Connect with us

Opini

NATO Tanpa AS: Eropa di Ujung Jurang?

Published

on

Donald Trump tampaknya kembali mengobrak-abrik tatanan dunia yang selama ini didominasi oleh Amerika Serikat. Jika laporan NBC News benar, dan Trump benar-benar berniat melepas posisi kepemimpinan militer di NATO, maka ini bukan sekadar manuver politik biasa, melainkan pernyataan eksplisit bahwa Washington tidak lagi tertarik menjadi pengasuh Eropa yang selalu merengek soal keamanan, tapi enggan merogoh kocek lebih dalam. Sudah sejak lama Trump membenci NATO, memandangnya sebagai benalu yang hanya menghisap kekayaan Amerika tanpa timbal balik sepadan. Ketika ia menyatakan bahwa AS tak akan membela anggota NATO yang tidak memenuhi kewajiban finansial mereka, itu bukan sekadar gertakan sambal, tapi ancaman nyata bahwa AS tak sudi lagi menjadi perisai bagi mereka yang hanya bisa berteriak ketakutan tanpa berbuat banyak.

Keputusan Trump untuk mempertimbangkan pencabutan dominasi AS atas Supreme Allied Commander Europe (SACEUR) adalah gejolak geopolitik terbesar sejak pembentukan NATO pada 1949. Ini bukan hanya soal kehilangan jabatan kosong, melainkan pergeseran kekuatan yang mendadak dan brutal. NATO selama ini merupakan kepanjangan tangan kepentingan militer AS di Eropa, bukan sebaliknya. Washington selalu bisa mengontrol strategi militer di benua itu karena peran SACEUR berada di tangan jenderal Amerika. Jika posisi itu kini dialihkan ke tangan negara Eropa, maka AS akan kehilangan alat kontrol yang sangat efektif dalam menentukan kebijakan pertahanan kolektif. Singkatnya, ini adalah pengurangan pengaruh AS yang akan membuat banyak pemimpin Eropa berkeringat dingin, karena selama ini mereka merasa nyaman berada di bawah ketiak Washington.

Bagi Eropa, ini adalah mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Keamanan mereka yang selama ini terjamin berkat kehadiran AS di NATO kini berada di ambang ketidakpastian. Di tengah ketegangan dengan Rusia, di mana Putin dengan sabar menunggu setiap tanda kelemahan di blok Barat, langkah Trump ini ibarat menyerahkan Eropa di mulut serigala. Eropa selama ini telah terbiasa dengan kenyamanan, percaya bahwa Washington akan selalu siap menyelamatkan mereka dari segala ancaman. Tapi kini, ketika ancaman itu semakin nyata, AS justru menarik diri. Trump tampaknya memahami satu hal yang gagal dipahami para pemimpin Eropa: bahwa kekuatan bukanlah sesuatu yang bisa digadaikan dengan retorika kosong dan moralitas munafik.

Secara ekonomi, ini adalah tamparan keras bagi negara-negara Eropa yang masih berjuang mengatasi krisis pasca pandemi dan tekanan inflasi. Jika AS tidak lagi mendanai kehadiran militer mereka di NATO, maka Eropa harus merogoh kantong sendiri. Jerman, yang selama ini paling banyak menikmati perlindungan NATO dengan pengeluaran pertahanan minimal, akan menghadapi dilema besar. Prancis mungkin bisa sedikit lebih percaya diri, karena mereka masih memiliki kekuatan militer yang relatif mandiri. Tapi negara-negara kecil seperti Baltik dan Eropa Timur? Mereka akan berada dalam posisi yang sangat rapuh. Ini bukan hanya soal keuangan, tapi soal mentalitas. Negara-negara ini telah terbiasa bergantung pada AS. Jika Washington benar-benar menarik diri, mereka harus segera mencari cara untuk berdiri sendiri atau mencari perlindungan lain—mungkin kepada Uni Eropa, yang ironisnya, juga tengah kehilangan daya tawar dalam politik global.

Sementara itu, Rusia bisa bersorak gembira. Langkah ini memberi sinyal jelas bahwa NATO semakin melemah, semakin tidak solid, dan semakin mudah dipecah belah. Putin telah lama menunggu saat yang tepat untuk mengguncang fondasi NATO, dan kini Trump memberinya alasan untuk tersenyum lebih lebar. Jika Eropa gagal mengisi kekosongan kepemimpinan militer ini, Rusia akan semakin percaya diri untuk melangkah lebih jauh. Ukraina, yang saat ini bergantung pada NATO untuk bertahan melawan invasi, akan berada dalam posisi yang semakin genting. Tanpa koordinasi militer yang kuat, bantuan yang selama ini mengalir ke Kiev bisa menjadi lebih lambat, lebih sedikit, dan lebih tidak efektif. Singkatnya, keputusan Trump bisa menjadi lonceng kematian bagi ambisi Ukraina mempertahankan kedaulatan mereka.

Namun, mari kita lihat ini dari sudut pandang Trump. Mengapa AS harus terus menjadi pelindung Eropa ketika mereka sendiri tidak mau berinvestasi dalam pertahanan mereka? Mengapa Washington harus selalu berada di garda terdepan sementara negara-negara NATO lainnya hanya menikmati hasilnya? Trump memahami bahwa ini adalah permainan bisnis, bukan sekadar ideologi. Ia telah lama melihat NATO sebagai organisasi yang timpang, di mana AS selalu menjadi penyandang dana utama sementara Eropa menikmati keamanan tanpa mau menanggung beban yang seimbang. Dengan kata lain, ini adalah saat yang tepat bagi Washington untuk berhenti menjadi bodyguard gratisan bagi para pemimpin Eropa yang selalu menguliahi dunia tentang nilai-nilai demokrasi, tapi tidak pernah benar-benar siap berkorban untuk mempertahankannya.

Keputusan ini juga harus dipahami dalam konteks politik domestik AS. Trump tahu bahwa publik Amerika semakin skeptis terhadap keterlibatan militer di luar negeri. Ia telah menjadikan kebijakan “America First” sebagai pilar utama kampanyenya, dan menarik diri dari NATO atau setidaknya mengurangi beban finansial AS di dalamnya adalah langkah yang akan disambut baik oleh basis pemilihnya. Warga Amerika mulai muak dengan kebijakan luar negeri yang hanya menguras anggaran tanpa memberikan keuntungan langsung bagi mereka. Mereka ingin melihat pajak mereka digunakan untuk kepentingan domestik, bukan untuk menjaga keamanan negara-negara yang bahkan tidak bisa memenuhi janji mereka sendiri dalam aliansi.

Dari sudut pandang keamanan, ini adalah perjudian besar. Jika Eropa tidak bisa menggantikan peran AS dalam NATO dengan cepat, maka organisasi ini akan menjadi lebih lemah dan lebih tidak efektif. Keputusan strategis akan semakin sulit diambil, koordinasi militer bisa terganggu, dan solidaritas internal NATO bisa runtuh. Ini bukan hanya tentang posisi SACEUR, tapi tentang simbol kepemimpinan. Sejak awal berdirinya, NATO adalah proyek yang didominasi oleh AS. Jika kepemimpinan itu hilang, maka seluruh konsep pertahanan kolektif NATO bisa dipertanyakan.

Namun, ada satu skenario lain yang bisa terjadi: Eropa akhirnya bangun dari tidurnya dan mulai mengambil peran lebih besar dalam pertahanan mereka sendiri. Jika mereka benar-benar serius tentang keamanan mereka, maka ini adalah saatnya untuk membuktikannya. Mereka tidak bisa lagi bergantung pada Washington untuk selamanya. Jika AS menarik diri, maka Eropa harus segera membangun kapasitas militer yang lebih kuat, menciptakan strategi pertahanan yang lebih independen, dan berhenti berasumsi bahwa perlindungan dari Amerika adalah hak yang tak tergoyahkan.

Jadi, apakah keputusan Trump ini baik atau buruk? Jawabannya tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Bagi Eropa, ini adalah bencana yang akan memaksa mereka keluar dari zona nyaman dan menghadapi kenyataan pahit bahwa mereka tidak lagi bisa berlindung di bawah bayang-bayang AS. Bagi Rusia, ini adalah peluang emas yang bisa membuka jalan bagi ekspansi lebih lanjut. Bagi AS sendiri, ini adalah langkah pragmatis yang sejalan dengan kebijakan Trump yang selalu menempatkan kepentingan nasional di atas komitmen internasional. Yang pasti, jika langkah ini benar-benar diwujudkan, NATO tidak akan pernah lagi sama. Pertanyaannya sekarang: apakah Eropa siap menghadapi dunia tanpa Amerika di sisinya? Ataukah ini awal dari kehancuran NATO seperti yang kita kenal?

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *