Connect with us

Opini

Netzarim 2.0: Jalan Tol Israel Menuju Kehancuran Moral

Published

on

Israel tampaknya telah menemukan resep kemenangan mereka di Gaza dan kini ingin menerapkannya di Tepi Barat. Laporan media Israel menyebut bahwa militer sedang membangun koridor ala Netzarim di Jenin dan Tulkarem, jalur “sukses” yang dulunya digunakan untuk membelah Gaza dan memastikan rakyat Palestina tidak punya pilihan selain terusir atau terbunuh. Sebuah inovasi terbaru dalam industri penindasan.

Tentu, para arsitek kebijakan ini mungkin sedang menerima penghargaan di ruang-ruang tertutup Tel Aviv. “Netzarim 2.0” kini bukan hanya proyek jalan, tetapi simbol betapa efektifnya mengulang sejarah kejahatan perang tanpa konsekuensi. Mengapa berhenti di Gaza jika model pemisahan, pemusnahan, dan penghancuran ini bisa ditingkatkan? Jenin dan Tulkarem menjadi kelinci percobaan berikutnya.

Setiap negara besar memiliki proyek infrastruktur kebanggaan, dan Israel tidak mau kalah. Jika negara lain membangun jalan tol untuk meningkatkan ekonomi, Israel membangun koridor militer untuk memastikan kehancuran. Sebuah proyek ambisius, lengkap dengan buldoser, tank, dan drone—alat-alat canggih untuk meratakan rumah warga dan menggusur kehidupan tanpa pandang bulu. Semua atas nama keamanan.

Tentu, ada yang menganggap ini sebagai upaya “membela diri”. Sebab, bagi Israel, pertahanan selalu berarti penghancuran total pihak lain. Jika ada seorang anak Palestina yang membawa batu, maka kota tempat ia tinggal harus dibuldoser. Jika seorang remaja berbicara tentang kebebasan, maka seluruh keluarganya layak diusir. Bukankah itu definisi baru dari keadilan?

Koridor ini juga akan memastikan tidak ada pejuang Palestina yang bisa menanam bom atau mengorganisir serangan. Sebuah visi brilian yang sepertinya lupa bahwa semakin ditekan, semakin keras pula perlawanan muncul. Gaza telah menunjukkan bahwa meskipun dihancurkan berkali-kali, rakyat Palestina tetap berdiri. Tetapi, mungkin para perencana strategi Israel masih percaya bahwa kepalan tangan bisa dihancurkan dengan rantai besi.

Rakyat Palestina di Jenin dan Tulkarem kini menghadapi nasib yang telah lama mereka kenal. Kota-kota mereka akan dihancurkan, rumah mereka dijadikan pos militer, dan keluarga mereka dipaksa mengungsi. Namun, Israel harus diingatkan: tidak ada penjajah yang bisa bertahan selamanya. Koridor ini bukan jalan menuju kemenangan, tetapi jalan tol menuju lebih banyak perlawanan.

Seperti biasa, dunia akan menyaksikan dengan tenang. Para pemimpin Barat mungkin akan menggumamkan beberapa kata “prihatin” sebelum kembali menandatangani kontrak pengiriman senjata. Negara-negara Arab akan sibuk berdebat apakah mereka harus mengutuk dengan nada keras atau sekadar menggelengkan kepala. Sementara itu, buldoser akan terus meratakan rumah, dan darah akan terus mengalir.

Israel tampaknya yakin bahwa mereka bisa mengulangi skenario Gaza di Tepi Barat tanpa konsekuensi. Namun, sejarah memiliki cara unik untuk membalas. Generasi yang tumbuh di bawah koridor militer ini tidak akan melupakan. Anak-anak yang melihat rumah mereka dihancurkan akan tumbuh menjadi pejuang. Setiap peluru yang ditembakkan hanya akan menanam lebih banyak benih perlawanan.

Jika tujuan Israel adalah memastikan bahwa mereka tidak akan pernah hidup berdampingan dengan Palestina, maka mereka sedang melangkah di jalur yang benar. Mereka telah memilih untuk menjadi negara yang selamanya akan hidup dalam bayang-bayang kejahatan mereka sendiri. Dan koridor Netzarim ini bukanlah jalan menuju keamanan, melainkan jalan menuju kehancuran moral sebuah bangsa.

Barangkali, di masa depan, arkeolog akan menggali sisa-sisa koridor ini dan bertanya-tanya: apakah ini jalan yang membangun peradaban atau yang menghancurkannya? Dan mungkin, di antara puing-puing itu, mereka akan menemukan jawaban yang sudah jelas hari ini—jalan yang dibangun di atas darah dan penderitaan hanya akan membawa bangsa pembangunnya pada kehancuran yang sama.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *