Connect with us

Opini

Tagar #IndonesiaGelap: Ketawa Sambil Nangis

Published

on

Tagar #IndonesiaGelap menggema di X, jeritan mahasiswa yang muak dengan janji-janji kosong. Bukan cuma listrik yang padam, tapi harapan rakyat yang ikut mati. Istana sibuk pamer kebijakan megah, sementara korupsi dan ketimpangan jadi nyanyian malam. Gelap bukan soal lampu mati—tapi masa depan yang dikubur jargon kosong di negeri tambang.

Jalanan penuh spanduk demo, mahasiswa menolak jadi “penutup matahari”. Ekonomi katanya tumbuh 5%, tapi beras di Pasar Minggu tembus Rp18 ribu per kilo. Statistik dilempar megah, rakyat disuruh tepuk tangan, sementara PHK di Batam merajalela. Gelapnya nyata—laporan ber-AC cuma topeng buat nutup perut kosong.

Korupsi jadi bintang utama, meski Prabowo katanya benci penyakit lama. Kasus timah Rp271 triliun lenyap di Bangka Belitung, pelakunya masih sempat selfie. Gedung DPR terang benderang, tapi duit rakyat remang-remang di kantong elit. #IndonesiaGelap cermin getir—negeri kaya nikel, miskin keadilan. Janji yang nyala, kepercayaan yang padam.

Bansos jadi bukti kepedulian, katanya. Tapi antrean di Depok bikin pingsan. Beras busuk dibagi di Karawang, katanya harus bersyukur—lebih cocok buat ayam. Rakyat sabar, pejabat naik Pajero listrik Rp2 miliar. Kesejahteraan cuma poster—bansos jadi tontonan, bukan solusi buat perut lapar.

Upah minimum naik 6,5%, diumumkan bak kado Natal dari istana. Tapi inflasi di Jawa Tengah tembus 7%, tahu tempe ikut langka. Gaji tambahan cuma buat bayar utang warung, bukan makan. #IndonesiaGelap jadi sorak rakyat—kebijakan penuh angka, hidup tetap gelap di bawah lampu mewah.

Jakarta pamer lampu surya di Monas, katanya masa depan cerah. Di Merauke, listrik cuma nyala enam jam sehari, PLN bilang hemat. Kesenjangan teriak: kota punya LED, kampung cuma petir. Gelap bukan soal listrik, tapi akses yang dipotong korupsi dan janji abadi.

Pasar ramai rebutan minyak subsidi, teriakan Ramadan menggema di Bogor. Katanya bulan berkah, tapi kemiskinan enggak puasa. Subsidi jadi lomba cepat, yang lambat pulang tangan kosong. Kesejahteraan cuma omong kosong—#IndonesiaGelap bukti, rakyat cuma penonton di negeri yang katanya adil makmur.

Kemiskinan turun jadi 9%, angka ajaib dari studio berita. Tapi di bantaran Kali Ciliwung, ribuan digusur atas nama proyek normalisasi. Miskin hanya soal definisi—tak terdata, tak ada. Statistik yang terlalu terang malah bikin rakyat buta.

Pabrik di Bekasi penuh keluhan, gaji naik tapi kerja 12 jam. Pulang malam, listrik mati, anak takut gelap di kolong tol. #IndonesiaGelap bukan sekadar tagar, tapi kenyataan—hidup diperas demi “pertumbuhan”. Katanya unggul di ASEAN, tapi unggul sengsaranya. Pejabat tepuk tangan, rakyat tepuk jidat.

Di X ramai candaan, “Kita nomor satu di ASEAN!” Nomor satu gelapnya, mungkin. Prabowo janji makan siang gratis Rp450 triliun, tapi anak-anak di NTT masih makan nasi aking. Tweet lucu, tapi sedih—gelap jadi bahan canda karena terlalu nyata. Pejabat tertawa, rapat lanjut di ruangan terang.

Mata rakyat rabun, bukan cuma gara-gara gelap. Janji “jutaan lapangan kerja” cuma poster pudar. Harapan kabur, korupsi proyek Kereta Cepat Rp1,2 triliun lebih jago matiin asa. #IndonesiaGelap jadi simbol getir—keadilan buta, kesejahteraan bisu, rakyat hanya mendengar gema kosong.

Demo mahasiswa dipuji berani, spanduk melawan gelap berkibar di Bundaran HI. Tapi setelah teriak, proyek IKN Rp466 triliun tetap jalan, rakyat tetap antre beras. Katanya masa depan cerah, tapi cuma buat yang punya saham. Gelap tetap menang—demo jadi hiburan, bukan ancaman buat kursi empuk.

Radio menyanyi optimisme, “Masa depan cerah menanti!” Cerah buat yang punya villa di Bali, mungkin. Buat rakyat biasa, petir jadi satu-satunya cahaya. Janji hilirisasi nikel Rp500 triliun gemerlap di TV, rakyat tetap miskin. #IndonesiaGelap bukti—optimisme itu mahal, lebih mahal dari utang negara.

Spanduk demo bilang, “Kami bukan penutup matahari!” Tapi matahari enggak cukup. Siang terik, malam gelap, hidup suram—semua sama saja. Pemerintah bilang ada lampu di hati, maksudnya lilin bekas kampanye. Gelap jadi nyanyian—janji gratis sekolah cuma omong kosong, angka putus sekolah di Flores malah naik.

Warteg di Tangerang sepi, minyak naik Rp17 ribu per liter. Nasi jadi kenangan, dapur padam jadi penutup matahari. Kesejahteraan cuma iklan TV, rakyat hanya penonton lapar. #IndonesiaGelap tunjukkan—gelap bukan cuma listrik, tapi mimpi yang mati di tangan proyek megah.

Bintang bersinar di langit Aceh, hanya terlihat karena harapan padam. #IndonesiaGelap jadi filosofi—keindahan hanya muncul saat kesengsaraan. Tawa terdengar, tapi sebentar—angin matikan lilin, asa ikut lenyap. Korupsi BTS Rp8 triliun bikin gelap permanen, bintang hanya saksi bisu.

Puisi pendiam tercipta: “Indonesia gelap, korupsi bernyanyi, rakyat diam.” Bait lebih jujur dibanding pidato soal masa depan. Dibaca di DPR, tepuk tangan riuh, tapi duit proyek Hambalang Rp2,5 triliun tak pernah kembali. Gelap jadi musik, rakyat cuma penonton, sambil hitung hari yang makin suram.

Listrik empat jam di Kalimantan Timur, hemat katanya—dipaksa, lebih tepat. “Matahari Terbenam” jadi lagu wajib, kreativitas lahir dari gelap. PLN bilang ini ujian sabar, tapi sabar tak bisa beli beras. #IndonesiaGelap bukti—janji industrialisasi cuma gemerlap, rakyat tetap jago nyanyi, bukan hidup.

Meme di X bilang, “PLN = Perusahaan Lampu Nyanyi.” Nyanyi janji, maksudnya. Direksi bikin lagu, “Gelap itu indah,” dari kantor terang, sementara duit rakyat Rp10 triliun lenyap di e-KTP. Rakyat cuma mendengar, sambil hitung receh. #IndonesiaGelap jadi tawa getir—ketawa sambil nangis, karena gelap terlalu nyata.

Di negeri ini, listrik mati bukan masalah utama—akal sehat yang padam lebih mengerikan. #IndonesiaGelap bukan cuma soal PLN, tapi elit yang sibuk jual mimpi dan rakyat yang terus dipaksa percaya. Janji kampanye nyala sesaat, lalu padam seperti genset kehabisan solar. Pemilu datang, spanduk janji bergelantungan, tapi rakyat tetap meraba-raba di dalam gelap. Indonesia, kau tak butuh lampu baru, kau butuh pemimpin yang tak menjual cahaya palsu. Tapi sayang, kejujuran di negeri ini lebih langka dari listrik 24 jam di Papua!

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *