Opini
Siapa Sebenarnya Ancaman Global? Israel atau Ansarullah?

Oleh: Lutfi Awaludin Basori
Gideon Sa’ar, Menteri Luar Negeri Israel, baru-baru ini membuat sebuah pernyataan yang, sejujurnya, agak membingungkan. Di laporkan Al-Jazeera, dia mengatakan bahwa kelompok Ansarullah Yaman adalah “ancaman” bagi komunitas internasional. Serius? Mungkin Sa’ar sedang melupakan satu hal besar: siapa sebenarnya yang lebih sering menyulut api ketegangan di kawasan Timur Tengah? Apakah benar Ansarullah yang mengancam dunia internasional, atau justru Israel dengan kebijakan agresif dan ekspansionisnya yang terus memperburuk segalanya?
Mari kita coba bayangkan sebuah adegan. Bayangkan jika Anda adalah seorang warga di Gaza, Lebanon, atau bahkan Suriah, yang rumah dan tanahnya terus-menerus dibombardir oleh Israel. Anda hidup di bawah bayang-bayang serangan militer yang tak berkesudahan, dan kemudian, datanglah sebuah klaim dari seorang pejabat tinggi Israel yang mengatakan bahwa Ansarullah, yang jauh di Yaman, adalah ancaman. Lalu, kita bertanya, “Tunggu dulu, bukankah yang mengancam perdamaian dan stabilitas di kawasan ini justru Israel sendiri?”
Israel mengklaim bahwa serangan Ansarullah ke wilayah mereka adalah sebuah ancaman tak terprovokasi. Tapi mari kita lihat fakta yang lebih jelas. Berapa banyak serangan yang dilancarkan oleh Israel terhadap Palestina, Lebanon, dan Suriah? Bukankah ini semua adalah balasan terhadap kebijakan Israel yang terus menekan dan memperpanjang penderitaan di wilayah-wilayah tersebut? Apakah tidak ironis ketika sebuah negara yang selama puluhan tahun menduduki wilayah orang lain, merampas tanah, dan menyerang negara tetangganya, malah berdiri di atas podium dan menyebut diri mereka korban? Seolah-olah mereka tidak pernah menyalakan api konflik ini sejak awal.
Pernyataan Sa’ar seperti seorang maling yang berteriak “maling!”—terlalu cepat menyalahkan orang lain, padahal kebijakan Israel sendiri yang terus membakar wilayah-wilayah tetangga mereka. Kalau kita benar-benar ingin membahas siapa yang membahayakan perdamaian internasional, Israel tidak bisa lepas dari tanggung jawabnya. Agresi terhadap Gaza, serangan ke Suriah, dan pendudukan wilayah Palestina—semua itu adalah kenyataan yang terus berlangsung. Dan meskipun Sa’ar berusaha mengalihkan perhatian dengan membahas Ansarullah, tidak ada yang bisa menutupi kenyataan bahwa Israel lah yang lebih sering melakukan provokasi.
Namun, dampak dari pernyataan Sa’ar ini tidak hanya akan mencoreng citra Israel lebih dalam lagi, tetapi juga bisa memperburuk ketegangan yang sudah ada. Ansarullah, atau lebih tepatnya, mereka yang berjuang di bawah bendera perlawanan terhadap Israel, telah sejak lama berperang dengan rezim agresor ini. Pencaplokan wilayah, penganiayaan terhadap rakyat Palestina, dan campur tangan militer di negara-negara seperti Suriah dan Lebanon adalah noda besar yang tak bisa dihapus hanya dengan mengatakan siapa yang lebih berbahaya. Pernyataan semacam ini justru bisa memicu ketegangan lebih lanjut, menciptakan lebih banyak kebencian, dan memperdalam rasa ketidakadilan di dunia Arab dan Muslim.
Bagi Ansarullah, tuduhan semacam ini bisa memperkuat narasi perjuangan mereka, membuat mereka merasa lebih dibenarkan dalam melanjutkan perlawanan terhadap Israel. Ini bukan hanya soal balas dendam atas serangan terhadap mereka, tapi juga soal solidaritas dengan Palestina dan negara-negara yang terpinggirkan. Bagi mereka, pernyataan ini adalah bahan bakar untuk memperkuat legitimasi perjuangan mereka, dan bisa mendorong lebih banyak dukungan, baik lokal maupun internasional.
Bagi kawasan Timur Tengah, ini bisa semakin mempersulit stabilitas yang sudah rapuh. Kepercayaan terhadap Israel yang semakin menguat sebagai kekuatan agresif dapat memicu solidaritas antarnegara yang melawan dominasi Israel, serta memperkuat posisi kelompok-kelompok yang menentang kebijakan internasional yang mendukung Israel. Negara-negara Arab, seperti Yaman, yang sudah lama terlibat dalam konflik dengan Israel, bisa semakin mempertegas posisi mereka dalam menghadapi agresi ini.
Dampak globalnya? Jelas, ini bisa semakin merusak hubungan internasional. Peran Israel dalam konflik ini sudah cukup diketahui dunia; namun, dengan pernyataan yang tak seimbang dan penuh retorika semacam ini, mereka hanya membuat citra mereka semakin buruk di mata dunia yang semakin sensitif terhadap kebijakan agresi dan penindasan. Alih-alih mencari jalan menuju perdamaian, Sa’ar tampaknya lebih suka membakar jembatan dengan dunia internasional, terutama dengan negara-negara yang mendukung Palestina.
Sekarang, mari kita pertimbangkan, apakah pernyataan Sa’ar ini bisa dikategorikan sebagai propaganda? Tentu saja, jawabannya bisa ya. Dalam dunia politik, kita sering melihat bagaimana narasi diputar untuk membentuk opini publik sesuai dengan kepentingan tertentu. Dengan menyebut Ansarullah sebagai “ancaman”, Sa’ar jelas sedang mencoba mengalihkan perhatian dari kebijakan agresif Israel dan menggambarkan dirinya dan negaranya sebagai korban. Ini adalah cara licik untuk membenarkan tindakan mereka yang semakin dipertanyakan oleh dunia internasional. Sebuah propaganda yang penuh dengan kebohongan yang disajikan dengan halus, berharap bisa mengubah pandangan dunia terhadap siapa yang sebenarnya menjadi ancaman.
Pada akhirnya, dunia ini lebih membutuhkan negara yang mau bertanggung jawab dan menghentikan kebijakan yang merusak perdamaian, daripada negara yang sibuk mencari kambing hitam di luar negeri untuk menutupi kebijakan mereka sendiri yang penuh kekerasan. Jika Israel benar-benar ingin dihormati sebagai negara yang berkomitmen terhadap perdamaian, mungkin saatnya mereka berhenti berteriak “ancaman” dan mulai introspeksi atas peran mereka sendiri dalam menciptakan ketegangan global.
Pingback: Mengapa Ansarullah Yaman Tak Takut Serangan Israel?