Connect with us

Opini

Runtuhnya Kepercayaan Dunia pada Amerika Serikat

Published

on

Lebih dari separuh warga di negara-negara sekutu utama Amerika Serikat—termasuk Prancis, Inggris, Jerman, Korea Selatan, dan Jepang—mengaku tak memiliki kepercayaan pada kepemimpinan Presiden Trump dalam urusan dunia. Pernyataan itu datang bukan dari pengamat acak atau media partisan, melainkan hasil survei global Pew Research Center yang dilakukan terhadap lebih dari 28.000 orang di 24 negara. Apa maknanya ketika negara-negara yang dulu berdiri bahu-membahu bersama Amerika kini memalingkan wajah?

Sebagian besar responden di hampir semua negara dalam survei itu menggambarkan Trump dengan kata-kata yang menyesakkan: “arogan” dan “berbahaya”. Bukan sekadar ketidaksukaan personal, melainkan kegelisahan kolektif terhadap arah politik luar negeri Amerika yang semakin meminggirkan kerja sama dan semakin mendewakan kepentingan sendiri. Meski Gedung Putih buru-buru menegaskan bahwa Trump hanya bekerja untuk rakyat Amerika, realitas global menunjukkan bahwa dunia juga ikut menanggung akibat dari setiap keputusan yang lahir dari Gedung Oval.

Rasa percaya yang merosot ini bukan sekadar soal gaya bicara Trump yang agresif atau retorika “America First” yang dibanggakan oleh para pendukungnya. Ini tentang bagaimana Amerika bertindak di dunia nyata—keluar dari Perjanjian Paris tentang perubahan iklim untuk kedua kalinya, menjatuhkan tarif semena-mena terhadap Kanada dan Tiongkok, serta menunjukkan ketidaktertarikan terhadap diplomasi kolektif. Bahkan dalam isu yang mengancam kehidupan global seperti perubahan iklim, kurang dari 20% warga di negara-negara seperti Kanada, Prancis, Jerman, Australia, dan Spanyol percaya pada kemampuan Trump menangani masalah itu.

Di tengah ketidakpastian global, masyarakat dunia tampaknya mengharapkan Amerika yang mau mendengar, bukan yang memerintah. Seperti yang dijelaskan oleh Richard Wike dari Pew, banyak orang menginginkan Amerika yang bekerja bersama, bukan Amerika yang berjalan sendiri. Tapi Trump memilih jalan sebaliknya. Dan ketika kepercayaan menurun, kerja sama menjadi jauh lebih sulit. Seorang pemimpin dunia yang tidak dipercaya oleh rakyat negara lain akan sulit mendapatkan dukungan dari pemimpin mereka—politik, sejauh mana pun ia elitis, tetap tunduk pada opini publik.

Meski begitu, bukan berarti semua menolak. Trump masih mendapat simpati dari para pendukung politik populis di Eropa—seperti 88% pendukung Fidesz di Hungaria dan 56% pendukung AfD di Jerman. Ia dipuji sebagai “pemimpin kuat” oleh mayoritas di 18 negara. Tapi pujian atas kekuatan tanpa kepercayaan pada kebijaksanaan hanyalah kekaguman kosong yang mudah berbalik menjadi ketakutan. Dan ketika pemimpin dihormati karena keberingasannya, bukan karena kearifannya, maka dunia sedang bergerak ke arah yang mencemaskan.

Indonesia mungkin terasa jauh dari ruang-ruang pengambilan keputusan di Washington. Tapi dalam dunia yang saling terhubung, arah angin politik Amerika membawa dampaknya ke mana-mana. Dari harga pangan, ketegangan di Laut China Selatan, hingga keteguhan kita dalam memperjuangkan Palestina—semua beresonansi dengan bagaimana Amerika memposisikan dirinya. Maka ketika sekutu-sekutu lama mulai gamang, kita pun patut bertanya: di mana tempat kita jika dominasi Amerika benar-benar mulai redup?

Di Indonesia sendiri, masyarakat cukup terbiasa melihat AS sebagai lambang kekuatan dunia. Bahkan bagi sebagian elite, AS tetap menjadi tolok ukur demokrasi dan kemajuan. Tapi kepercayaan tak dibangun dari simbol atau sejarah semata. Ia dibangun dari konsistensi, dari kerja sama yang jujur, dari rasa hormat terhadap hukum dan tatanan global. Saat AS mulai bertindak sepihak dan memaksakan tarif dagang atau menolak kesepakatan lingkungan hidup, maka dunia—termasuk kita—mulai menghitung ulang apa artinya menjadi bagian dari “tatanan internasional yang dipimpin AS”.

Tentu, Amerika belum runtuh. Mereka masih memiliki militer terkuat di dunia, perusahaan teknologi terbesar, dan pengaruh budaya yang menyebar hingga ke pelosok dunia. Dolar tetap jadi poros keuangan global. Tapi pertanyaannya: sampai kapan? Sejarah menunjukkan bahwa imperium tidak runtuh dalam semalam. Romawi tidak tumbang karena satu serangan, melainkan karena kepercayaan rakyat dan sekutunya perlahan luntur, digantikan ketidakpastian dan perebutan kepentingan.

Trump mungkin hanya satu fase dari perjalanan panjang AS, tapi survei ini menunjukkan bahwa fase itu telah mengguncang posisi moral AS di mata dunia. Ketika pemimpin AS lebih dipandang sebagai ancaman ketimbang harapan, maka dunia secara perlahan akan mencari alternatif. Kita sudah melihat gejalanya: kerja sama ekonomi tanpa AS, pakta militer baru yang tidak bergantung pada NATO, dan meningkatnya peran Tiongkok dalam forum-forum global.

Bagaimana jika dunia tidak lagi menunggu kepemimpinan AS? Bagaimana jika tatanan internasional mulai dibentuk tanpa memedulikan pandangan dari Washington? Dan bagi Indonesia, pertanyaannya semakin mendesak: apakah kita siap hidup dalam dunia tanpa satu pusat kekuatan tunggal? Apakah kita sudah cukup mandiri secara ekonomi, diplomatik, dan budaya untuk mengambil posisi strategis dalam lanskap dunia yang semakin cair?

Survei Pew ini tidak hanya mencerminkan ketidaksukaan terhadap seorang presiden, tapi menunjukkan perubahan zaman. Dunia tidak lagi bisa ditata oleh satu negara, apalagi jika negara itu mengabaikan suara-suara yang dulu menjadi mitra dekatnya. Dari Berlin hingga Tokyo, dari Ottawa hingga Seoul, dunia sedang bergeser. Dan seperti semua pergeseran sejarah, mereka tak selalu datang dengan suara keras. Kadang, mereka hadir sebagai keheningan—seperti kepercayaan yang diam-diam menguap.

Kita hidup dalam transisi yang tak bisa diabaikan. Dan seperti setiap perubahan besar dalam sejarah, ia menuntut refleksi, ketegasan, dan kejelian. Dunia tidak akan berhenti menunggu Amerika. Ia akan terus bergerak. Pertanyaannya kini, di mana kita akan berdiri? Dan lebih penting lagi: bersama siapa kita akan berjalan?

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *