Connect with us

Opini

Tumbangnya MI6, Mossad, CIA: Yaman Jadi Neraka Intelijen

Published

on

Laporan terbaru dari Yaman mengungkap kegagalan besar intelijen internasional. MI6, CIA, dan Mossad, yang sering dipuji sebagai pilar keamanan global, justru mengalami kemunduran memalukan di sana. Upaya mereka menyusup ke jaringan Ansarullah berhasil digagalkan, dengan detail operasi yang lebih menyerupai naskah film gagal produksi. Yaman benar-benar menjadi panggung bagi ironi intelijen Barat.

Upaya menyusup ke jantung Ansarullah bak film mata-mata yang tak sesuai naskah. Di balik layar, agen-agen ini mungkin lupa satu fakta penting: Yaman adalah tanah yang mengenal loyalitas lebih dari sekadar kode. Setiap langkah intelijen terhalang oleh jaringan budaya dan komunitas yang mengakar kuat, membuat infiltrasi menjadi mimpi buruk.

MI6 dan Saudi Intelligence, dengan sumber daya luar biasa, berkolaborasi seperti duet mahal yang melodius di atas kertas, tetapi sumbang di lapangan. Mereka melatih agen-agen di Riyadh dengan teknologi canggih, tetapi teknologi itu tak berarti ketika berhadapan dengan kontra-intelijen Ansarullah yang mengandalkan insting dan pengalaman.

Ketergantungan Barat pada teknologi canggih malah menjadi bumerang. GPS, alat pelacak, dan perangkat pengintaian mewah gagal menghadapi strategi tradisional yang dibangun di atas kewaspadaan manusia. Di Yaman, mata dan telinga masyarakat lokal jauh lebih tajam daripada kamera termal paling mutakhir sekalipun.

Tak ketinggalan, CIA dan Mossad pun ikut menambah daftar kegagalan. Mereka mencoba melemahkan dukungan Yaman untuk Gaza dengan operasi yang menyasar fasilitas rudal, drone, dan kepemimpinan Ansarullah. Namun, upaya ini justru mempertegas bahwa teknologi Barat bisa lumpuh saat berhadapan dengan tekad lokal yang berakar dalam.

Kolaborasi intelijen internasional sering disebut-sebut sebagai “tim impian.” Tetapi, di Yaman, tim ini lebih mirip drama komedi. Ketidaksinkronan antara MI6, Saudi Intelligence, CIA, dan Mossad menciptakan kekacauan taktik yang menjadi bahan lelucon di balik layar kemenangan Ansarullah.

Mengapa mereka gagal? Jawabannya sederhana: mereka terlalu meremehkan musuh. Ansarullah bukan sekadar kelompok bersenjata; mereka adalah simbol perlawanan yang mengakar di hati rakyat. Intelijen Barat terlalu sibuk membaca peta, tetapi lupa membaca manusia dan kompleksitas budaya Yaman.

Keunggulan geografis juga menjadi faktor penting. Pegunungan Yaman yang curam dan wilayah-wilayah terpencil menjadi benteng alami yang sulit ditembus. Agen-agen yang terlatih di ruang steril tak siap menghadapi realitas kasar medan Yaman yang penuh kejutan dan jebakan.

Faktor lain adalah kepercayaan berlebihan pada pengkhianatan lokal. Intelijen Barat berharap dapat membeli loyalitas dengan uang, tetapi di Yaman, kesetiaan tak berbanding lurus dengan lembaran dolar. Pengkhianat potensial sering kali terjaring lebih dulu oleh jaringan kontra-intelijen Ansarullah yang solid.

Peringatan keras dari Ansarullah kepada para kolaborator membuat operasi ini semakin mustahil. Hukuman berat yang mengintai siapa pun yang terlibat menjadi efek jera yang efektif. Alih-alih membelot, banyak yang justru menyerahkan diri, membuktikan bahwa ancaman Ansarullah lebih nyata daripada iming-iming musuh.

Kegagalan ini menjadi tamparan bagi intelijen Barat yang terbiasa dengan keberhasilan di medan lain. Di Yaman, mereka dihadapkan pada realitas baru: musuh kecil yang cerdik lebih berbahaya daripada musuh besar yang terorganisir. Sungguh ironi, mereka yang dianggap terhebat justru lumpuh di tangan yang dianggap remeh.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *