Connect with us

Opini

Solusi Akhir Versi Trump: Gaza Jadi Real Estate Mewah

Published

on

The Wall Street Journal melaporkan bahwa pemerintahan Donald Trump telah mengajukan paket bantuan militer baru senilai satu miliar dolar untuk “Israel”. Paket ini mencakup ribuan bom seberat 1.000 pon dan buldoser lapis baja. Dengan dalih perdamaian, Trump justru mempercepat kehancuran. Tampaknya, dalam kamusnya, “perdamaian” adalah sinonim dari lebih banyak ledakan.

Pernyataan Trump ini sungguh revolusioner. Ia tidak hanya memberikan senjata untuk mempercepat penghancuran, tetapi juga mengusulkan solusi unik: “membersihkan” Gaza agar lebih bernilai. Perdamaian, menurutnya, bukanlah negosiasi atau keadilan, melainkan menjadikan Gaza lahan kosong yang siap digarap oleh investor real estate.

Donasi ke Vichara via Saweria

Dukung Vichara dengan berdonasi 💛

Jared Kushner, menantu dan penasihat setianya, tampaknya juga sudah memikirkan hal yang sama. Ia membayangkan Gaza sebagai properti bernilai tinggi, tentu saja setelah “dilepaskan” dari beban manusia yang selama ini tinggal di sana. Jadi, bagi mereka, solusi terbaik bukan menghentikan perang, tetapi memastikan tak ada lagi rakyat Palestina untuk diperangi.

AS tidak hanya mengirimkan bom untuk “memuluskan” proses ini, tetapi juga buldoser lapis baja dari Caterpillar. Alat berat ini bukan sekadar mesin penghancur, tetapi juga simbol efisiensi modern: rumah-rumah Palestina dapat diratakan dengan tanah dalam hitungan menit, membuka lahan luas untuk proyek properti ala Dubai versi Netanyahu dan Trump. Perdamaian dalam bentuk kehancuran.

Jika rencana ini berjalan lancar, Gaza bisa berubah menjadi destinasi wisata kelas dunia. Tanpa penduduk asli yang mengganggu, investor global akan berbondong-bondong menanam modal. Lapangan golf, restoran bintang lima, hingga apartemen eksklusif bisa dibangun di atas tanah yang sebelumnya penuh reruntuhan dan darah. Begitulah wajah perdamaian versi Washington—tanah subur bagi investasi, bukan bagi kehidupan manusia.

Namun, ada satu kendala kecil: Mesir dan Yordania tampaknya tidak tertarik dengan tawaran Trump untuk menerima pengungsi Gaza. Presiden Mesir el-Sisi menyebut gagasan itu sebagai “ketidakadilan” yang membahayakan keamanan nasional. Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi juga menegaskan bahwa solusi Palestina harus tetap berada di tanah Palestina, bukan dengan memindahkan rakyatnya.

Tentu saja, keberatan ini hanyalah gangguan kecil bagi Trump dan Netanyahu. Jika Mesir dan Yordania menolak, mungkin bisa dicari alternatif lain. Mungkin bisa dikirim ke gurun pasir di mana mereka tidak akan mengganggu prospek investasi properti di Gaza? Lagi pula, Gaza yang kosong adalah Gaza yang damai—begitulah logika bengkok para arsitek perang ini.

Dalam pidatonya, Trump menggambarkan Gaza sebagai “demolition site”—sebuah lokasi pembongkaran besar-besaran. Ini bukan hanya pengakuan atas kehancuran yang sedang berlangsung, tetapi juga undangan terbuka bagi pengembang properti untuk datang dan membangun sesuatu yang lebih “produktif”. Selamat tinggal kamp pengungsi, selamat datang pabrik bom dan kawasan industri perang.

Netanyahu menyambut hangat keputusan Trump untuk melanjutkan pengiriman bom. Dengan penuh rasa syukur, ia berterima kasih karena AS terus memberi “alat” yang dibutuhkan untuk melindungi “Israel” dan menciptakan perdamaian. Perdamaian versi Netanyahu tampaknya berarti menghilangkan semua hambatan, termasuk manusia yang dianggap tidak cocok dengan peta geopolitik baru.

Mungkin dalam beberapa tahun ke depan, kita akan melihat brosur wisata bertuliskan “Selamat Datang di Gaza Baru! Dulu Zona Konflik, Kini Surga Investasi”. Turis dari seluruh dunia bisa bersantai di pantai yang sebelumnya dipenuhi puing-puing perang. Tidak akan ada anak-anak berlarian, tidak ada warga yang menangis di antara reruntuhan, karena mereka sudah “dipindahkan” atau lebih buruk lagi, “dibersihkan” dengan bom.

Sementara itu, dunia akan terus sibuk berdebat di forum internasional, mengeluarkan kecaman yang tak pernah ada konsekuensinya. Zionis akan terus menekan dengan dalih keamanan, dan Trump akan terus berbicara tentang proyek-proyek impian yang menguntungkan. Perdamaian yang dijanjikan hanyalah bualan kosong yang diterjemahkan ke dalam lebih banyak perang dan kehancuran.

Namun, Palestina tentu tidak akan tinggal diam. Sejarah telah menunjukkan bahwa setiap kali rakyat Palestina ditekan, mereka selalu menemukan cara untuk melawan. Keputusan Trump ini bukan hanya sekadar kebijakan berbahaya, tetapi juga seperti menyiram bensin ke dalam api yang menyala. Perlawanan Palestina akan terus tumbuh, dan konflik akan semakin memburuk.

Solusi akhir versi Trump telah ditetapkan: Gaza bukan lagi rumah bagi rakyat Palestina, tetapi peluang emas bagi para pengembang properti. Dunia hanya tinggal menunggu, apakah ini akan menjadi kenyataan atau sekadar mimpi buruk yang terus berulang, genosida baru versi Trump.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Populer