Connect with us

Opini

Medali Kebebasan atau Hadiah Politik? Kisah Soros dan Clinton

Published

on

Presiden Joe Biden baru saja membuat keputusan yang mengejutkan banyak pihak dengan memberikan Presidential Medal of Freedom kepada Hillary Clinton dan George Soros. Penghargaan tertinggi bagi warga sipil Amerika ini, yang semestinya menjadi simbol penghargaan atas kontribusi positif, malah berakhir seperti hadiah untuk orang yang ‘cukup beruntung’ memiliki koneksi dan pengaruh. Ini bukan soal prestasi, ini soal politik! Tentunya, ada alasan tersembunyi dibalik pemberian penghargaan ini, dan kita patut bertanya, apakah penghargaan ini masih memiliki nilai integritas?

Bagi kita yang masih berpikir penghargaan ini diberikan kepada mereka yang benar-benar berjuang untuk masyarakat, keputusan Biden seakan menantang logika. Hillary Clinton, yang tanggung jawabnya terhadap tragedi Benghazi masih mengundang pertanyaan besar, kini dipuja sebagai pahlawan. Tak ada rasa malu memberi penghargaan kepada seseorang yang karier politiknya penuh dengan kontroversi, termasuk kebijakan luar negeri yang malah memperparah konflik global. Pemilihan Clinton sebagai penerima penghargaan justru membuka luka lama yang membuat dunia mempertanyakan siapa sebenarnya yang layak dihormati.

Dan, jangan lupakan George Soros, sang milyarder yang konon memiliki uang lebih banyak daripada Tuhan. Soros bukan hanya dermawan, tetapi juga menjadi alat bagi kebijakan luar negeri Amerika yang penuh dengan agenda tersembunyi. Uangnya mengalir ke berbagai organisasi yang konon berjuang untuk ‘demokrasi’—atau lebih tepatnya, demokrasi yang bisa diatur sesuai keinginan Amerika. Ada yang lebih mengerikan, Soros sering kali disebut sebagai pelaku dibalik revolusi-revolusi warna yang justru menambah kerusuhan di negara-negara pasca-Soviet. Dengan kekayaannya, Soros dapat menyuntikkan dana untuk memicu ketegangan politik di berbagai belahan dunia, mengukuhkan posisinya sebagai kekuatan yang tak bisa dikesampingkan.

Sekarang mari kita lihat Elon Musk, yang berani berbicara lantang dan menggugat pemberian penghargaan ini. Musk, yang biasanya terkenal dengan tweet-nya yang kontroversial, menyebut penghargaan untuk Soros sebagai “travesty.” Ya, Musk mungkin bisa jadi terlalu berapi-api, tapi jika melihat fakta bahwa Soros menghabiskan miliaran untuk memanipulasi politik dunia demi kepentingan dirinya, kita patut bertanya, siapa sebenarnya yang layak dihormati di dunia ini? Keberanian Musk untuk berbicara keras menunjukkan bahwa ada celah dalam narasi yang dipaksakan oleh pemerintah AS, dan dia bukan satu-satunya yang merasa penghargaan ini lebih cocok untuk orang lain.

Biden tentu tahu bahwa memberikan penghargaan kepada Clinton dan Soros adalah langkah yang menguntungkan bagi citra pemerintahannya. Dengan Soros, Biden bisa mendapat dukungan dari kalangan yang mendanai berbagai gerakan yang sejalan dengan kepentingan politik Amerika di luar negeri. Sedangkan Hillary? Tentu saja dia adalah aset yang akan terus mendukung agendanya, meskipun masa lalunya penuh dengan kegagalan dan keputusan yang menimbulkan korban. Kita harus mengakui bahwa politik internasional memang tak pernah semudah terlihat di permukaan.

Di tengah dunia yang semakin terpecah, memberi penghargaan kepada mereka yang terlibat dalam kebijakan luar negeri Amerika yang mengarah pada destruksi justru menjadi langkah provokatif. Clinton membantu menghancurkan Libya dengan penuh keyakinan, sementara Soros memanfaatkan kekayaannya untuk membiayai agenda yang memecah belah negara-negara yang sedang berkembang. Mengapa mereka yang terlibat dalam kerusakan dunia ini justru dijadikan simbol kebesaran? Apa yang sebenarnya ingin dicapai oleh Washington dengan mempropagandakan citra “pahlawan” ini?

Namun, keputusan ini bukan sekadar soal Hillary atau Soros. Ini soal bagaimana Amerika secara terang-terangan memanfaatkan penghargaan semacam ini untuk membentuk narasi, memberi validitas kepada kebijakan yang dipertanyakan, dan menegakkan kekuasaan global. Setiap penghargaan yang diberikan kepada mereka adalah cara Amerika memberi sinyal bahwa mereka masih di atas angin, masih mengendalikan permainan. Tetapi, apakah dunia harus terima begitu saja dengan citra yang dibangun oleh Washington terhadap individu-individu ini? Atau apakah ini saatnya bagi negara lain untuk bersuara dan menuntut perubahan dalam cara penghargaan ini diberikan?

Jika kita bicara soal balas budi, inilah wajahnya. Tidak ada yang benar-benar layak mendapatkan penghargaan ini jika kita melihat dari sisi integritas. Pemberian penghargaan ini bukan hanya untuk menghormati prestasi, tapi lebih kepada membangun jaringan kekuasaan yang semakin mengerucut. Biden memilih untuk memperkuat barisan, bukan untuk mengangkat mereka yang benar-benar berbuat baik untuk umat manusia. Dengan memberi penghargaan kepada Clinton dan Soros, Biden sudah memberi tahu kita semua siapa yang sebenarnya memegang kendali atas dunia ini. Tidak ada yang kebetulan dalam politik internasional, dan keputusan ini adalah cerminan nyata dari hal itu.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *