Connect with us

Opini

Mengelola Gaza Pasca-Perang

Published

on

Anggota Biro Politik Hamas, Bassem Naim menawarkan pandangan menarik tentang masa depan Gaza setelah 471 hari konflik. Dia menekankan bahwa pulangnya puluhan ribu orang Palestina ke utara Gaza adalah salah satu hari terbesar dalam perjuangan melawan “musuh Zionis”. Namun, di balik kemenangan simbolik ini, ada tantangan besar dalam membangun kembali Gaza. Naim menegaskan bahwa tidak ada pihak asing yang akan diizinkan untuk menentukan model administrasi pasca-perang di Gaza.

Keinginan Hamas untuk menjaga kedaulatan dan mengendalikan narasi pasca-perang merupakan bagian dari strategi politik yang lebih luas. Namun, realitasnya, Gaza membutuhkan miliaran dolar untuk rekonstruksi, dengan estimasi antara 70 hingga 100 miliar dolar. Tanpa bantuan internasional, upaya ini menjadi sulit. Tetapi bantuan internasional sering kali membawa syarat-syarat yang dapat mengancam kedaulatan yang diperjuangkan Hamas.

Hamas tengah mempertimbangkan beberapa skenario untuk mengelola Gaza. Salah satunya adalah pembentukan pemerintah kesatuan nasional sementara yang akan fokus pada rekonstruksi dan restrukturisasi lembaga-lembaga Palestina. Ini bisa menjadi solusi untuk mengakomodasi berbagai kepentingan internal. Namun, ini juga membutuhkan koordinasi dengan berbagai fraksi Palestina, yang memiliki sejarah ketegangan dan perpecahan.

Usulan lain datang dari Mesir, yaitu membentuk badan administratif yang terdiri dari teknokrat Gaza. Pendekatan ini bisa menjadi solusi praktis bagi manajemen sipil dan rekonstruksi tanpa keterlibatan politik langsung dari Hamas. Namun, ini berpotensi membuka pintu bagi intervensi asing yang lebih halus, sesuatu yang ingin dihindari oleh Hamas untuk menjaga kendali penuh atas Gaza.

Jika opsi-opsi ini gagal, Hamas menyatakan siap mengambil tanggung jawab penuh dengan berkoordinasi bersama mitra lokal, termasuk fraksi, masyarakat sipil, dan pemimpin suku. Ini merupakan langkah yang berani namun penuh risiko, terutama dalam hal penggalangan dana dan menghindari ketergantungan pada pihak luar. Selain itu, tanpa mekanisme distribusi yang efektif, rekonstruksi bisa berjalan lambat dan tidak merata.

Strategi rekonstruksi yang diusulkan oleh Naim menunjukkan bahwa Hamas telah lama mempersiapkan diri menghadapi tantangan ini. Berbagai komite telah dibentuk untuk mengelola bantuan, penampungan, dan rekonstruksi. Namun, realitasnya tidak mudah: Gaza telah hancur, dan tanpa akses yang memadai ke sumber daya, pemulihan akan menjadi proses panjang yang penuh hambatan.

Dalam semua skenario yang ada, Hamas tetap menegaskan bahwa tidak akan ada campur tangan asing dalam mengelola Gaza pasca-perang. Ini berarti setiap langkah yang diambil harus memastikan bahwa sumber daya yang masuk tidak disertai dengan intervensi politik yang dapat mengubah dinamika internal Gaza. Namun, ini menimbulkan pertanyaan besar: sejauh mana Gaza bisa bertahan tanpa dukungan eksternal yang signifikan?

Keberhasilan Hamas dalam mengelola Gaza pasca-perang akan sangat bergantung pada kemampuannya menavigasi arus bantuan internasional tanpa kehilangan kendali politik dan narasi perjuangan mereka. Ini adalah pertaruhan besar antara harapan akan masa depan yang lebih baik dan realitas kompleks yang dihadapi Gaza setelah perang panjang.

Namun, di tengah tantangan yang ada, harapan tetap menyala. Dengan kegigihan dan strategi yang tepat, Gaza berpotensi bangkit kembali, bukan sekadar sebagai wilayah yang pulih dari perang, tetapi sebagai simbol ketahanan dan penentuan nasib sendiri. Setiap batu bata yang dikembalikan ke tempatnya bukan hanya rekonstruksi fisik, tetapi juga sebuah pernyataan tentang kedaulatan dan kebanggaan Palestina.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *