Opini
PA Menawarkan Diri Menjadi Kaki Tangan Penjajah di Gaza

Otoritas Palestina (PA) seakan menunjukkan betapa besar cintanya kepada dunia internasional. “Kami siap berperang dengan Hamas!” seru seorang pejabat senior PA, Hussein al-Sheikh, kepada Steve Witkoff, utusan Donald Trump. Sebuah penawaran yang tidak hanya menghebohkan dunia, tetapi juga membuktikan kesetiaan PA yang luar biasa kepada kekuatan asing. Lupakan perjuangan kemerdekaan, sepertinya PA lebih ingin menjadi anak emas Barat dan Israel.
Tentu, kita semua tahu bahwa Hamas selama ini dianggap sebagai “musuh” oleh PA, namun membayangkan bahwa PA bersedia berperang dengan sesama saudara seiman di Gaza hanya demi kekuasaan dan pengaruh internasional adalah sebuah ironi yang luar biasa. Sebagai pihak yang seharusnya memperjuangkan kebebasan Palestina, PA malah menawarkan dirinya sebagai pion bagi negara-negara Barat. Menariknya, dalam tawaran tersebut, PA tampaknya lupa bahwa Hamas adalah kelompok yang selama ini membela rakyat Palestina, meski dengan caranya sendiri.
Jika kita melangkah lebih jauh, kita bisa melihat bahwa PA, yang dominan dengan Fatah-nya, sudah sejak lama menghindar dari peran sebagai pejuang yang membela rakyat. Sebaliknya, mereka lebih sering mengambil posisi yang lebih dekat dengan Israel dan kekuatan internasional lainnya. Pertanyaannya, apakah PA benar-benar berjuang untuk Palestina? Atau mereka hanya menjalankan agenda yang lebih besar, yaitu mempertahankan posisi mereka dengan segala cara, bahkan dengan merelakan darah sesama rakyat Palestina tumpah?
Betapa konyolnya situasi ini. PA, yang selama ini mengklaim sebagai wakil sah Palestina, seolah-olah menawarkan diri untuk memerangi kekuatan yang selama ini mempertahankan perjuangan rakyat Palestina. Apa yang ditawarkan PA bukanlah strategi kemerdekaan, tetapi sebuah pengkhianatan. Mereka bersedia untuk bekerja sama dengan kekuatan eksternal, bahkan Israel, jika itu bisa menjaga posisi mereka. Ketika rakyat Palestina di Gaza dibantai oleh tentara Zionis, PA malah sibuk bermain-main dengan politik kekuasaan.
Seolah-olah tidak cukup dengan berbagai kebijakan yang lebih berpihak kepada kepentingan internasional daripada rakyat Palestina, PA juga kini berencana untuk menggulingkan Hamas, kelompok yang selama ini dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap Israel. Mengapa PA merasa perlu mengorbankan saudaranya sendiri demi memperoleh legitimasi internasional? Jawabannya mungkin ada pada bagaimana mereka melihat kepentingan jangka panjang mereka, yakni bertahan di kursi kekuasaan, meski harus berkompromi dengan penjajah.
Kenyataannya, PA bukanlah kelompok pejuang Palestina seperti yang mereka klaim. Mereka adalah proksi bagi kekuatan asing yang lebih besar, yang hanya peduli pada bagaimana menjaga kestabilan politik di wilayah tersebut, bukan memperjuangkan kebebasan sejati untuk rakyat Palestina. Bagaimana mungkin mereka mengklaim membela rakyat Palestina jika setiap langkah mereka justru mengarah pada pengkhianatan terhadap cita-cita kebebasan yang telah diperjuangkan puluhan tahun?
Namun, ini bukan kali pertama PA menunjukkan sikap ini. Dalam beberapa tahun terakhir, PA sering terlihat lebih fokus pada mempertahankan kekuasaan mereka daripada memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Mereka lebih memilih untuk berkolaborasi dengan Israel dalam hal keamanan, daripada menghadapi kenyataan bahwa rakyat Palestina masih dibantai dan dipenjara setiap hari oleh pasukan penjajah. PA seperti menutup mata terhadap penderitaan rakyatnya sendiri, demi mencari keuntungan politik pribadi.
Pada akhirnya, penawaran PA untuk melawan Hamas bukanlah sesuatu yang mengejutkan bagi mereka yang telah lama mengikuti dinamika politik Palestina. PA telah lama dipandang sebagai alat yang digunakan oleh kekuatan luar untuk menjaga status quo di wilayah tersebut. Mereka tidak lebih dari sekadar boneka yang digerakkan oleh kekuatan internasional, yang dengan tega mengorbankan rakyat Palestina demi keuntungan politik mereka sendiri. Apa yang mereka sebut “stabilitas” dan “keamanan” sebenarnya hanyalah kedok untuk menutupi kenyataan pahit bahwa mereka lebih peduli pada kekuasaan pribadi daripada perjuangan untuk kemerdekaan Palestina.
Dalam drama besar ini, PA tidak lagi menjadi pahlawan yang memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina. Mereka telah memilih untuk menjadi pelayan kekuatan asing, yang rela menghancurkan harapan rakyat Palestina demi mendapatkan restu dari dunia luar. Pada akhirnya, tawaran PA untuk mengalahkan Hamas hanyalah bukti betapa jauh mereka telah menyimpang dari cita-cita kemerdekaan dan keadilan untuk Palestina.