Connect with us

Opini

Netanyahu & Politik Kekacauan: Israel di Ujung Tanduk

Published

on

Sepertinya dunia harus kembali mengingatkan Benjamin Netanyahu bahwa menjadi pemimpin bukan berarti menjadi raja mutlak yang bisa mengatur sesuka hati. Ketika seorang pemimpin oposisi berteriak bahwa Netanyahu telah melanggar perjanjian pertukaran tahanan, itu bukan sekadar keluhan politisi yang iri. Ini adalah bukti bahwa bahkan di dalam negeri sendiri, sang perdana menteri semakin kehilangan kendali.

Bayangkan sebuah negara yang dibangun atas klaim ketahanan dan superioritas, kini terpecah belah seperti kaca yang jatuh ke lantai. Netanyahu, sang ahli bertahan hidup politik, tampaknya tengah asyik memainkan strategi klasiknya: janji di depan, tikam di belakang. Perjanjian gencatan senjata? Ah, itu hanya sekadar formalitas, sesuatu yang bisa dinegosiasikan ulang sesuai kepentingan pribadi.

Rencana awalnya sederhana. Israel akan membebaskan 620 tahanan Palestina, dan sebagai gantinya, Hamas melepaskan enam sandera. Namun, tiba-tiba ada perubahan mendadak. Netanyahu menunda pembebasan dengan alasan “penyerahan sandera yang memalukan.” Luar biasa, bukan? Seolah-olah negosiasi ini bukan soal nyawa manusia, melainkan transaksi barang yang bisa ditawar-tawar.

Oposisi pun bereaksi. Yair Golan, seorang kritikus yang vokal, menyebut Netanyahu telah dengan sengaja mensabotase kesepakatan ini. Ia bahkan menuduh tidak ada negosiasi nyata untuk fase kedua, hanya kebohongan demi kebohongan yang membiarkan sandera tetap menderita. Tapi mari kita jujur, bukankah itu gaya khas Netanyahu? Menjaga krisis tetap menyala agar dia bisa tetap duduk di kursi kekuasaan.

Tentu saja, Netanyahu memiliki alasan tersendiri. Bagi seorang politisi kawakan sepertinya, kekacauan adalah peluang emas. Ketika rakyat Israel mulai berteriak dan dunia internasional semakin geram, dia tahu bahwa selama dia bisa membuat ketakutan tetap hidup, posisinya aman. Kalau perlu, biarkan rakyat saling mencabik-cabik, yang penting ia tetap di puncak.

Lucunya, perpecahan ini tidak datang dari serangan luar. Tidak ada serangan rudal yang memicu perdebatan, tidak ada infiltrasi musuh yang menggoyahkan kestabilan negara. Justru Israel sendiri yang kini semakin retak, dengan Netanyahu sebagai arsitek dari semua ini. Ini bukan lagi tentang konflik dengan Palestina, ini tentang bagaimana seorang pemimpin bermain-main dengan nasib bangsanya sendiri.

Sementara itu, dunia memperhatikan dengan penuh cemooh. Seorang pemimpin yang dahulu dielu-elukan sebagai simbol ketegasan kini terjebak dalam jaring kebohongan yang ia buat sendiri. Netanyahu seperti dalang yang kehilangan kendali atas bonekanya sendiri. Oposisi semakin garang, rakyat semakin marah, dan sekutu pun mulai enggan mendukungnya secara terang-terangan.

Tak hanya itu, Israel kini berada dalam ancaman hukum internasional. ICC sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang di Gaza. Seakan itu belum cukup, Israel juga menghadapi gugatan genosida di ICJ. Mungkin Netanyahu berpikir menunda perjanjian akan mengalihkan perhatian, tapi sayangnya dunia tidak sebodoh itu.

Jika ini terus berlanjut, Israel bisa menuju kehancuran dari dalam. Bukan karena serangan musuh, tetapi karena pemimpinnya sendiri. Netanyahu mungkin berpikir dia bisa mengendalikan semuanya, tapi sejarah mengajarkan bahwa pemimpin yang terlalu serakah dan terlalu percaya diri sering berakhir tragis. Dan jika rakyat Israel tidak segera sadar, mereka mungkin akan menemukan diri mereka terjebak dalam labirin yang dibuat pemimpinnya sendiri.

Netanyahu mungkin masih tersenyum di balik tembok kekuasaannya, tapi di luar sana, api sedang menyala. Bukan di Gaza, bukan di perbatasan, tapi di dalam negerinya sendiri. Jika ia tidak segera berhenti bermain api, Israel bukan hanya akan kehilangan kepercayaan internasional, tetapi juga kepercayaan dari rakyatnya sendiri. Dan saat itu terjadi, bahkan dalang yang paling licik pun tak bisa menyelamatkan diri dari pertunjukan yang ia ciptakan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *