Opini
Militer Israel: Menjarah dengan Dalih Bela Diri

Sungguh mengharukan melihat betapa “miskinnya” militer Israel hingga mereka harus merampok persenjataan musuh yang bahkan tidak sempat bertempur. Benar-benar bentuk pertahanan diri yang menginspirasi! Tidak cukup dengan menduduki tanah Palestina, kini mereka juga menjelajahi wilayah lain untuk mengambil apa pun yang bisa digunakan. Semua demi mempertahankan diri dari ancaman yang entah dari mana datangnya.
Kita semua tahu, perang memang mahal. Senjata tidak turun dari langit, dan produksi misil tidak bisa sekadar dicetak seperti koran. Jadi, masuk akal jika militer Israel memutuskan bahwa cara terbaik untuk bertahan hidup adalah dengan mengambil senjata dari tentara yang sudah tidak berdaya. Ini bukan kejahatan, ini seni bertahan hidup ala penjajah modern.
Jika dahulu tentara kuno menjarah desa setelah menang perang, Israel lebih inovatif. Mereka tidak perlu menang perang, cukup menunggu lawan jatuh, lalu datang seperti pemulung mengambil senjata. Tidak ada pertumpahan darah, tidak ada perlawanan. Hanya sekelompok prajurit yang sibuk memasukkan barang rampasan ke dalam truk seperti pekerja logistik.
Laporan terbaru dari Ynet begitu menggugah perasaan. Israel ternyata sangat cerdik dalam strategi militernya. Mereka memasang jebakan dan tipuan untuk Hamas dan Hizbullah, seolah-olah kedua kelompok itu adalah anak kecil yang mudah ditipu. Mereka bahkan mengambil senjata dari Suriah tanpa harus menembakkan satu peluru pun. Benar-benar tentara yang efisien!
Betapa menakjubkannya melihat pasukan yang mengklaim diri sebagai pertahanan paling tangguh di dunia, tetapi masih harus mencuri senjata dari tentara yang bubar. Jika ini yang mereka sebut sebagai “perang melawan teror,” maka kita semua perlu mendefinisikan ulang kata “perang.” Karena tampaknya, perang di sini berarti berjalan-jalan ke pangkalan musuh yang kosong dan membawa pulang hadiah.
Tidak ada hal yang lebih ironis dibandingkan sebuah negara yang mendapat miliaran dolar bantuan militer setiap tahun dari Amerika Serikat, tetapi masih merampok senjata dari tentara lain. Apakah mungkin ini bagian dari kebijakan penghematan? Mengingat betapa mahalnya satu misil buatan Amerika, mungkin Israel memutuskan untuk mengandalkan metode “ambil sendiri” untuk mengisi kembali gudang persenjataan mereka.
Tentu saja, ini semua dilakukan atas nama pertahanan diri. Siapa yang bisa menyalahkan Israel? Mereka hanya ingin melindungi diri dari ancaman yang selalu mereka ciptakan sendiri. Sama seperti seorang perampok yang masuk ke rumah orang lain, lalu berteriak bahwa ia hanya membela diri ketika pemilik rumah mencoba mengambil kembali barangnya.
Yang menarik, dunia militer diam seribu bahasa. Seolah-olah perampokan ini hanyalah strategi biasa yang bisa diterima dalam peperangan. Padahal, jika negara lain melakukan hal yang sama, mereka akan segera dicap sebagai agresor, dihukum oleh PBB, atau dikenakan sanksi internasional. Tapi tentu saja, hukum internasional itu fleksibel ketika berhadapan dengan Israel dan sekutunya.
Amerika Serikat tentu bangga melihat muridnya begitu berbakat dalam strategi oportunistik. Seperti yang kita tahu, tentara AS juga memiliki reputasi gemilang dalam bidang penjarahan. Dari minyak Irak hingga artefak sejarah, semua bisa diambil asalkan dilakukan dengan dalih “stabilisasi kawasan.” Israel hanya mengikuti jejak yang sudah diaspal rapi oleh Washington.
Dunia ini memang penuh dengan standar ganda. Ketika Rusia dituduh merampas aset Ukraina, dunia langsung bereaksi. Tapi ketika Israel merampas senjata dari Suriah, tidak ada yang peduli. Padahal, perbedaannya hanya terletak pada siapa yang melakukannya. Jika agresornya adalah sekutu Barat, maka itu bukan perampokan, melainkan “operasi militer strategis.”
Yang lebih menggelikan adalah bagaimana para analis militer mencoba membingkai ini sebagai langkah cerdas Israel. Seakan-akan menjarah senjata musuh yang sudah tak berdaya adalah strategi jenius, bukan sekadar kelakuan oportunis. Jika ini adalah standar kehebatan militer, maka kita harus mulai mengagumi maling motor sebagai ahli strategi pertahanan.
Israel sudah lama menggunakan taktik seperti ini. Mereka menunggu negara-negara di sekitar mereka melemah, lalu masuk dan mengambil apa pun yang bisa dimanfaatkan. Ini bukan strategi militer, ini strategi burung pemakan bangkai yang menunggu mangsanya mati sebelum berpesta. Mereka tidak perlu berperang, cukup menunggu musuh runtuh sendiri, lalu mengambil apa yang tersisa.
Tapi ini semua tentu saja akan terus dibungkus dengan narasi pertahanan diri. Mereka bisa menyerang Gaza, membombardir Lebanon, menjarah Suriah, dan tetap mengklaim bahwa mereka hanya melindungi diri. Jika pertahanan diri berarti menyerang siapa saja yang lemah, mungkin kita perlu mendefinisikan ulang konsep bertahan.
Namun, sebaiknya kita semua diam dan pura-pura tidak melihat. Bagaimanapun, ini adalah Israel, negara yang boleh melakukan apa saja tanpa konsekuensi. Dunia akan terus menutup mata, media Barat akan terus menyensor, dan politisi global akan terus menjilat. Sementara itu, senjata hasil rampokan akan tetap digunakan untuk menindas mereka yang bahkan tidak punya kesempatan untuk melawan.