Opini
Pengkhianatan Revolusi Suriah

“Konferensi untuk merancang masa depan politik Suriah akan melibatkan semua segmen masyarakat Suriah, kecuali administrasi Kurdi yang dipimpin oleh SDF dan loyalis pemerintah Bashar Assad.” Begitulah bunyi pengumuman resmi tentang konferensi dialog nasional Suriah. Inilah pengkhianatan revolusi, yang dimulai dengan janji-janji kebebasan, dan sekarang berakhir dengan permainan kekuasaan yang lebih licik daripada yang bisa dibayangkan oleh siapa pun. Revolusi yang dulunya membawa harapan kini menjadi ajang para aktor asing dan kelompok lokal untuk saling berebut kursi di meja perundingan yang semakin sempit.
Pemberontakan yang dimulai pada 2011 dengan harapan akan mengubah Suriah menjadi negara yang lebih demokratis kini hanya menjadi kisah klasik tentang pengkhianatan diri. HTS, yang dulu dikenal sebagai kelompok yang memperjuangkan keadilan, sekarang berperan sebagai penjaga gawang di wilayah Idlib, mengklaim bahwa mereka berjuang untuk pluralisme dan toleransi. Aneh, bukan? Bagaimana bisa sebuah kelompok yang terlibat dalam perang sektarian mendeklarasikan dirinya sebagai pembela kebebasan dan hak asasi manusia? Inilah kisah nyata dari “pahlawan revolusi” yang menjelma menjadi tirani kecil di tanah yang mereka klaim sebagai “zona bebas”.
Dan siapa yang melupakan SDF? Setelah bertahun-tahun berjuang melawan ISIS, mereka sekarang justru dipinggirkan dari proses politik utama, seolah-olah suara mereka tidak lagi berarti dalam percakapan besar Suriah. Di sisi lain, Turki yang bersikap seperti tuan rumah, semakin leluasa menyerang SDF, yang sebelumnya mereka anggap sebagai sekutu. Ironis sekali. Kelompok yang paling berjuang untuk kebebasan kini tak lagi mendapat tempat dalam narasi besar revolusi, meski kontribusi mereka tak bisa dipungkiri.
Dalam konferensi nasional yang disebut-sebut sebagai titik awal rekonsiliasi ini, suara mereka tidak akan didengar. Justru, mereka yang setia pada Bashar Assad—si penguasa yang telah membuat Suriah menjadi puing—dianggap sebagai pihak yang perlu disingkirkan, dengan alasan bahwa “tempat mereka ada di pengadilan.” Sungguh indah, bukan? Menyingkirkan mereka yang pernah berkuasa di bawah syarat bahwa mereka akan diadili, tetapi yang diganti justru adalah kelompok-kelompok dengan agenda sektarian. Masih ingat bagaimana Assad dilengserkan dari kursi presidennya oleh serangan yang dipimpin oleh kelompok seperti HTS dan faksi pemberontak lainnya? Kini mereka yang memimpin, namun wajah mereka tetaplah wajah lama, dengan topeng baru.
Dialog nasional yang dijanjikan untuk menyatukan Suriah tampaknya hanya ilusi. Siapa yang benar-benar peduli dengan sebuah konstitusi baru ketika kenyataan di lapangan adalah pertarungan memperebutkan kekuasaan dan wilayah? SDF, yang semula dianggap sebagai pahlawan, kini dibiarkan berjuang sendirian, terisolasi oleh faksi-faksi yang terus berpindah haluan, tergantung siapa yang memberi dukungan. Para pemberontak yang dulu setia pada ideologi revolusioner kini lebih sibuk berurusan dengan urusan sektarian dan klaim wilayah, bukan membangun negara yang lebih baik.
Dan siapa yang akan mempercayai bahwa HTS yang dulunya memiliki afiliasi dengan Al-Qaeda kini bertransformasi menjadi kelompok yang memperjuangkan pluralisme? Mereka yang dulunya menghancurkan kehidupan rakyat sipil, kini tampil dengan topeng baru, berbicara tentang toleransi dan kebebasan. Di mana janji-janji revolusi yang dulu mereka bawa? Apa yang tersisa dari harapan rakyat Suriah? Tidak ada yang lebih ironis dari sebuah kelompok yang mempertahankan kekuasaan mereka dengan cara yang jauh dari prinsip-prinsip yang mereka perjuangkan saat pertama kali terjun ke dalam konflik ini.
Jika ada satu hal yang pasti, Suriah tidak akan pernah kembali seperti dulu. Negara ini telah terpecah oleh kekuatan lokal yang lebih mementingkan diri sendiri daripada masa depan bersama. Revolusi yang dulunya membawa harapan besar kini berakhir dengan pengkhianatan demi pengkhianatan, dan rakyat Suriah hanya bisa menyaksikan dari kejauhan, terjebak di antara kekuatan asing yang memperebutkan kuasa atas tanah mereka. Jika itu yang disebut kemajuan, maka Suriah jelas telah melewati jalur yang salah.