Connect with us

Opini

Microsoft di Gaza: Teknologi yang Menyulut Api Perang

Published

on

Ketika Microsoft membuka pintu ke dunia digital, mereka tidak hanya menyediakan layanan yang mempermudah pekerjaan kita sehari-hari. Mereka juga membuka akses bagi yang lebih besar: dunia pertempuran. Melalui layanan cloud mereka, Azure, Microsoft tidak hanya memberikan kemudahan; mereka memberi alat untuk menghancurkan. Dan sekarang, terungkap bahwa teknologi yang mereka kembangkan bukan hanya melayani konsumen, tetapi juga militer Israel di Gaza.

Pada tahun 2023, ketika langit di Gaza dipenuhi dengan bom dan mesiu, langit digital Microsoft ternyata ikut berperan. Azure, platform cloud mereka yang dikenal luas sebagai solusi bagi banyak bisnis, ternyata menjadi tulang punggung bagi operasi militer Israel. Alih-alih hanya menyimpan file kerja atau menyebarkan aplikasi, kini platform ini menyimpan data intelijen, melacak pergerakan, dan memproses informasi vital bagi operasi militer. Ini adalah “cloud” baru yang lebih gelap—bukan untuk inovasi, tetapi untuk perang.

Microsoft, sebagai salah satu pemain terbesar di dunia teknologi, menunjukkan kepada dunia bahwa mereka tidak hanya berbicara tentang membangun masa depan, tetapi juga tentang membangun kemampuan militer yang lebih efisien. Jika sebelumnya dunia melihat Microsoft sebagai penyedia software untuk pelajar dan pekerja kantoran, sekarang mereka terlihat lebih seperti kontraktor militer. Tak hanya mendukung penggunaan teknologi AI untuk menciptakan solusi untuk kehidupan sehari-hari, mereka juga mengubahnya menjadi alat untuk perang.

Tidak hanya Microsoft, nama-nama besar seperti Amazon dan Google juga ikut serta dalam memperkuat militer Israel. Mereka menyediakan layanan penyimpanan data dan kecerdasan buatan yang digunakan untuk memperpanjang penderitaan di Gaza. Sementara itu, OpenAI, yang biasanya membatasi penggunaan teknologi mereka untuk keperluan damai, akhirnya merubah kebijakan mereka. Kebijakan baru ini memungkinkan teknologi mereka digunakan dalam operasi militer, yang secara tidak langsung mendukung upaya perang, bahkan jika mereka mengklaim tidak mendukung senjata langsung.

Ketika kabar ini bocor, bukan hanya para aktivis yang terkejut. Dunia teknologi, yang seringkali memandang diri mereka sebagai penyelamat umat manusia, harus menghadapi kenyataan pahit. Mereka, yang selama ini mengklaim membawa kebaikan melalui inovasi, kini terperangkap dalam lingkaran bisnis yang membebani kehidupan manusia. Microsoft dan perusahaan-perusahaan teknologi besar lainnya kini harus menghadapi pertanyaan besar: apakah mereka memang berada di pihak yang benar?

Apakah Microsoft, yang selama ini menjual citra ramah pengguna dan kemudahan teknologi, benar-benar ingin dikenang sebagai pemasok senjata digital bagi kekuatan militer yang terlibat dalam penindasan? Dengan mengandalkan layanan seperti Azure untuk menyokong operasi militer Israel, perusahaan ini telah mengambil langkah jauh melampaui sekadar bisnis. Mereka tidak hanya mengontrol data, mereka mengontrol hasil dari data itu—yaitu kehidupan manusia.

Tak hanya itu, kebijakan moderasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan media sosial seperti Meta semakin memperburuk situasi. Akun-akun yang mendukung Palestina dan mengkritik Israel dengan tegas seringkali dihapus dengan alasan pelanggaran pedoman komunitas. Inilah yang terjadi ketika teknologi yang seharusnya menghubungkan orang-orang justru menjadi alat untuk memisahkan dan menghalangi suara yang berseberangan. Keterlibatan perusahaan-perusahaan besar ini dalam mendukung militer Israel bukan hanya soal bisnis; ini adalah soal ideologi dan kekuatan global yang tak terkatakan.

Tapi yang lebih mengejutkan, ini semua terjadi di balik layar—pada saat yang sama kita menikmati aplikasi dan layanan yang kita anggap sebagai bagian dari dunia yang lebih baik. Tak banyak yang menyadari, bahwa ketika mereka memperbarui Windows atau menggunakan Azure untuk pekerjaan mereka, mereka juga berkontribusi pada teknologi yang mendukung perang di tempat yang jauh. Inilah sisi gelap dari inovasi, yang tidak hanya menguntungkan kita, tetapi juga merugikan mereka yang tak bersalah di Gaza.

Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, apakah kita dapat terus mendukung perusahaan-perusahaan ini tanpa menanyakan lebih dalam tentang bagaimana mereka menggunakan teknologi mereka? Microsoft mungkin hanya ingin menjual produk mereka, tetapi mereka juga harus mempertanggungjawabkan bagaimana teknologi mereka digunakan. Dan jika tidak, mereka akan dikenang bukan hanya sebagai raksasa teknologi, tetapi sebagai bagian dari mesin perang yang tak terlihat.

Teknologi mungkin telah membuka pintu menuju kemudahan, tetapi kini ia juga membuka jalan bagi pertempuran yang lebih canggih. Apakah kita siap untuk menghadapi kenyataan bahwa teknologi ini, yang kita anggap sebagai simbol kemajuan, kini turut mendukung ketidakadilan dan kekerasan? Ini adalah saatnya bagi kita untuk mempertanyakan siapa yang benar-benar diuntungkan dari inovasi ini, dan siapa yang menderita akibatnya.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *