Opini
Tahun Baru di Gaza: Penderitaan Tanpa Henti

Oleh: Lutfi Awaludin Basori
Tahun baru seharusnya menjadi momen untuk merayakan harapan baru, pembaruan, dan kesempatan untuk memperbaiki diri. Namun, di Gaza, pergantian tahun tidak lebih dari sebuah peringatan akan penderitaan yang tak kunjung berakhir. Di tengah dunia yang merayakan pesta, tawa, dan kebahagiaan, Gaza tetap terperangkap dalam keheningan yang mengerikan. Sebuah keheningan yang dihadirkan oleh dunia internasional yang lebih memilih berpaling daripada bertindak tegas terhadap kejahatan yang dilakukan oleh Israel.
Sementara di belahan dunia lain, orang-orang memulai tahun baru dengan doa dan harapan, Gaza justru terjebak dalam realitas yang jauh lebih kelam. Warga Gaza memasuki tahun baru dengan beragam luka, baik fisik maupun psikologis—terusir dari rumah mereka, kehilangan orang yang mereka cintai, dan hidup dalam kehancuran yang tiada henti.
Sebagaimana dilaporkan oleh Komite Presiden Tinggi Urusan Gereja Palestina, penderitaan yang dialami oleh rakyat Palestina, terutama di Gaza, semakin meningkat setelah lebih dari 14 bulan dibombardir oleh kebrutalan Israel. Rumah sakit-rumah sakit yang dulu menjadi tempat pengobatan kini menjadi puing-puing yang terbakar, dengan lebih dari seribu tenaga medis gugur dalam tugas mulia mereka. Bagaimana bisa dunia yang mengklaim sebagai pelindung hak asasi manusia, hanya diam seribu bahasa? Rumah sakit yang menjadi tempat harapan bagi ribuan nyawa, kini dihancurkan dengan penuh kesadisan.
Bukankah ini adalah penghinaan terhadap seluruh umat manusia? Warga Gaza, yang dipaksa untuk hidup di bawah penghancuran fisik dan psikologis, tetap berharap—meski dalam kondisi yang nyaris mustahil. Di tempat lain, orang merayakan tahun baru dengan pesta kembang api, makan bersama keluarga, dan merencanakan masa depan. Di Gaza, sebagian besar penduduk terpaksa hidup di tengah reruntuhan, dengan segala kebutuhan dasar yang hancur, dan harapan yang semakin pudar.
Jika kita membandingkan, tahun baru di banyak negara adalah simbol kebahagiaan dan optimisme. Di seluruh dunia, orang merayakan dengan penuh sukacita, berbagi kebahagiaan bersama keluarga dan teman-teman, dengan harapan akan masa depan yang lebih baik. Tetapi di Gaza, kehidupan terus berlanjut dalam kegelapan, seakan dunia mengabaikan mereka. Kejahatan yang menimpa Gaza tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga merusak jiwa manusia, membunuh masa depan yang seharusnya dimiliki setiap anak di dunia.
Tahun baru seharusnya menjadi simbol harapan, bukan peringatan atas apa yang hilang, apa yang terus dihancurkan, dan apa yang dirampas dari mereka. Setiap tahun baru yang dirayakan di Gaza membawa kenyataan pahit bahwa dunia memilih untuk menutup mata dan membiarkan kejahatan ini berlangsung. Mengapa begitu banyak negara memilih untuk memberikan perlindungan kepada negara yang telah melanggar hukum internasional, sementara mereka yang paling membutuhkan bantuan justru dibiarkan merana?
Bukankah ini adalah ujian bagi kemanusiaan kita? Apakah kita akan terus membiarkan tirani ini berlangsung hanya karena kebisuan dan ketidakpedulian? Ataukah kita akan memilih untuk berdiri di sisi yang benar dan mendukung perjuangan rakyat Gaza untuk hidup dengan martabat?
Peringatan tahun baru ini adalah panggilan bagi kita semua untuk bertindak—bukan hanya merayakan, tetapi untuk bertanya: sampai kapan kita akan membiarkan warga Gaza terus hidup dalam penderitaan yang tak berkesudahan ini? Seharusnya, dunia dapat melakukan lebih dari sekadar menyaksikan penderitaan ini. Dunia harus memilih untuk bersuara, bertindak, dan menjadi bagian dari solusi yang membawa kedamaian bagi Gaza, dan bukan terus mendiamkan kebrutalan yang terjadi di sana.
Maka, pertanyaan yang perlu kita jawab bersama adalah: sampai kapan warga Gaza harus seperti ini?
*sumber: Al Mayadeen