Connect with us

Opini

Otomotif Eropa Jadi Korban Pertama Perang Tarif Trump

Published

on

Presiden AS Donald Trump kembali beraksi, dan kali ini, korban pertamanya adalah industri otomotif Eropa yang malang. Dengan sebuah tanda tangan, saham Volkswagen, BMW, Porsche, dan Daimler Truck anjlok lebih dari lima persen. Valeo, pemasok suku cadang Prancis, bahkan lebih tragis—jatuh hampir delapan persen. Tampaknya, Trump punya kegemaran khusus untuk menghancurkan impian industri otomotif Jerman lebih cepat daripada mereka bisa mengeluarkan model terbaru.

Kanselir Jerman Olaf Scholz, tentu saja, tak tinggal diam. Di Brussels, dengan wajah serius dan nada suara penuh determinasi, ia berbusa-busa menjelaskan bagaimana Uni Eropa akan “membalas” tarif Trump dengan tarif mereka sendiri. “Kami bisa dan akan merespons!” katanya dengan penuh semangat. Sayang, pasar saham tidak peduli dengan kata-kata penuh semangat. Mereka lebih tertarik dengan angka, dan angka menunjukkan industri otomotif Eropa sedang menuju hari-hari suram.

Mungkin Scholz membayangkan Uni Eropa sebagai pejuang gagah berani yang akan menantang Trump dalam duel perdagangan. Sayangnya, sejarah menunjukkan bahwa UE lebih sering mengadakan rapat panjang dibandingkan mengambil tindakan tegas. Saat ini, para pemimpin Eropa masih sibuk berdiskusi bagaimana cara merespons, sementara Trump hanya perlu satu tanda tangan untuk membuat industri otomotif Jerman ketar-ketir.

Tarif Trump bukan sekadar gertakan kosong. $8,2 miliar pendapatan Volkswagen dan $16,4 miliar pendapatan Stellantis terancam. Dengan kenaikan harga suku cadang akibat tarif, kendaraan buatan Eropa di pasar AS bisa jadi lebih mahal dari jet pribadi. Sementara itu, para eksekutif otomotif Eropa mungkin sedang memikirkan apakah mereka harus mulai berjualan sepeda untuk bertahan hidup.

Industri otomotif bukan hanya soal mobil, tetapi juga soal rantai pasokan global. Kanada dan Meksiko memproduksi 5,3 juta kendaraan ringan, dan 70 persen di antaranya dijual ke AS. Dengan tarif baru, harga-harga akan melambung, dan konsumen Amerika yang mendukung Trump mungkin akan mulai bertanya-tanya mengapa harga pickup truck mereka mendadak seharga kapal pesiar.

Trump, seperti biasa, menikmati setiap momen ini. Di depan wartawan, ia dengan bangga menyatakan bahwa tarif ini adalah balasan untuk perlakuan buruk Uni Eropa terhadap AS. “The European Union, it’s an atrocity!” katanya dengan penuh semangat. Tidak jelas apakah yang dimaksudnya sebagai “atrocity” adalah perdagangan bebas atau fakta bahwa Jerman menjual lebih banyak mobil daripada AS.

Christian Democratic Union (CDU), partai oposisi di Jerman, mencoba memberikan perspektif yang lebih masuk akal. Friedrich Merz memperingatkan bahwa tarif selalu lebih menyakitkan bagi yang menjatuhkannya. Sayangnya, logika ekonomi bukanlah bagian dari kebijakan Trump. Di matanya, perang dagang adalah permainan zero-sum di mana pemenangnya adalah mereka yang paling banyak menerapkan tarif, bukan mereka yang memiliki ekonomi paling sehat.

Uni Eropa kini berada di persimpangan jalan. Mereka bisa memilih untuk melanjutkan tradisi panjang rapat maraton yang tidak menghasilkan solusi konkret, atau benar-benar mengambil tindakan. Namun, melihat rekam jejak mereka, kemungkinan besar yang akan terjadi adalah serangkaian konferensi pers penuh janji tanpa eksekusi nyata. Sementara itu, para pekerja di pabrik otomotif Eropa hanya bisa berharap bahwa mungkin, hanya mungkin, para pemimpin mereka akhirnya akan berhenti berbicara dan mulai bertindak.

Perang tarif ini juga memiliki implikasi politik. Jerman akan menghadapi pemilu dini pada 23 Februari, dan ekonomi menjadi isu utama. Setelah mengalami kontraksi ekonomi selama dua tahun berturut-turut, tarif Trump hanya menambah beban bagi kanselir dan partainya. Scholz mungkin bermimpi menjadi pahlawan yang melawan kebijakan proteksionis Trump, tetapi kenyataannya, ia hanya bisa berteriak dari kejauhan sambil melihat saham otomotif jatuh bebas.

Sementara itu, di Washington, Trump mungkin sedang menikmati sepotong steak sambil menonton berita tentang dampak tarifnya di Eropa. Ia tahu bahwa meskipun Scholz dan Uni Eropa mengancam akan membalas, tidak ada yang bisa menghentikan Amerika Serikat untuk memainkan peran sebagai polisi ekonomi dunia. Baginya, ini bukan hanya soal perdagangan, tetapi soal dominasi global, dan tidak ada tempat bagi kelembekan dalam permainannya.

Jadi, apakah Uni Eropa akan benar-benar bertindak, atau ini hanya retorika kosong? Para pelaku industri otomotif mungkin sudah tahu jawabannya. Yang pasti, mereka yang dulu percaya pada pasar bebas kini harus belajar bertahan dalam era proteksionisme Trump, di mana peraturan bisa berubah dalam sekejap, dan pemimpin yang berteriak paling keras tidak selalu yang paling kuat.

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *