Connect with us

Opini

Strategi Terintegrasi Hizbullah-Hamas: Perlawanan yang Kuat

Published

on

Hizbullah kini dinilai sebagai kelompok yang “lebih kuat dari sebelumnya,” sebagaimana dikatakan oleh Wafiq Safa, kepala Unit Koordinasi dan Hubungan Hizbullah. Pernyataan ini mengungkapkan kekuatan moral dan fisik yang dimiliki oleh organisasi tersebut setelah menghadapi agresi Israel di Lebanon. Keberhasilan Hizbullah dalam bertahan dan merespons agresi tersebut tidak lepas dari keberlanjutan aliansinya dengan berbagai kelompok perlawanan lainnya, khususnya Hamas.

Keberlanjutan aliansi antara Hizbullah dan Hamas bukanlah hal baru dalam geopolitik Timur Tengah. Namun, pernyataan Safa dan Syaikh Naim Qassem—pemimpin Hizbullah—memberikan gambaran baru tentang bagaimana kedua kelompok ini saling mendukung dalam menghadapi agresi zionis. Syaikh Naim menegaskan, “Perlawanan adalah satu-satunya opsi kami untuk membebaskan tanah dan kedaulatan kami.” Kalimat ini menggambarkan tekad dan kesatuan yang kuat antara kelompok perlawanan di wilayah tersebut.

Hamas, juga menegaskan komitmennya untuk melawan penjajahan Israel dan mendukung perjuangan Palestina. Raafat Marra, seorang pejabat senior Hamas, dengan tegas menyatakan bahwa siapa pun yang menganggap perlawanan ini telah kalah adalah “terpedaya.” Ungkapan ini mencerminkan bahwa meskipun menghadapi banyak tantangan, perlawanan terhadap Israel tetap hidup, bahkan berkembang, berkat kekuatan moral dan solidaritas yang dibangun oleh Hizbullah dan Hamas.

Strategi perlawanan ini lebih dari sekadar sebuah sikap; ini adalah gabungan dari kekuatan militer, politik, dan sosial yang terintegrasi. Hizbullah tidak hanya fokus pada pertempuran fisik, namun juga memainkan peran penting dalam membangun ketahanan rakyat Lebanon, sekaligus memperluas pengaruhnya di wilayah lain. Seperti yang dikatakan oleh Syaikh Naim, “Perlawanan adalah proyek pembebasan kami, dan kami akan terus melanjutkannya.” Ini menunjukkan bahwa Hizbullah dan Hamas bukan hanya sekadar aktor militer, tetapi juga aktor politik yang mendalam.

Safa dalam wawancaranya juga menegaskan bahwa Hizbullah kini memiliki kapasitas yang cukup untuk menghadapi agresi Israel jika diperlukan. Kemampuan ini tak hanya mengandalkan kekuatan senjata, tetapi juga penguasaan strategi perlawanan yang telah teruji di berbagai medan. Keputusan ini, menurut Syaikh Naim, sepenuhnya ada di tangan pimpinan Hizbullah. Mereka menentukan kapan dan bagaimana harus bertindak—sebuah bentuk disiplin dan kontrol yang sangat terstruktur dalam organisasi ini.

Namun, penting untuk melihat aliansi ini dalam konteks lebih luas. Kekuatan Hizbullah dan Hamas tidak bisa dipandang sebagai fenomena yang terpisah dari perjuangan global melawan imperialisme. Seperti yang disampaikan Syaikh Naim, meskipun kesulitan yang dihadapi sangat besar, namun “moral kami tetap tinggi.” Inilah inti dari perlawanan mereka—kemampuan untuk tetap berdiri tegak meski dalam situasi yang penuh tekanan dan kekerasan.

Selain itu, peran Syahid Qassim Soleimani dalam strategi ini tidak bisa diabaikan. Syahid Soleimani, yang sangat dihormati oleh Hizbullah, memainkan peran penting dalam mengarahkan perlawanan ini di wilayah Timur Tengah. Menurut Syaikh Naim, Syahid Soleimani berhasil memunculkan kembali perjuangan Palestina ke pusat perhatian internasional, dengan menggali potensi strategis dari setiap kelompok perlawanan di kawasan tersebut.

Kekuatan strategis ini terbukti pada 2024 ketika Hizbullah berhasil menahan agresi Israel, yang tidak mampu maju lebih dari beberapa ratus meter di garis depan. Dalam pernyataan Syaikh Naim, “Israel harus meminta gencatan senjata karena perlawanan kami.” Ini bukan hanya soal kemenangan militer, tetapi juga soal keberhasilan mengubah keseimbangan politik di wilayah ini, yang kini semakin menguntungkan pihak perlawanan.

Aliansi Hizbullah dan Hamas memperlihatkan kepada dunia bahwa perlawanan terhadap Israel dan AS bukanlah sesuatu yang bisa dengan mudah dihentikan. Perlawanan ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga mencakup dimensi sosial, politik, dan diplomatik yang sangat penting. Ini adalah gambaran dari sebuah strategi yang tidak hanya bertumpu pada senjata, tetapi juga pada solidaritas dan persatuan antara kelompok perlawanan yang berbeda.

Secara keseluruhan, perlawanan yang dilakukan oleh Hizbullah dan Hamas adalah cermin dari strategi terintegrasi yang kuat, yang mencakup banyak aspek kehidupan dan perjuangan rakyat. Di tengah-tengah semua perbedaan dan tantangan, kedua kelompok ini membuktikan bahwa solidaritas dan komitmen terhadap kebebasan dan kedaulatan menjadi pilar utama yang tak tergoyahkan dalam menghadapi agresi zionis. Inilah yang membedakan mereka: bukan hanya kekuatan militer, tetapi juga ketahanan moral dan keberanian untuk terus berjuang tanpa henti.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *