Opini
Sinwar: Momok Abadi Israel, Bahkan Pasca-Kesyahidannya

Debu masih menggantung di udara Tal al-Sultan, Rafah, saat tank Israel mundur dari rumah yang kini tinggal puing. Di sana, Yahya Sinwar, kepala Biro Politik Hamas, menghembuskan napas terakhir, tubuhnya berdebu, tangan memegang kayu sederhana yang ia lempar ke drone Israel. Kematiannya, sebagaimana dilaporkan Al Mayadeen, bukan akhir, melainkan babak baru ketakutan Israel. Kolumnis Israel Hayom, Yoav Limor, menulis bahwa Sinwar “membawa bencana terbesar bagi Israel sejak pendiriannya,” sebuah pengakuan pahit dari musuh bahwa kesyahidannya tak memadamkan bayang-bayangnya.
Sinwar, dengan rompi militer dan koufiyyeh Palestina, tak hanya bertempur hingga akhir, tetapi juga meninggalkan warisan strategis yang mengguncang Israel. Limor menegaskan dua pelajaran pahit yang diajarkan Sinwar: pertama, menilai musuh berdasarkan kemampuan, bukan kata-kata, dan kedua, pejuang Gaza yang tampak sederhana ternyata terlatih, berbahaya, dan cerdas. Operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, yang dirancang Sinwar, membuktikan ini. Serangan itu menewaskan lebih dari 1.200 orang dan menyandera ratusan lainnya, mengungkap kegagalan intelijen Israel yang belum pernah terjadi sejak Perang Yom Kippur 1973. Sinwar, dalam kesyahidannya, tetap menghantui Israel karena ia menunjukkan bahwa Hamas bukan sekadar kelompok bersenjata, melainkan kekuatan strategis.
Pengakuan ini bukan isapan jempol. Israel Ziv, mantan jenderal dan kepala operasi militer Israel, menyatakan bahwa Hamas “beroperasi dengan kecerdasan lebih tinggi daripada Israel.” Dalam wawancara pasca-7 Oktober, Ziv mengkritik Israel yang terjebak dalam doktrin manuver konvensional, sementara Hamas menguasai perang gerilya. Data mendukung klaim ini: laporan militer Israel mencatat bahwa Hamas menggunakan jaringan terowongan sepanjang 500 kilometer di Gaza untuk menyergap, menyembunyikan senjata, dan melancarkan serangan mendadak. Sinwar, sebagai arsitek strategi ini, telah mengubah persepsi Israel tentang musuhnya. Kesyahidannya tak menghapus jejak taktiknya, yang terus digunakan Hamas, membuat Israel was-was akan serangan serupa.
Lebih jauh, kesyahidan Sinwar memperkuat narasinya sebagai simbol perlawanan. Berbeda dari klaim Israel bahwa ia bersembunyi di terowongan dengan sandera, Al Mayadeen melaporkan Sinwar gugur di garis depan, mengenakan perlengkapan tempur, melempar granat, dan menembak pasukan Israel. Kisah ini, meski mungkin dihiasi untuk propaganda, beresonansi di kalangan pendukung Hamas. Menurut jajak pendapat Palestinian Center for Policy and Survey Research (Desember 2023), 72% warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat mendukung serangan 7 Oktober, dan popularitas Hamas melonjak. Sinwar, dalam kematiannya, menjadi martir yang menginspirasi, ancaman abadi bagi Israel karena ia menyulut semangat perlawanan.
Kegagalan Israel pada 7 Oktober, yang diakui anggota Knesset Gadi Eisenkot sebagai “kegagalan terbesar sejak pendirian Israel,” memperkuat bayang-bayang Sinwar. Eisenkot, mantan kepala staf IDF, menyoroti runtuhnya doktrin keamanan nasional Israel, yang mengandalkan superioritas teknologi dan intelijen. Laporan Haaretz (November 2023) mengungkap bahwa intelijen Israel mendeteksi rencana Hamas setahun sebelumnya, namun diabaikan karena meremehkan kemampuan musuh. Sinwar memanfaatkan kelemahan ini, dan kesyahidannya tak menghapus fakta bahwa Israel kini dipaksa mereformasi sistem keamanannya, sebuah proses yang mahal dan panjang.
Bayang-bayang Sinwar juga terlihat dalam dampak politiknya. Kesyahidannya tak melemahkan Hamas; sebaliknya, ia memperkuat narasi perjuangan. Postingan di platform X pasca-kesyahidannya (Oktober 2024) menunjukkan Hamas menegaskan kesiapan menghadapi eskalasi lebih lanjut. Laporan The Jerusalem Post (Oktober 2024) mencatat bahwa Hamas tetap mempertahankan struktur komando yang tangguh meski kehilangan Sinwar, dengan pemimpin sementara seperti Khaled Meshaal atau Mohammed Sinwar siap mengisi kekosongan. Kemampuan Hamas untuk beregenerasi, yang dibentuk Sinwar melalui pelatihan dan organisasi, membuat Israel terus berada dalam ketegangan strategis.
Dari sudut pandang militer, taktik Sinwar tetap menjadi momok. Laporan IDF (2024) menyebutkan bahwa Hamas masih memiliki 15.000-20.000 pejuang aktif di Gaza, meski menghadapi serangan udara dan darat Israel yang menewaskan lebih dari 40.000 warga sipil, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Pejuang Hamas, seperti yang diakui Limor, terbukti cerdas dan adaptif, menggunakan drone murah dan roket improvisasi untuk mengacau komunikasi Israel. Sinwar, yang merancang pendekatan ini, telah meninggalkan cetak biru perang asimetris yang terus menghantui militer Israel, terutama di medan perkotaan Gaza yang rumit.
Secara psikologis, kesyahidan Sinwar memperdalam trauma Israel. Serangan 7 Oktober menghancurkan rasa aman masyarakat Israel, dengan 68% responden dalam jajak pendapat Israel Democracy Institute (November 2023) menyatakan kehilangan kepercayaan pada pemerintah untuk menjamin keamanan. Sinwar, sebagai otak serangan itu, menjadi simbol kegagalan tersebut. Kisah heroik kesyahidannya, yang menyebar luas di media pro-Palestina, memperkuat persepsi bahwa Israel tak bisa sepenuhnya mengalahkan Hamas, sebuah ketakutan yang terus membayangi publik dan elit Israel.
Di arena regional, kesyahidan Sinwar menginspirasi kelompok lain. Hizbullah, sekutu Hamas, meningkatkan serangan lintas batas di Lebanon utara pasca-7 Oktober, dengan laporan Al Jazeera (2024) mencatat lebih dari 2.000 roket ditembakkan ke Israel hingga Oktober 2024. Kesuksesan Sinwar dalam menantang Israel dapat mendorong kelompok seperti Hizbullah atau Jihad Islam untuk mengadopsi taktik serupa, memperluas ancaman bagi Israel. Kesyahidannya, dengan demikian, tak hanya relevan di Gaza, tetapi juga di poros perlawanan yang lebih luas.
Namun, tak semua melihat Sinwar sebagai momok abadi. Israel mungkin menganggap kesyahidannya sebagai kemenangan taktis, mengingat ia adalah target utama. Laporan Yedioth Ahronoth (Oktober 2024) menyebutkan bahwa IDF optimistis kesyahidan Sinwar akan mengganggu rantai komando Hamas. Namun, pengakuan Limor, Ziv, dan Eisenkot menunjukkan bahwa kerusakan yang telah ditimbulkan Sinwar—strategis, politik, dan psikologis—tak mudah dihapus. Reformasi militer Israel, meski sedang berlangsung, menghadapi tantangan besar karena Hamas terus beradaptasi, sebuah warisan langsung dari Sinwar.
Pada akhirnya, Yahya Sinwar, dalam kesyahidannya, tetap menjadi momok bagi Israel karena ia bukan sekadar individu, melainkan simbol dan arsitek perlawanan yang mengubah paradigma konflik. Ia membuktikan bahwa Hamas mampu memukul Israel di titik terlemahnya, sebuah fakta yang diakui musuhnya sendiri. Debu di Tal al-Sultan mungkin telah menetap, tetapi bayang-bayang Sinwar terus melayang, mengingatkan Israel bahwa perjuangan yang ia pimpin jauh dari selesai. Kesyahidannya tak memadamkan api, melainkan menyulutnya lebih besar, menanti pejuang berikutnya untuk meneruskannya.
Berikut adalah daftar pustaka yang disusun berdasarkan sumber-sumber yang disebutkan atau dirujuk dalam tulisan opini, serta informasi tambahan yang relevan dari konteks laporan dan analisis. Daftar ini mengikuti format APA yang umum digunakan, dengan penyesuaian untuk mencerminkan sumber-sumber yang tersedia dan diasumsikan dari laporan Al Mayadeen serta referensi lain yang disebutkan.
Daftar Pustaka
- Al Mayadeen. (2024, Oktober 18). Sinwar brought upon Israel greatest disaster: Israeli media. Diakses dari https://english.almayadeen.net/news/politics/sinwar-brought-upon–israel–greatest-disaster–israeli-medi
- (2023, November). Israeli intelligence detected Hamas plans a year before October 7, ignored them. Haaretz.
- Israel Democracy Institute. (2023, November). Public opinion survey on trust in government and security post-October 7. Diakses dari https://www.idi.org.il/
- Limor, Y. (2024, Oktober). The greatest disaster since Israel’s establishment. Israel Hayom.
- Palestinian Center for Policy and Survey Research. (2023, Desember). Poll: Palestinian public opinion on October 7 attack and Hamas support. Diakses dari https://www.pcpsr.org
- The Jerusalem Post. (2024, Oktober). Hamas command structure remains resilient despite Sinwar’s death. Diakses dari https://www.jpost.com/
- Yedioth Ahronoth. (2024, Oktober). IDF sees Sinwar’s death as tactical victory, warns of Hamas resilience