Connect with us

Opini

Trump dan Perang Dagang: Judi Besar yang Berisiko

Published

on

Presiden Donald Trump kembali mengguncang dunia dengan ancaman tarifnya. Kali ini, China, India, dan Brasil menjadi sasaran utama, karena menurutnya mereka adalah negara yang “benar-benar berniat jahat” terhadap Amerika Serikat. Dengan penuh percaya diri, Trump berjanji bahwa tarif tinggi akan membawa AS kembali ke masa kejayaan dan menjadikannya negara terkaya di dunia dengan sangat cepat.

Tentu saja, dunia hanya bisa mengangkat alis mendengar pidato penuh kebanggaan ini. Trump seolah lupa bahwa globalisasi bukan hanya sekadar konsep, melainkan realitas ekonomi yang tidak bisa dihindari. Tarif tinggi mungkin bisa menjadi tameng sementara, tetapi seperti rumah kartu, ia akan runtuh jika angin perubahan bertiup cukup kencang. Apakah Trump sudah menyiapkan payung sebelum hujan?

Di dunia yang semakin multipolar, ancaman tarif justru bisa menjadi pemicu perang dagang sesungguhnya. Negara-negara yang selama ini tergantung pada pasar AS bisa dengan cepat beradaptasi, mencari alternatif, dan bahkan menciptakan sistem perdagangan baru yang tidak lagi memerlukan kehadiran AS. BRICS, misalnya, semakin solid dalam mengurangi ketergantungan mereka pada dolar dan membentuk blok ekonomi sendiri.

Trump sepertinya sedang berjudi di meja ekonomi global dengan taruhan yang sangat besar. Jika menang, AS bisa kembali menjadi pusat manufaktur dunia, menarik kembali industri semikonduktor dan farmasi yang telah bermigrasi ke Asia. Namun, jika kalah, AS bisa mengalami keterpurukan ekonomi yang lebih cepat dari yang dibayangkan. Dunia tidak lagi sabar menunggu apakah strategi ini akan berhasil atau justru meledak di wajahnya sendiri.

Strategi ini terdengar seperti perhitungan seorang penjudi ulung: kalau menang, maka menang sekalian. Kalau kalah? Biarkan semuanya hancur dan mulai dari nol lagi. Tetapi apakah AS siap menghadapi dunia di mana mereka bukan lagi pemain tunggal? Apakah mereka siap dengan konsekuensi di mana ekonomi global mulai meninggalkan dolar dan mencari keseimbangan baru di luar pengaruh Washington?

Ancaman tarif ini sebenarnya adalah strategi klasik Trump: gertak sambal untuk mendapatkan kesepakatan yang lebih menguntungkan. Namun, dunia sudah terlalu sering mendengar retorika ini. Negara-negara seperti China dan India telah memperkuat kerja sama mereka, mencari jalur perdagangan baru, dan bahkan mulai mengembangkan teknologi yang dulu hanya bisa mereka dapatkan dari perusahaan-perusahaan AS. Dunia tidak lagi takut pada ancaman semacam ini.

Jika perang dagang benar-benar terjadi, AS bisa menemukan dirinya dalam posisi yang tidak menguntungkan. Negara-negara BRICS dan sekutunya bisa semakin kompak, menciptakan pasar mereka sendiri, dan mempercepat inovasi untuk mengurangi ketergantungan pada AS. Ini bukan lagi sekadar ancaman, tetapi kenyataan yang sudah mulai terbentuk. Dan AS, dengan kebijakan proteksionisnya, bisa menjadi pihak yang ditinggalkan.

Pada akhirnya, dunia tidak akan berhenti berputar hanya karena AS memutuskan untuk bermain keras. Jika Trump benar-benar memulai perang dagang dengan seluruh dunia, ia harus bertanya pada dirinya sendiri: apakah AS masih memiliki daya tarik yang cukup besar untuk membuat dunia tunduk? Atau justru dunia akan melihat AS sebagai kekuatan yang semakin terisolasi, yang masih bermimpi menjadi pusat segalanya?

Trump mungkin menganggap dirinya sebagai pemain catur yang sedang mengendalikan papan, tetapi mungkin ia lupa bahwa lawannya sudah lama berhenti bermain dengan aturan yang sama. Dunia sudah berubah, dan saat Trump masih sibuk menaikkan tarif, negara-negara lain sudah mulai mengembangkan alternatif yang lebih menguntungkan. Perang dagang ini bisa jadi bukan akhir dari dominasi ekonomi global AS—tetapi hanya awal dari kejatuhan yang lebih besar.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *