Connect with us

Opini

Mengungkap Sumber Dana HTS di Suriah

Published

on

Oleh: Lutfi Awaludin Basori

Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) yang dipimpin oleh Abu Muhammad al-Julani berhasil menggulingkan rezim Bashar al-Assad dan kini menguasai Suriah, memimpin sebuah pemerintahan transisi yang masih berusaha mempertahankan stabilitas politik dan sosial. Keberhasilan ini, meski mencengangkan banyak pihak, tidak terlepas dari satu faktor penting: pendanaan. Seiring dengan pergolakan yang terjadi di Suriah, HTS, yang sebelumnya dikenal sebagai kelompok ekstremis, kini menjadi pemain utama dalam politik Suriah. Namun, bagaimana HTS bisa tetap bertahan dan berkembang?

Sumber dana HTS berasal dari beberapa jalur, dan ini telah dibahas oleh Julani dalam berbagai kesempatan. Salah satu yang paling penting adalah dukungan dari Turki. Meski disebut sebagai dukungan yang “tidak langsung,” Turki sangat memainkan peran dalam memberikan bantuan strategis bagi HTS. Hal ini bukan hanya untuk menjaga stabilitas wilayah yang dikuasai HTS, tetapi juga untuk menekan Assad yang dianggap sebagai ancaman utama bagi keamanan nasional Turki. Dalam wawancara dengan Frontline PBS beberapa tahun lalu, Julani mengungkapkan bahwa Turki, meski memiliki kepentingan strategis di Suriah, tetap memberikan bantuan yang dianggap “tidak langsung” untuk mendukung keberadaan HTS di Idlib. Julani berkata:

“Turki memberikan dukungan tidak langsung… mereka sangat ingin memastikan bahwa kekuatan yang ada di wilayah kami mampu mengimbangi kekuatan rezim Assad.”

Bantuan yang disebutkan Julani ini, meskipun tidak secara langsung datang dalam bentuk pasokan senjata atau dana tunai, dapat berupa dukungan logistik, akses ke pasar, dan bahkan pengaruh politik yang diperoleh melalui hubungan dengan pihak-pihak tertentu di Suriah. Hal ini memungkinkan HTS untuk mengontrol wilayah di sekitar Idlib dengan cukup efektif dan stabil.

Selain Turki, negara-negara Teluk juga diketahui memberikan pendanaan kepada HTS. Dalam wawancara tersebut, Julani menjelaskan bahwa meskipun negara-negara tersebut tidak terang-terangan mendukung HTS, mereka memberikan bantuan melalui organisasi kemanusiaan atau kanal-kanal lain yang tidak langsung terkait dengan HTS. Dana tersebut memungkinkan kelompok ini untuk mengontrol wilayah dan memperkuat kekuatan militer mereka. Julani mengungkapkan:

“Bantuan yang datang tidak selalu berbentuk uang… kadang berupa sumber daya yang mendukung kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh kami.”

Dana ini juga digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup warga di bawah kekuasaan HTS, menciptakan stabilitas yang diperlukan bagi pertahanan wilayah mereka. Ini bukan hanya soal operasi militer, tetapi juga membangun infrastruktur dan memastikan bahwa wilayah yang mereka kuasai tidak jatuh kembali ke tangan rezim Assad atau kelompok militan lainnya.

Yang terakhir adalah pendanaan yang datang dari jaringan internasional, yang sering kali lebih sulit untuk dilacak secara langsung. Jaringan ini bisa mencakup donasi pribadi atau organisasi yang mendukung perjuangan oposisi Suriah. Julani tidak menyebutkan sumber ini secara eksplisit, namun jelas bahwa bantuan datang dari luar wilayah langsung mereka. Dalam konteks ini, Julani menyebutkan:

 “Kami tidak bekerja dalam kekosongan, ada banyak pihak yang memberikan dukungan meski tidak langsung… ini membantu kami untuk bertahan.”

Lalu, apa sebenarnya yang diincar oleh pendana-pendana ini? Sebagian besar adalah kepentingan geopolitik. Turki, misalnya, berharap bisa menstabilkan wilayah yang dekat dengan perbatasannya untuk mengurangi ancaman dari kelompok yang lebih ekstrem dan memperkuat posisinya di perbatasan Suriah. Negara-negara Teluk, yang memiliki kepentingan dalam mengurangi pengaruh Iran dan Assad di kawasan, melihat HTS sebagai kekuatan yang lebih terkontrol dan lebih bisa diajak kerja sama daripada kelompok-kelompok radikal lainnya. Sumber daya yang diperoleh HTS, baik berupa dana maupun dukungan logistik, digunakan untuk memperkuat posisi mereka di wilayah-wilayah yang memiliki nilai strategis. Semua ini berakhir dengan menggulingkan Assad, yang pada gilirannya memperkuat posisi mereka di meja perundingan internasional.

Namun, meskipun HTS tampaknya semakin kokoh dengan adanya aliran dana yang kuat, pertanyaan besar tetap ada: Siapa yang benar-benar mengendalikan siapa?

Dengan fakta bahwa HTS tidak bisa bertahan sendiri tanpa dana dari negara-negara besar dan sumber daya internasional lainnya, kita harus bertanya apakah Julani benar-benar berkuasa penuh di Suriah, atau apakah di balik layar, kepentingan dari para pendana ini yang sesungguhnya mengarahkan jalannya sejarah politik Suriah.

Sebagai penutup, perjalanan HTS di Suriah membuka sebuah pertanyaan yang sangat penting untuk didiskusikan lebih lanjut: Apakah kelompok-kelompok ekstremis yang tampaknya mandiri, pada kenyataannya, hanyalah catur dalam permainan geopolitik yang lebih besar? Kita harus siap untuk mengakui bahwa segala sesuatu yang terjadi di Suriah, termasuk pergolakan politik dan perang saudara, tidak terlepas dari permainan besar yang melibatkan kepentingan negara-negara besar dan berbagai pihak yang berusaha merebut kontrol atas masa depan Suriah.

 

*Sumber: YouTube FRONTLINE PBS

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *