Connect with us

Opini

Trump Ngamuk Lagi! Perang Dagang Makin Panas

Published

on

Matahari belum sepenuhnya tenggelam di Washington ketika pernyataan itu keluar. Seperti petir di langit musim panas, Donald Trump kembali dengan ancaman tarif yang mengguncang mitra dagang Amerika Serikat. Dengan gaya khasnya, ia berdiri tegak di menara emas Truth Social, menyampaikan rencana yang diyakininya akan mengembalikan kejayaan ekonomi Amerika. Uni Eropa dan Kanada menjadi sasaran utama, dua sekutu lama yang kini dianggap sebagai pesaing yang harus dikendalikan. Dalam skema pikir Trump, perdagangan global bukanlah kerja sama, melainkan medan pertempuran di mana Amerika harus selalu keluar sebagai pemenang.

Bagi Trump, tarif adalah pedang dan perisai. Ia mengayunkannya dengan penuh percaya diri, mengancam akan mengenakan pajak impor 25% untuk mobil dan berbagai barang dari Kanada dan Eropa. Alasannya? Perlindungan ekonomi domestik, meskipun kenyataan menunjukkan bahwa tindakan ini lebih menyerupai serangan mendadak daripada strategi jangka panjang. Trump menuding mitra dagang Amerika berlaku tidak adil, meski di sisi lain, kebijakan proteksionisme seperti ini telah lama menjadi bagian dari strategi dagang negaranya sendiri. Namun, bagi seorang pria yang melihat dunia sebagai reality show raksasa, apa pun yang tidak menguntungkan Amerika adalah ketidakadilan.

Sementara itu, di Ottawa, Perdana Menteri Kanada yang baru, Mark Carney, tidak tinggal diam. Dengan nada tegas, ia menyatakan bahwa hubungan dagang yang selama ini terjalin harus dievaluasi ulang. “Kami tidak akan terus-menerus tunduk pada aturan yang berubah-ubah sesuai dengan emosi Gedung Putih,” ujarnya dalam pidato yang segera mendapat sambutan hangat di negaranya. Kanada, yang selama bertahun-tahun menjadi tetangga setia dan mitra ekonomi Amerika, kini merasa semakin terdorong untuk mencari keseimbangan baru dalam hubungan bilateralnya. Uni Eropa pun merapatkan barisan, menyadari bahwa mereka harus bersiap menghadapi ketidakpastian yang lebih besar.

Langkah-langkah yang ditempuh Trump bukanlah hal baru. Ia telah menerapkan tarif serupa sejak masa kepresidenan pertamanya, dan pola yang sama kini berulang. Seolah-olah ia melihat perekonomian dunia sebagai permainan papan monopoli, di mana setiap langkah harus memberi keuntungan maksimal bagi dirinya dan Amerika Serikat. Namun, permainan ini tidak sesederhana yang dibayangkan. Ekonomi global saling terhubung dalam jaringan yang rumit, dan satu langkah agresif dapat memicu reaksi berantai yang dampaknya jauh melampaui yang diantisipasi.

Dampak pertama yang langsung terasa adalah kegelisahan di industri otomotif. Tarif 25% berarti harga mobil akan melonjak, tidak hanya untuk kendaraan impor tetapi juga bagi mobil yang diproduksi di Amerika sendiri, karena banyak suku cadang berasal dari luar negeri. Konsumen akan merasakan dampaknya dalam bentuk harga yang lebih tinggi, sementara produsen akan menghadapi tekanan yang semakin besar dalam menjaga daya saing mereka. Alih-alih menghidupkan industri otomotif domestik, kebijakan ini justru bisa memperlambat pertumbuhannya.

Namun, Trump tetap teguh pada pendiriannya. Ia bahkan melontarkan ide yang lebih kontroversial: mengajak Kanada menjadi negara bagian ke-51 Amerika Serikat. Gagasan ini, meskipun disampaikan dengan nada bercanda, menggambarkan bagaimana Trump memandang hubungan internasional sebagai negosiasi bisnis tanpa batas yang jelas antara diplomasi dan dominasi. Bagi Kanada, usulan ini lebih mirip lelucon yang tidak lucu. Negara yang selama ini dikenal dengan sikapnya yang santun dan kebijakan luar negeri yang stabil tentu tidak ingin menyerahkan kedaulatannya begitu saja hanya demi menghindari tarif ekonomi.

Di sisi lain, Uni Eropa juga mulai menyiapkan langkah balasan. Sebagai blok ekonomi terbesar di dunia, mereka tidak bisa tinggal diam menghadapi kebijakan yang merugikan industri mereka. Namun, dalam ketegangan ini, ada ironi yang tak terhindarkan. Uni Eropa sendiri bukanlah malaikat dalam perdagangan global. Mereka juga memiliki kebijakan proteksionis yang sering kali dikritik oleh negara lain, termasuk Amerika Serikat. Bedanya, mereka lebih halus dalam menyusun strategi, sementara Trump cenderung memilih pendekatan yang lebih terbuka dan konfrontatif.

Ketegangan ini tidak hanya berdampak pada perdagangan. Di balik layar, ada faktor geopolitik yang semakin memperumit keadaan. Uni Eropa dan Kanada adalah dua pihak yang aktif mendukung Ukraina dalam konflik melawan Rusia, sementara Trump menunjukkan sikap yang lebih lunak terhadap Moskow. Ini menimbulkan kekhawatiran di Brussels dan Ottawa, bahwa kebijakan ekonomi Trump bisa berujung pada pergeseran keseimbangan politik global. Jika Amerika terus menerapkan kebijakan yang mengisolasi sekutunya, bukan tidak mungkin aliansi lama mulai goyah.

Sementara dunia menyaksikan drama ini berkembang, dampak terbesar dirasakan oleh masyarakat biasa. Kenaikan harga barang impor akan membebani rumah tangga, sementara ketidakpastian ekonomi membuat banyak bisnis ragu untuk berinvestasi. Di Amerika sendiri, para petani dan pengusaha kecil yang bergantung pada ekspor mulai merasakan tekanan. Mereka yang dahulu menjadi pendukung setia Trump kini mulai bertanya-tanya apakah kebijakan ini benar-benar menguntungkan mereka atau justru membuat keadaan semakin sulit.

Pada akhirnya, kebijakan proteksionisme seperti ini lebih mirip dengan diet ekstrem untuk ekonomi. Terlihat efektif dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang, dampaknya bisa melemahkan daya tahan pasar. Trump mungkin mengklaim bahwa ia sedang melindungi kepentingan nasional, tetapi kenyataannya, tindakan ini lebih menyerupai perjudian besar dengan taruhan yang sangat tinggi. Jika Amerika terus-menerus memaksakan kehendaknya tanpa mempertimbangkan konsekuensi yang lebih luas, bukan tidak mungkin mereka akan kehilangan lebih banyak sekutu daripada yang bisa mereka perkirakan.

Di luar sana, para analis dan pemimpin dunia mengamati dengan cermat. Apakah ini akan berakhir sebagai strategi sukses atau hanya akan menambah daftar panjang kebijakan kontroversial Trump yang akhirnya merugikan lebih banyak pihak? Sementara itu, bagi mereka yang hanya bisa menyaksikan dari kejauhan, mungkin ini saatnya membeli popcorn dan menikmati tontonan politik yang semakin hari semakin mirip dengan drama yang tidak pernah berakhir.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *