Opini
Pemakaman Agung Syuhada al-Quds

Langit Beirut kelabu, seakan berkabung bersama jutaan manusia yang memenuhi jalan-jalan. Mereka datang dari segala penjuru, membawa air mata dan doa, mengiringi jenazah para syuhada yang telah mempersembahkan hidupnya untuk kehormatan umat. Sayyid Hassan Nasrallah dan Sayyid Hashem Safieddine, dua pemimpin perlawanan yang namanya telah menjadi legenda, kini berbaring dalam keabadian. Kesyahidan mereka bukan akhir, melainkan permulaan dari gelombang baru yang akan terus beriak, meneruskan perjuangan yang telah mereka emban sepanjang hayat.
Duka tak membuat mereka lemah, justru membakar semangat yang selama ini berkobar di dada. Di antara ribuan tangan yang terangkat, ada yang menggenggam poster bergambar wajah mereka, ada yang mengepalkan tinju, dan ada yang berdoa dalam hening. Lantunan ayat-ayat suci bercampur dengan seruan perjuangan, membentuk irama kesedihan yang bermartabat. Mereka tidak bersedih karena kehilangan, tetapi karena harus berpisah dengan pemimpin yang mereka cintai, yang selalu hadir dalam setiap pertempuran, yang suaranya adalah petir yang mengguncang musuh, dan yang kini telah mencapai derajat tertinggi sebagai syuhada.
Kisah Sayyid Hassan Nasrallah tidak dimulai di medan pertempuran, tetapi di gang-gang sempit Beirut, di tengah keluarga sederhana yang mengajarkannya arti perjuangan sejak dini. Dari sana, ia tumbuh menjadi pemimpin yang bukan hanya berbicara, tetapi bertindak. Dalam setiap pidatonya, ada janji yang selalu ditepati. Dalam setiap langkahnya, ada keberanian yang tidak tergoyahkan. Sejak mengambil alih kepemimpinan Hizbullah pada 1993, ia tidak hanya mempertahankan barisan perlawanan, tetapi juga membawa rakyat Lebanon keluar dari cengkeraman pendudukan, hingga akhirnya mengusir Zionis pada tahun 2000. Kata-katanya adalah perintah, tekadnya adalah senjata, dan jiwanya adalah benteng yang tak bisa ditembus musuh.
Kesyahidan Sayyid Hashem Safieddine melengkapi perjalanan panjang yang telah ia tempuh di sisi Sayyid Hassan Nasrallah. Sebagai pemimpin Dewan Eksekutif Hizbullah, ia adalah tangan kanan, otak strategi, dan penjaga amanah yang tidak pernah lengah. Ia memahami bahwa perjuangan bukan sekadar mengangkat senjata, tetapi juga membangun fondasi yang kokoh untuk sebuah bangsa yang merdeka. Bersama, mereka melawan bukan hanya musuh yang terlihat, tetapi juga fitnah yang mencoba memecah belah umat Islam. Mereka berdiri di garis depan, bukan untuk mencari kemuliaan dunia, tetapi untuk memastikan bahwa kehormatan Islam tidak diinjak-injak oleh kaki penjajah.
Serangan pengecut yang merenggut nyawa mereka tidak akan pernah diingat sebagai kemenangan musuh. Justru, itu adalah bukti ketakutan Zionis terhadap kebangkitan yang mereka bawa. Tidak ada tentara yang mampu mendekati mereka, tidak ada intelijen yang cukup cepat untuk menangkap jejak mereka, hingga akhirnya musuh harus menyalakan api besar, menghancurkan kota, dan membunuh warga sipil demi mencapai tujuan mereka. Tapi mereka lupa satu hal: darah syuhada tidak akan pernah sia-sia. Dari setiap tetes yang jatuh ke tanah, akan tumbuh ribuan pejuang baru yang siap melanjutkan langkah mereka.
Di sepanjang jalan menuju pemakaman, suara takbir dan ratapan bersahutan. Para ibu merelakan putra-putra mereka untuk menjadi penerus perjuangan, para ayah memandang dengan bangga meskipun hati mereka hancur. Ini bukan sekadar pemakaman, ini adalah janji yang diperbarui, sumpah yang diperkuat. Mereka yang berkumpul hari ini tidak datang hanya untuk berduka, tetapi untuk bersaksi bahwa perjuangan tidak akan berhenti. Bahwa semangat Sayyid Hassan Nasrallah dan Sayyid Hashem Safieddine akan terus hidup dalam setiap jiwa yang merindukan kemerdekaan.
Di ujung peristirahatan terakhir mereka, bunga-bunga dilemparkan ke atas tanah merah yang masih basah. Doa-doa terus dipanjatkan, sementara di kejauhan, suara dentuman masih terdengar. Perlawanan belum berakhir. Dalam hati setiap orang yang berdiri di sana, ada keyakinan bahwa meskipun mereka telah syahid, mereka tetap hadir. Dalam bayangan, dalam semangat, dalam perjuangan yang tidak akan padam. Hari ini, mereka dikuburkan, tetapi esok, mereka akan bangkit dalam bentuk ribuan pejuang baru. Inilah Pemakaman Agung Syuhada al-Quds, sebuah perpisahan yang bukan akhir, melainkan awal dari kebangkitan yang lebih besar.
Sumber: