Connect with us

Opini

Selamat Datang di Eropa, Kecuali Anda Warga Israel

Published

on

Di tengah gejolak kekerasan yang terjadi di Gaza, dunia Eropa seolah memberikan pelajaran kepada Israel dengan cara yang mungkin tak pernah mereka bayangkan: diusir dari hotel. Ya, Anda tidak salah baca. Jika Anda seorang warga Israel yang berencana liburan ke Eropa, Anda mungkin akan mendapat sambutan yang kurang ramah—”Maaf, kami tidak melayani Anda di sini”. Sebuah hotel di Italia, misalnya, mengirim pesan kepada para wisatawan Israel yang baru saja memesan kamar dengan teks yang cukup jelas: “Selamat pagi, kami memberitahukan bahwa warga Israel, yang bertanggung jawab atas genosida, tidak diterima sebagai tamu di hotel kami. Jika Anda ingin membatalkan pemesanan, kami akan dengan senang hati melakukannya dan memberikan pembatalan gratis.” Bagaimana rasanya, ya, ketika rasa ‘welcoming’ itu berubah menjadi penolakan total?

Ini bukan sekadar masalah hotel yang kecewa karena kurangnya promosi. Ini tentang dampak nyata dari kebijakan genosida Israel yang terus berlanjut di Gaza, yang telah membuat warga Israel semakin “tidak diinginkan” di Eropa. Channel 12 Israel bahkan melaporkan bahwa semakin banyak hotel di Eropa yang menolak tamu Israel, karena semakin banyak orang yang merasa perlu untuk menahan diri dari memberikan kenyamanan bagi mereka yang, dalam pandangan banyak orang, terlibat langsung dalam kebijakan pembantaian di Palestina. Penolakan ini lebih dari sekedar sikap pribadi; ini adalah protes kolektif terhadap kebijakan yang tidak manusiawi.

“Jangan Ajak Kami Bicara Tentang Anti-Semitisme!”

Namun, seperti yang sering terjadi, mereka yang tidak ingin melihat kenyataan ini, terutama di Israel, langsung menuduh segala bentuk protes sebagai antisemitisme. Menariknya, ketika demonstrasi terjadi di Amsterdam, di mana para pengunjuk rasa menuntut pertanggungjawaban atas tindakan Israel, seorang pakar dari Israel dengan bijak berkata: “Ini bukan anti-Semitisme, ini anti-Zionisme.” Dr. Maya Sion-Tzidkiyahu, kepala program Hubungan Israel-Eropa di think tank Mitvim, dengan tegas menggarisbawahi bahwa protes ini lebih merupakan bentuk penolakan terhadap kebijakan Israel dan bukan terhadap warga Yahudi secara keseluruhan. Mungkin mereka lupa, di balik slogan “Hentikan Genosida”, ada suara-suara yang ingin menunjukkan bahwa mereka tidak menentang orang-orang Yahudi, tetapi kebijakan negara yang mereka rasa telah melampaui batas.

Eropa dan Pintu yang Tertutup untuk Israel: Mengapa Ini Muncul?

Mari kita berbicara tentang protes ini dalam konteks yang lebih besar. Saat Gaza menderita, warganya terus dibantai, dan dunia internasional mulai merasa terganggu oleh kebijakan Israel, masyarakat Eropa tidak tinggal diam. Mereka mulai mengajukan pertanyaan moral yang sulit diabaikan: Apakah kita akan terus mendukung sebuah negara yang melakukan pembantaian terhadap rakyat Palestina? Jika dunia tidak bisa memaksa Israel untuk menghentikan tindakan ini melalui jalur diplomatik atau melalui sanksi internasional, maka mereka yang tinggal di luar negeri—khususnya di Eropa—mulai mengambil tindakan sendiri. Sebuah hukuman sosial yang mungkin terasa berat, tapi mungkin satu-satunya cara untuk mengingatkan Israel bahwa mereka tidak bisa bebas dari konsekuensi kebijakan mereka.

Sebagai contoh, di Amsterdam, terjadi kerusuhan setelah para penggemar sepak bola Israel mengusik kedamaian dengan menurunkan bendera Palestina dan mengeluarkan slogan-slogan provokatif. Setelah itu, bentrokan pun pecah di Paris, dan masyarakat Eropa mulai bertanya, “Sampai kapan kita harus diam ketika orang-orang ini memicu kekerasan, dan negara mereka terlibat dalam kejahatan perang?”

Eropa, Tanah Sementara untuk Warga Israel?

Israel mungkin merasa tidak nyaman dengan perkembangan ini, tetapi inilah konsekuensinya jika Anda terus-menerus menutup mata terhadap kemanusiaan. Saat kebijakan negara Anda mengarah pada genosida, masyarakat dunia, termasuk mereka yang berada jauh dari Gaza, mungkin akan berkata, “Kami tidak akan diam. Kami tidak akan menerima orang-orang yang mewakili negara yang telah melakukan kejahatan ini.” Penolakan terhadap warga Israel di luar negeri, meskipun mungkin tidak sepenuhnya adil untuk individu yang tidak terlibat langsung, merupakan bentuk protes moral yang tak bisa diabaikan. Ini bukan tentang kebencian terhadap orang Yahudi, tetapi lebih kepada tuntutan untuk bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan oleh negara mereka.

Di dunia yang serba cepat ini, mungkin sangat mudah untuk menyebut setiap kritik terhadap Israel sebagai antisemitisme—tapi apakah itu benar? Tidak. Mengkritik kebijakan Israel, terutama ketika kebijakan tersebut menyebabkan penderitaan massal, adalah hak dasar setiap individu di dunia ini. Tidak ada yang lebih luhur daripada menuntut pertanggungjawaban atas pembantaian yang tak terhitung jumlahnya. Sebagai warga dunia, kita tidak bisa hanya berdiam diri ketika kebijakan negara Israel mengorbankan ribuan nyawa tak berdosa.

Di akhir hari, mungkin kita akan melihat sejarah menilai ini dengan cara yang berbeda. Namun, untuk saat ini, kita hanya bisa bertanya: Apakah nyawa warga Palestina tidak lebih penting daripada kenyamanan dan reputasi negara Israel di luar negeri?

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *