus berada di zona nyaman: berbicara keras, tapi tidak bertindak.

Namun, kritik terhadap Turki juga datang dari berbagai pihak, seperti yang dilaporkan oleh Tempo.co  yang mencatat bahwa meskipun Erdoğan berbicara keras tentang Palestina di PBB, tak ada tindakan nyata yang bisa dilihat, apalagi sanksi terhadap Israel yang menjadi harapan banyak pihak. Bahkan, media internasional seperti VOA juga menyoroti bahwa aksi-aksi Turki lebih berfokus pada pencitraan internasional daripada mengubah kebijakan Israel terhadap Palestina. Semua ini mengarah pada satu pertanyaan: apakah Turki benar-benar ingin mengakhiri penderitaan Palestina, atau lebih menginginkan keuntungan diplomatik dari retorika tersebut?

Laporan tersebut juga mencatat bahwa meskipun Turki terus menyoroti ketidakadilan yang dialami Palestina, dalam praktiknya, kebijakan luar negeri Turki lebih berfokus pada pencapaian tujuan strategis nasionalnya sendiri, seperti memperkuat posisi regional dan internasionalnya, dibandingkan dengan memberikan dampak langsung bagi Palestina. Jika kita perhatikan, banyak dari kebijakan ini berfungsi untuk memastikan Turki tetap relevan di dunia Arab dan Muslim, terutama dalam menghadapi kompetisi geopolitik dengan negara-negara besar lainnya.

Jadi, apakah Turki akan terus melanjutkan peran sebagai pembicara utama Palestina, atau akan ada perubahan nyata dalam kebijakan luar negerinya? Satu hal yang pasti: apa yang kita dengar dari podium tidak selalu sejalan dengan tindakan yang diambil di lapangan. Dalam beberapa hal, retorika Turki tentang Palestina lebih mirip dengan strategi diplomatik untuk meningkatkan posisi internasionalnya daripada perubahan yang nyata bagi rakyat Palestina.

Tindakan nyata? Itu mungkin akan menunggu sampai Turki memutuskan untuk mengubah kata-katanya menjadi aksi yang lebih besar dari sekadar retorika yang menggugah.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *