Connect with us

Opini

Trump ‘Hancurkan’ Barat

Published

on

Di tengah gemuruh perang dagang yang mengguncang dunia, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menjatuhkan pernyataan yang mengguncang: “Barat seperti yang kita kenal tidak lagi ada.” Kata-katanya, yang dilansir dalam wawancara dengan Die Zeit, bagaikan lonceng yang menggema, menandakan perubahan mendasar dalam aliansi yang selama ini menjadi tulang punggung tatanan global. Donald Trump, dengan tarif besar-besaran dan retorika konfrontatif, telah menjadi katalis di balik transformasi ini. Akankah Barat yang dulu pernah bersatu kini hanya tinggal kenangan?

Laporan Die Zeit menyoroti kebijakan Trump yang mengenakan tarif 20% pada semua barang Uni Eropa dan 25% pada impor mobil, sebuah langkah yang memicu respons balasan UE dengan tarif 25% pada barang AS. Kebijakan ini, yang bertujuan mengatasi defisit perdagangan AS, justru mempercepat perpecahan dalam aliansi transatlantik. Von der Leyen menegaskan bahwa dunia kini multipolar, dengan 87% perdagangan global tidak melibatkan AS, mendorong UE untuk mencari mitra baru.

Trump, dengan pendekatan “America First,” tidak hanya mengguncang ekonomi tetapi juga nilai-nilai yang menyatukan Barat. Retorikanya, yang menyebut UE “dibentuk untuk merugikan AS,” menciptakan ketidakpercayaan yang mendalam. Data dari Kantor Perwakilan Dagang AS menunjukkan bahwa defisit perdagangan AS dengan UE mencapai $183 miliar pada tahun lalu, sebuah angka yang menjadi amunisi Trump. Namun, alih-alih memperkuat posisi AS, kebijakan ini mendorong UE menuju otonomi strategis.

Ketegangan perdagangan ini bukan sekadar soal angka. Von der Leyen menyebutkan efek samping positif: banyak negara kini mendekati UE untuk menjalin hubungan dagang. Menurut Eurostat, perdagangan UE dengan negara-negara seperti Tiongkok dan India meningkat 15% dalam dua tahun terakhir, menunjukkan pergeseran fokus dari AS. Barat yang dulu bergantung pada kepemimpinan AS kini bertransformasi, dengan UE mencari “jaringan pertemanan” yang lebih luas di panggung global.

Namun, apakah Trump benar-benar “menghancurkan” Barat? Barat yang dulu, yang diikat oleh kerja sama erat melalui NATO dan perdagangan bebas, memang telah retak. Laporan dari Financial Times mencatat bahwa investasi Eropa di AS menurun 12% sejak tarif diberlakukan, sebuah indikasi nyata dari krisis kepercayaan. Presiden Prancis Emmanuel Macron bahkan mendesak perusahaan Eropa untuk menghentikan investasi di AS, sebuah langkah yang tidak terpikirkan di era sebelumnya.

Peran Trump sebagai katalis perubahan tidak bisa dilebih-lebihkan. Kebijakannya memaksa UE untuk memikirkan kembali ketergantungannya pada AS. Menurut The Economist, UE kini mengalokasikan €10 miliar untuk dana pertahanan bersama, sebuah langkah menuju kemandirian militer yang sebelumnya selalu bergantung pada NATO dan AS. Barat yang dulu melihat AS sebagai pemimpin tak terbantahkan kini menyaksikan UE berusaha berdiri sendiri, sebuah perubahan yang dipicu oleh ketidakpastian kebijakan Trump.

Meski begitu, menyalahkan Trump sepenuhnya kurang adil. Barat sudah menunjukkan tanda-tanda perubahan sebelum era Trump. Munculnya Tiongkok sebagai kekuatan ekonomi, dengan PDB yang mencapai $18 triliun menurut Bank Dunia, telah menggeser keseimbangan global. UE, dengan nilai perdagangan global €4,3 triliun menurut Eurostat, sudah mulai menjalin perjanjian dagang dengan ASEAN dan Mercosur sebelum tarif Trump. Namun, Trump mempercepat proses ini dengan tekanan ekonomi yang belum pernah terjadi.

Dampak kebijakan Trump juga terlihat dalam retorika yang memecah belah. Pernyataannya yang meragukan nilai NATO, seperti yang dilaporkan The New York Times, membuat sekutu Eropa mempertanyakan komitmen AS. Data dari Pew Research menunjukkan bahwa hanya 49% warga Eropa yang percaya AS akan melindungi sekutunya, turun dari 70% sebelum Trump. Kepercayaan ini adalah perekat Barat, dan ketika retak, UE terdorong untuk mencari mitra yang lebih “prediktabel,” seperti yang disebut von der Leyen.

Namun, Barat tidak sepenuhnya hancur. Von der Leyen menegaskan bahwa ia masih percaya pada persahabatan UE-AS, sebuah pernyataan yang didukung oleh fakta bahwa NATO tetap beroperasi dengan anggaran gabungan $1,2 triliun, menurut laporan aliansi tersebut. Nilai-nilai demokrasi dan pasar bebas masih menjadi dasar hubungan transatlantik. Barat yang baru ini, meski lebih terfragmentasi, mungkin lebih adaptif terhadap dunia multipolar yang menuntut fleksibilitas.

Perubahan ini memiliki dua sisi. Di satu sisi, otonomi UE membuka peluang baru. Laporan Bloomberg mencatat bahwa perjanjian dagang UE dengan Jepang meningkatkan ekspor Eropa sebesar 8%, sebuah bukti bahwa diversifikasi menguntungkan. Di sisi lain, retakan dengan AS berisiko melemahkan Barat dalam menghadapi tantangan global. Menurut Foreign Policy, kerja sama UE-AS dalam menangani ancaman siber menurun 20% sejak ketegangan perdagangan, sebuah kerugian strategis.

Trump, dengan kebijakan dan retorikanya, telah mengubah Barat dari blok monolitik menjadi entitas yang lebih kompleks. Data dari OECD menunjukkan bahwa perdagangan UE-AS, yang menyumbang 13% dari total perdagangan global, tetap signifikan, tetapi tidak lagi mendominasi. UE kini menjalin 40% perdagangannya dengan negara-negara non-Barat, sebuah pergeseran yang mencerminkan visi von der Leyen tentang “jaringan pertemanan” yang lebih luas dan inklusif.

Apakah perubahan ini baik atau buruk? Barat yang baru, dengan UE yang lebih mandiri, bisa lebih tangguh dalam menghadapi dunia multipolar. Namun, seperti yang dilaporkan The Guardian, perang dagang telah menaikkan harga barang di UE sebesar 5%, merugikan konsumen. Kehilangan solidaritas Barat juga berisiko dalam konteks keamanan, di mana ancaman dari aktor seperti Rusia, dengan anggaran militer $66 miliar menurut SIPRI, tetap nyata.

Pada akhirnya, Trump telah “menghancurkan” Barat yang dulu—bukan dengan menghapusnya, tetapi dengan memaksa transformasi yang tidak bisa dihindari. Barat yang dulu bergantung pada AS kini menjadi Barat yang lebih terpecah namun berpotensi lebih dinamis. Von der Leyen, dengan pandangannya yang pragmatis, menunjukkan jalan ke depan: menjaga persahabatan dengan AS sambil merangkul dunia yang lebih luas. Barat masih ada, tetapi dalam wujud baru yang menantang dan penuh peluang.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *