Opini
Suriah al-Sharaa: Khianati Palestina, Dukung Israel

Damaskus, kota yang pernah bergema dengan semangat perlawanan terhadap Israel, kini menyimpan rahasia kelam di balik tembok-temboknya yang usang. Pemerintahan sementara Ahmad al-Sharaa, didukung Hayat Tahrir al-Sham (HTS), menahan dua pejabat senior Jihad Islam Palestina (PIJ), Khaled Khaled dan Yasser al-Zafari, tanpa alasan hukum yang jelas. Brigade Quds, sayap militer PIJ, mengecam tindakan ini sebagai pengkhianatan solidaritas Arab. Laporan The Cradle mengungkap pola sistematis: dengan dalih pragmatisme, al-Sharaa melemahkan perjuangan Palestina, menguntungkan Israel.
Suriah di bawah Bashar al-Assad adalah benteng kelompok perlawanan seperti PIJ dan PFLP-GC. Damaskus menjadi markas operasi, logistik, dan simbol perjuangan melawan pendudukan Israel. Namun, setelah HTS menggulingkan Assad, al-Sharaa mengubah arah. Penahanan Khaled, kepala operasi PIJ, dan Zafari, kepala komite organisasi, menurut Brigade Quds, dilakukan tanpa penjelasan. Ini bukan operasi keamanan biasa; ini adalah serangan terhadap pejuang Palestina yang menentang Zionisme.
Pendukung al-Sharaa berdalih bahwa tindakan ini menargetkan kelompok pro-Iran untuk menstabilkan Suriah pasca-perang. Reuters melaporkan AS mensyaratkan jarak dari kelompok-kelompok semacam itu untuk keringanan sanksi, tawaran yang menarik bagi masyarakat yang lelah konflik dan krisis ekonomi. Narasi ini membenarkan tindakan keras sebagai kebutuhan nasional, meredam kritik domestik. Namun, fakta menunjukkan sebaliknya: pejuang Palestina seperti PIJ, bukan jaringan Iran, menjadi sasaran utama, mengindikasikan agenda pro-Israel.
Tindakan represif al-Sharaa melampaui dalih anti-Iran. The Cradle melaporkan HTS menutup kantor faksi Palestina seperti Fatah al-Intifada, Al-Sa’iqa, dan PFLP-GC, menyita senjata, kendaraan, dan properti mereka. Beberapa pejabat ditempatkan di bawah tahanan rumah. Ini adalah upaya terstruktur untuk menghapus infrastruktur perlawanan Palestina di Suriah. Sementara pendukung al-Sharaa menyebut ini langkah stabilitas, sasaran utamanya adalah Palestina, memberikan keuntungan strategis kepada Israel.
Kunjungan Anggota Kongres AS Cory Mills ke Damaskus memperjelas kecenderungan pro-Israel. Dalam wawancara dengan Jusoor, Mills menyatakan al-Sharaa bersedia bekerja sama dengan Israel untuk mencegah transfer senjata melalui Suriah ke Lebanon. Israel, yang memperluas pendudukannya di Suriah selatan menurut laporan itu, telah lama menargetkan PIJ melalui serangan udara, termasuk markas mereka di Damaskus. Dengan menahan pejabat PIJ, al-Sharaa membantu Israel melemahkan musuh-musuhnya.
Brigade Quds menyuarakan kekecewaan mendalam, menyebut penahanan sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina di Gaza. Mereka menuntut pembebasan tahanan, tetapi al-Sharaa mengabaikan. Pendukungnya berargumen bahwa tindakan ini diperlukan untuk keringanan sanksi dan stabilitas. Namun, fakta bahwa pejuang Palestina menjadi sasaran utama menunjukkan prioritas sebenarnya: melemahkan perlawanan Palestina demi kepentingan Israel, bukan sekadar menekan pengaruh asing.
HTS, setelah menguasai Damaskus, memerintahkan pembubaran formasi militer Palestina. The Cradle mencatat kantor PFLP-GC disegel, dan aset seperti peralatan komunikasi disita. Penutupan ini memaksa PIJ mencari basis baru di Lebanon atau Irak, mengacaukan operasional mereka. Komunitas Palestina di Suriah, yang bergantung pada faksi-faksi ini untuk keamanan dan layanan, kini menghadapi ketidakpastian. Tindakan ini memperparah krisis kemanusiaan bagi pengungsi Palestina.
Dampaknya menghancurkan bagi perjuangan Palestina. Penyitaan aset dan penahanan pejabat memutus jaringan logistik PIJ, melemahkan kemampuan mereka melawan Israel di Gaza. The Cradle melaporkan bahwa penutupan kantor juga menghentikan program bantuan lokal yang dijalankan faksi Palestina, meninggalkan ribuan pengungsi tanpa dukungan. Dengan melemahkan Palestina, al-Sharaa secara efektif memperkuat posisi Israel, yang terus mengokohkan kontrol di Dataran Tinggi Golan.
Israel memanfaatkan situasi ini untuk memperluas pengaruhnya. Laporan The Cradle menyebutkan serangan udara Israel terhadap target PIJ di Suriah meningkat, menargetkan gudang senjata dan markas. Dengan al-Sharaa menahan pejabat Palestina dan menyita aset, Israel menghadapi lebih sedikit hambatan dalam operasinya. Tindakan Suriah ini, meskipun dibungkus narasi anti-Iran, secara langsung mendukung agenda Israel untuk menetralisir perlawanan Palestina di kawasan.
Pengkhianatan ini memicu risiko domestik. Suriah pernah menjadi simbol solidaritas Palestina, dihormati oleh warga yang melihat perjuangan Palestina sebagai cerminan identitas nasional. Tindakan al-Sharaa, yang menguntungkan Israel, dapat memicu kemarahan masyarakat. Brigade Quds menyoroti solidaritas Arab yang dikhianati. Meskipun pendukung al-Sharaa menggunakan narasi stabilitas, penahanan pejuang Palestina mengikis legitimasi pemerintahan baru di mata rakyatnya sendiri.
Narasi anti-Iran, meskipun menarik bagi pendukung al-Sharaa, tidak dapat menyembunyikan fakta. The Cradle melaporkan bahwa operasi keamanan Suriah fokus pada Palestina, bukan jaringan Iran seperti Hizbullah. Jika tujuan utama adalah stabilitas, mengapa pejuang Palestina, yang berjuang melawan Israel, menjadi sasaran? Ini menunjukkan bahwa dalih pragmatisme hanyalah kedok untuk agenda yang selaras dengan tujuan Israel, mengorbankan Palestina demi dukungan Barat.
Secara regional, tindakan al-Sharaa mengubah dinamika kekuatan. Dengan melemahkan Palestina, Suriah membantu Israel memutus pilar perlawanan terhadap pendudukan. Negara-negara Teluk, yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel, mungkin melihat al-Sharaa sebagai sekutu potensial. Namun, ini memperdalam fragmentasi dunia Arab, meninggalkan Palestina semakin terisolasi. Tindakan Suriah memperkuat poros anti-perlawanan yang dipimpin oleh AS dan Israel.
Pemerintahan al-Sharaa juga menghadapi dilema moral. Suriah, yang pernah menjadi rumah kedua bagi pengungsi Palestina, kini memusuhi pejuang mereka. The Cradle mencatat bahwa penutupan kantor faksi Palestina menghentikan distribusi bantuan ke kamp-kamp pengungsi, memperburuk penderitaan warga sipil. Dengan mengorbankan Palestina demi keringanan sanksi, al-Sharaa mengkhianati bukan hanya perjuangan bersenjata, tetapi juga kemanusiaan yang bergantung pada solidaritas Arab.
Tindakan al-Sharaa bukan sekadar respons terhadap tekanan Barat; ini adalah pengkhianatan yang disengaja. Dengan menahan pejabat PIJ dan menyita aset faksi Palestina, Suriah mempermudah Israel untuk mendominasi kawasan. Pendukung al-Sharaa mungkin membenarkan ini sebagai langkah menuju stabilitas, tetapi fakta bahwa Palestina menjadi sasaran utama mengungkap kebenaran: Suriah era al-Sharaa telah memihak Israel, mengorbankan perjuangan Palestina di altar kompromi geopolitik.
Solidaritas Palestina menuntut keberpihakan nyata, bukan retorika kosong. Suriah, yang pernah menjadi benteng perlawanan, kini menjadi musuh pejuang Palestina. Dengan menahan tokoh seperti Khaled dan Zafari, al-Sharaa melemahkan perjuangan melawan pendudukan Israel. Sejarah akan mencatat pengkhianatan ini sebagai noda kelam, ketika Suriah memilih pragmatisme di atas prinsip, meninggalkan Palestina dalam luka pengkhianatan yang tak terampuni.