Connect with us

Opini

Setelah Suriah, Mesir Menjadi Target Berikutnya?

Published

on

Pernyataan dari Ahmed al-Mansour, “It’s your turn, Dictator,” memicu perbincangan mengenai kemungkinan Mesir menjadi target perubahan besar setelah Suriah. Al-Mansour, seorang mantan pejuang pemberontak Suriah, kini menyoroti pemerintahan Presiden Abdel Fattah el-Sisi, yang sudah berkuasa selama lebih dari satu dekade. Seruan ini, yang menyerupai slogan yang digunakan dalam Revolusi Suriah 2011, menunjukkan ketidakpuasan mendalam terhadap rezim yang berkuasa.

Mesir, di bawah kepemimpinan Sisi, tengah menghadapi berbagai masalah serius, mulai dari krisis ekonomi hingga ketegangan sosial. Inflasi yang melonjak, utang luar negeri yang membengkak, dan pengangguran yang tinggi menjadi beberapa isu utama yang membuat rakyat semakin frustrasi. Selain itu, kebijakan represif terhadap oposisi politik dan media membuat banyak pihak merasa tidak aman untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka.

Namun, meskipun ada potensi ketidakpuasan yang besar, perubahan seperti yang terjadi di Suriah bukanlah hal yang mudah direalisasikan di Mesir. Sebagai negara dengan lebih dari 109 juta jiwa, Mesir memiliki kompleksitas sosial dan politik yang jauh berbeda dibandingkan Suriah. Meskipun protes dan ketidakpuasan terhadap Sisi terus berkembang, kekuatan oposisi yang terorganisir masih belum mampu menggoyahkan cengkeraman rezim.

Bukan tanpa alasan, setelah kejatuhan Assad, Sisi mulai waspada terhadap potensi ancaman yang datang dari dalam negeri. Pemerintah Mesir dilaporkan mulai mengidentifikasi dan mengawasi warganya yang bergabung dengan pemberontak Suriah. Ini menunjukkan kecemasan rezim terhadap gelombang gerakan yang dapat menular dari Suriah ke Mesir. Langkah-langkah represif ini menjadi indikasi bahwa Sisi sangat sadar akan potensi perlawanan yang bisa mengancam posisinya.

Penting untuk dicatat bahwa meskipun seruan al-Mansour dan para pendukungnya memicu perhatian, gambaran besar situasi Mesir tidak sesederhana itu. Mesir tidak hanya memiliki tantangan internal, tetapi juga melibatkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi dinamika politiknya. Hubungan dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Arab Saudi juga memengaruhi stabilitas politik negara ini, memberikan dukungan kepada Sisi meskipun ada kritik terhadap pemerintahannya.

Namun, tidak bisa diabaikan bahwa ketidakpuasan rakyat Mesir terus berkembang. Dengan semakin terbatasnya ruang gerak untuk oposisi, terutama setelah revolusi 2011 yang berakhir dengan kudeta militer, banyak yang merasa bahwa hanya ada sedikit harapan untuk perubahan damai. Seruan al-Mansour yang menuntut pengunduran diri Sisi, pemulihan prinsip-prinsip revolusi 2011, dan pembebasan tahanan politik, menggambarkan kegelisahan yang mengakar di masyarakat.

Namun, ada satu pertanyaan besar yang harus dijawab: Apakah Mesir siap untuk menghadapi perubahan besar seperti yang terjadi di Suriah? Revolusi dan perubahan politik bukanlah proses yang terjadi dalam semalam, terutama di negara dengan sistem yang sangat terkonsolidasi seperti Mesir. Terlebih lagi, perbedaan antara situasi di Suriah dan Mesir sangat jelas, terutama dalam hal dukungan internasional yang diterima oleh rezim Sisi.

Banyak yang melihat situasi Mesir sebagai cerminan dari ketegangan geopolitik yang lebih luas di dunia Arab. Sementara Suriah dan negara-negara lain mengalami gejolak besar, Mesir tetap mempertahankan kestabilan relatif meskipun ada krisis internal. Tetapi meskipun kestabilan itu ada, pertanyaan mengenai ketidakpuasan yang meluas dan ketidakadilan sosial tetap menjadi ancaman serius bagi rezim yang ada.

Seruan al-Mansour dan pernyataan “It’s your turn, Dictator” menjadi semacam pemicu bagi gerakan yang lebih luas di dunia Arab, namun untuk Mesir, revolusi atau perlawanan besar mungkin memerlukan lebih dari sekadar slogan. Proses perubahan akan melibatkan kekuatan sosial yang terorganisir, tetapi juga faktor-faktor eksternal yang berperan dalam menentukan masa depan politik negara ini.

Dengan segala tantangan yang dihadapi, Mesir masih berada di persimpangan jalan. Ke depannya, apakah seruan tersebut akan menemukan momentum yang cukup untuk menggulingkan Sisi atau justru menciptakan ketegangan yang lebih besar, masih menjadi pertanyaan terbuka. Namun, satu hal yang pasti, Mesir akan terus berada di pusat perhatian dunia Arab, dan perjalanan politik negara ini akan terus dipantau dengan seksama.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *