Connect with us

Opini

Operasi Senyap CIA: Perang Candu di Era Modern

Published

on

Anonymous officials menginformasikan media besar AS bahwa CIA kini punya peran ‘mulia’: menerbangkan drone MQ-9 Reaper di atas Meksiko untuk mengawasi kartel narkoba. Betapa menyentuh. Lembaga yang selama beberapa dekade diduga terlibat dalam perdagangan narkoba, kini mengklaim sedang memeranginya. Seperti rubah yang tiba-tiba mengaku vegetarian dan bergabung dalam komunitas perlindungan ayam.

Ironi ini semakin kental jika kita menengok ke belakang. Iran-Contra di tahun 1985 mengungkap bagaimana CIA membantu penyelundupan kokain ke AS demi mendanai pemberontak di Nikaragua. Gary Webb, jurnalis yang membongkar ini, ditemukan mati dengan dua tembakan di kepala. Dan dunia disuruh percaya bahwa itu adalah bunuh diri. Efisiensi luar biasa.

Sejarah menunjukkan bahwa CIA lebih sering bertindak sebagai mitra strategis kartel dibanding musuh mereka. Barry Seal, bandar narkoba AS yang beroperasi dengan Medellin Cartel, diduga sudah bekerja untuk CIA sejak invasi Teluk Babi. Bahkan putra Pablo Escobar pernah berkata, ayahnya bekerja untuk CIA. Mungkin saat Escobar meledakkan pesawat, itu sekadar “kolateral damage” dari bisnis intelijen.

CIA tidak hanya bermain di Amerika Latin. Afghanistan, produsen opium terbesar dunia, mengalami lonjakan produksi setelah AS menginvasi negara itu. Heroin Afghanistan merajalela di Rusia dan Iran, dua negara yang kebetulan sering menjadi duri di kaki AS. Kebetulan? Tentu saja tidak. Mungkin ini strategi “demokratisasi” ala Washington: jika tidak bisa dijinakkan dengan bom, lumpuhkan dengan narkoba.

Pendanaan perang dengan perdagangan narkoba bukan taktik baru. Perang Candu abad ke-19 menunjukkan bagaimana Inggris menggunakannya untuk menghancurkan Tiongkok. Sekarang, CIA memainkan versi modernnya. Bedanya, targetnya bukan hanya satu negara, melainkan seluruh dunia. Jika mereka bisa mengontrol narkoba, mereka bisa mengontrol masyarakat, politik, dan pada akhirnya, kekuasaan global.

Meksiko hanyalah panggung terbaru dalam sandiwara ini. CIA, dengan topeng pahlawan, menerbangkan drone untuk “mengawasi” kartel. Seolah kartel Meksiko baru lahir kemarin, bukan hasil evolusi jaringan perdagangan narkoba yang sejak awal diduga dilindungi oleh dinas intelijen AS. Jika sejarah mengajarkan sesuatu, drone itu mungkin lebih sibuk memastikan suplai tetap lancar daripada menghancurkannya.

Tentu saja, mereka butuh narasi moral untuk menutupi permainan kotor ini. Jadi, kita diberi cerita bahwa CIA melawan “terorisme narkoba.” Definisi terorisme ini sangat fleksibel, tergantung pada siapa yang mengontrolnya. Jika kartel A kooperatif, mereka bisa mendapat perlindungan. Jika kartel B terlalu mandiri, mereka masuk daftar teroris dan jadi target operasi.

Langkah AS membentuk DEA di era Nixon untuk memerangi narkoba juga patut dipertanyakan. Sejak kapan rubah memerangi dirinya sendiri? Faktanya, dari 2000 hingga 2012, DEA diduga melindungi Sinaloa Cartel, dengan imbalan informasi tentang rival mereka. Apakah ini perang melawan narkoba, atau hanya reorganisasi bisnis agar tetap terkendali?

Skenario ini mengulang pola yang sudah terlalu sering terjadi: menciptakan krisis, lalu menawarkan solusi yang hanya memperpanjang masalah. Seperti dokter yang diam-diam menyebarkan penyakit agar pasien terus datang berobat. Perdagangan narkoba tidak akan musnah, hanya dikendalikan oleh pihak yang lebih besar. Persis seperti perang candu modern.

Bagi CIA, ini bukan sekadar bisnis. Ini alat kontrol sosial, cara untuk melemahkan bangsa-bangsa yang dianggap ancaman, dan tentu saja, metode pendanaan operasi hitam yang tidak bisa diaudit oleh Kongres. Jika narkoba bisa membuat sebuah negara tunduk, kenapa harus repot-repot mengirim pasukan?

Sementara publik disuguhi drama kejahatan kartel, skenario yang lebih besar dimainkan di balik layar. Dari Amerika Latin hingga Timur Tengah dan Asia, CIA tampaknya memastikan bahwa pasokan tetap stabil, keuntungan tetap mengalir, dan kekuasaan mereka tetap utuh. Bagi mereka, dunia hanyalah papan catur, dan perang candu hanyalah salah satu strateginya.

Mungkin ada yang berpikir ini teori konspirasi. Tapi sejarah menunjukkan bahwa teori konspirasi hari ini sering menjadi fakta di hari besok. Dan jika CIA memang bisa menarget seluruh dunia, kenapa tidak? Mungkin begitu pikirnya.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *