Connect with us

Opini

Suriah: Ironi Perlawanan Palsu

Published

on

Dua laporan yang muncul baru-baru ini memberikan gambaran absurd tentang dinamika konflik di kawasan Timur Tengah. Di satu sisi, Israel terus melakukan invasi brutal ke Suriah, mengebom fasilitas militer strategis di dekat Damaskus, bahkan menguasai sumber daya air vital di selatan negara itu tanpa ada perlawanan berarti. Sementara itu, di perbatasan utara Lebanon, Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan kelompok bersenjata lainnya justru sibuk menyerang tentara Lebanon. Pertanyaan yang mengemuka: apakah Suriah dan HTS sudah menyerah melawan Israel, atau lebih buruk lagi, secara tidak langsung menjadi sekutunya?

Ironi ini sangat menusuk. HTS, yang sebelumnya dengan lantang berjanji akan membebaskan Palestina dari cengkeraman Israel, kini tampak lebih bersemangat menyerang Lebanon—negara yang selama ini menjadi garis depan perlawanan terhadap Israel. Tak perlu berpura-pura lupa: Lebanon adalah rumah bagi Hezbollah, kelompok yang paling efektif menahan agresi Israel dan mendukung perjuangan rakyat Palestina. Namun, bukannya bergabung dalam perlawanan, HTS justru memilih menyerang tentara Lebanon di perbatasan Baalbek.

Lalu bagaimana dengan pemerintah Suriah? Saat Israel menyerang fasilitas militer penting di dekat Damaskus, menghancurkan infrastruktur, dan menguasai sepertiga sumber daya air negara itu, Suriah malah diam seribu bahasa. Di mana suara perlawanan mereka? Tidak ada tanda-tanda rudal balasan, tidak ada pidato menggelegar tentang membela tanah air. Sementara itu, saat tentara Lebanon mencoba menjaga perbatasan mereka, Suriah dan kelompok bersenjata seperti HTS justru menambah ketegangan dengan aksi-aksi provokatif.

Kita tidak bisa melupakan janji-janji besar HTS saat mereka masih dikenal sebagai Nusra Front. Dengan slogan-slogan heroik, mereka berteriak akan menghapus Israel dari peta, akan membebaskan Gaza, dan menjadi pelindung umat Islam. Namun, apa yang terjadi setelah mereka menguasai wilayah Suriah? Mereka sibuk mengganti kurikulum pendidikan menjadi lebih ekstrem, menindas komunitas minoritas, dan melancarkan serangan sektarian. Gaza? Tak lagi masuk agenda. Yang mereka targetkan sekarang adalah Lebanon, negara kecil yang berjuang mati-matian melawan Israel di selatan dan menghadapi krisis pengungsi dari Suriah di utara.

Mungkin HTS dan pemerintah Suriah sudah merasa bahwa melawan Israel itu terlalu sulit. Mungkin mereka berpikir bahwa melawan Lebanon adalah pilihan yang lebih “mudah”—dan tentu saja, kurang berisiko. Tetapi pilihan ini mengirimkan pesan yang jelas: retorika anti-Israel yang mereka gaungkan selama bertahun-tahun hanyalah kebohongan besar. Apa yang dilakukan HTS dan Suriah sekarang lebih mirip dengan membantu Israel secara tidak langsung, mengalihkan perhatian dan sumber daya Lebanon dari konflik yang sebenarnya.

Dan mari kita bicara tentang Israel. Sementara HTS dan kelompok bersenjata lainnya sibuk menyerang Lebanon, Israel dengan tenang melanjutkan invasinya. Mereka mengambil alih dam-dam besar di Suriah selatan, menghancurkan infrastruktur penting, dan memperluas pendudukan mereka ke titik-titik strategis. Apakah HTS peduli? Tidak. Apakah Suriah peduli? Juga tidak. Alih-alih mengarahkan senjata mereka ke penjajah yang sesungguhnya, mereka memilih menambah penderitaan negara tetangga mereka.

Ironi ini tidak bisa diabaikan. HTS dan Suriah, yang seharusnya menjadi bagian dari perlawanan terhadap Israel, sekarang lebih mirip boneka yang bergerak mengikuti kepentingan mereka sendiri—atau bahkan, secara tidak langsung, kepentingan Israel. Sementara rakyat Palestina terus menderita di bawah pendudukan, dan rakyat Lebanon berjuang untuk bertahan hidup di tengah krisis ekonomi dan agresi militer, HTS dan Suriah memilih jalur pengkhianatan yang paling memalukan.

Jadi, di mana perlawanan itu? Di mana janji membebaskan Gaza? Semua itu hanyalah omong kosong belaka. Suriah dan HTS telah menunjukkan bahwa mereka lebih memilih memainkan sandiwara perlawanan palsu daripada menghadapi musuh yang sebenarnya. Dan dalam prosesnya, mereka tidak hanya mengkhianati rakyat mereka sendiri, tetapi juga seluruh kawasan yang terus berjuang untuk melawan penindasan dan pendudukan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *