Connect with us

Opini

Richard Medhurst: Kebebasan Berbicara yang Ditekan Barat

Published

on

Richard Medhurst, seorang jurnalis yang dikenal karena pelaporan kritis terhadap genosida yang dilakukan oleh Israel di Gaza, baru-baru ini dikejutkan dengan penggeledahan brutal di rumah dan studionya oleh pihak berwenang Austria. Polisi menyita seluruh perangkat elektroniknya dan menuduhnya sebagai “anggota Hamas” yang menghasut “terorisme.” Bayangkan, seorang jurnalis yang mencoba mengungkap kebenaran malah dicap sebagai teroris—apakah kita masih percaya bahwa kebebasan berbicara itu nyata di Barat?

Bukan hanya di Austria, Medhurst sebelumnya juga ditahan di Inggris pada bulan Agustus di bawah undang-undang Terorisme yang sama. Ia ditangkap hanya karena “menyatakan pendapat yang mendukung organisasi terlarang.” Seakan dunia ini tidak cukup absurd, Barat yang setiap hari menyuarakkan “kebebasan berbicara” tiba-tiba merasa terancam dengan keberadaan seorang jurnalis yang menentang kebijakan mereka. Apakah kebebasan itu hanya milik mereka yang setuju dengan narasi yang sudah dipatok?

Jika kebebasan berbicara hanya berlaku untuk mereka yang mengangkat bendera Israel dan melupakan kejahatan perang yang ada di Gaza, kita harus bertanya-tanya, untuk siapa kebebasan itu sebenarnya? Barat selalu mengklaim bahwa mereka adalah pahlawan kebebasan, tetapi kenyataannya mereka lebih mirip polisi moral yang memilih siapa yang berhak berbicara dan siapa yang harus dibungkam. Mengapa kita harus percaya pada sistem yang memberi ruang lebih banyak bagi kebohongan daripada kebenaran?

Medhurst dengan tegas menyatakan bahwa penahanannya adalah bagian dari upaya untuk menekan kebebasan pers dan menutup suara-suara yang tidak sejalan dengan narasi utama yang mereka inginkan. Tapi bukan hanya itu—ini adalah cara mereka mengubah dunia menjadi tempat di mana satu pandangan yang benar adalah yang mereka tentukan. Jika kamu melawan mereka, kamu tidak lebih dari seorang penjahat yang layak dihukum. Ini adalah demokrasi versi mereka.

Lalu, bagaimana dengan hipokrisi ini? Di satu sisi, Barat mengatakan bahwa mereka mendukung kebebasan berbicara, tetapi di sisi lain, mereka menekan jurnalis yang menulis dengan hati nurani. Ini adalah tragedi yang nyata. Barat mengklaim mereka berdiri di atas nilai-nilai kebebasan dan hak asasi manusia, tapi mereka lupa bahwa kebebasan sejati adalah ketika setiap orang bisa mengungkapkan pandangannya, bukan hanya mereka yang mematuhi narasi yang sudah dikemas rapi.

Lagi-lagi, hukum terorisme dimainkan. Sekali lagi, kita harus merenung: siapa yang sebenarnya teroris di sini? Mereka yang berjuang untuk kebebasan dan keadilan bagi Palestina, atau mereka yang menggunakan kekuasaan negara untuk menghancurkan siapa saja yang melawan penindasan? Hukum-hukum ini tidak pernah untuk menegakkan keadilan, melainkan untuk memuluskan jalan bagi mereka yang sudah terlalu lama menindas.

Dengan menahan Medhurst, Barat tidak hanya menyerang satu individu, tetapi mereka menyerang seluruh profesi jurnalis yang berusaha mengungkapkan kebenaran. Jika mereka bisa menekan satu suara, mengapa tidak bisa mereka tekan suara-suara lainnya? Medhurst mungkin menjadi target pertama, tapi tanpa perhatian dan aksi kita, dia tidak akan menjadi yang terakhir. Ini adalah sinyal bagi seluruh dunia bahwa di Barat, kebebasan berbicara hanya berlaku ketika itu tidak mengancam kekuasaan mereka.

Bisa kita bayangkan, seandainya kebebasan berbicara di Barat benar-benar untuk semua orang? Seandainya setiap jurnalis yang melaporkan kebenaran tentang Palestina tidak perlu takut dianiaya atau diancam penjara? Tetapi kenyataannya, kebebasan berbicara hanyalah seleksi alam yang menguntungkan mereka yang sejalan. Kebebasan berbicara yang mereka klaim hanyalah ilusi, sebuah topeng untuk menutupi sistem yang tidak pernah ingin mendengar kebenaran yang tidak mereka suka.

Sekarang, mereka memanggilnya “terorisme” ketika jurnalis berusaha memberikan sudut pandang yang berbeda. Mereka takut pada kebenaran, dan karena itu, mereka menggunakan alat yang mereka miliki—hukum, negara, dan kekuatan militer—untuk memastikan bahwa mereka tetap menjadi pihak yang menentukan. Siapa yang teroris di sini, jika bukan mereka yang berusaha mengendalikan narasi dan membungkam siapa saja yang mencoba mengungkapnya?

Pada akhirnya, kita harus menyadari bahwa kebebasan berbicara di Barat adalah sebuah kebohongan besar yang hanya berlaku untuk mereka yang berbicara di atas koridor yang telah ditentukan. Kebenaran yang tidak sesuai dengan mereka akan terus dihancurkan, sampai tidak ada lagi ruang bagi suara-suara yang menentang. Inilah yang terjadi ketika kekuasaan bertemu dengan ketakutan akan kebenaran—mereka yang berani melawan akan dihukum, dan mereka yang memilih diam akan terus dibungkam.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *