Connect with us

Opini

Ledakan Bandar Abbas: Kelalaian atau Sabotase Musuh?

Published

on

Asap tebal membubung di langit Bandar Abbas, menyelimuti pelabuhan strategis Iran di tepi Selat Hormuz. Kobaran api menyala ganas, diikuti ledakan dahsyat yang mengguncang bumi, merenggut 46 nyawa dan melukai lebih dari 800 jiwa. Pelabuhan, jantungan ekonomi dan militer Iran, lumpuh seketika. Pemerintah menyebut kelalaian sebagai biang kerok, namun bisik-bisik sabotase menggema, mengingatkan pada luka lama serangan asing. Apakah ini kecelakaan atau ulah musuh?

Pelabuhan Bandar Abbas bukan sembarang tempat. Ia adalah gerbang utama ekspor minyak Iran, kanal perdagangan global, dan pangkalan angkatan laut yang menjaga Selat Hormuz—jalur 20% pasokan minyak dunia. Ketika kebakaran meletus, diikuti ledakan di tiga lokasi berbeda, dunia menahan napas. Skala kerusakan—46 meninggal, ratusan luka, infrastruktur porak-poranda—mengguncang kepercayaan pada narasi resmi “kelalaian.” Tiga ledakan terpisah terasa terlalu terkoordinasi untuk sekadar kecelakaan.

Pemerintah Iran, melalui Kementerian Dalam Negeri, bersikukuh bahwa insiden ini akibat kelalaian, tanpa merinci apa yang dilalaikan. Pernyataan ini mirip respons mereka pada insiden masa lalu, seperti kebakaran kilang minyak Teheran 2021, yang disebut akibat kebocoran gas. Sanksi Barat, yang mencekik Iran sejak 1979, memang merusak infrastruktur. Peralatan usang, suku cadang langka, dan pelatihan minim meningkatkan risiko kecelakaan industri, terutama di pelabuhan yang menyimpan bahan berbahaya.

Sejarah kelalaian di Iran bukan rahasia. Pada 2016-2019, kompleks petrokimia Assaluyeh berulang kali terbakar akibat pipa bocor dan perawatan buruk. Kebakaran di pelabuhan Shahid Rajaee 2020, dekat Bandar Abbas, awalnya disebut kecelakaan sebelum dugaan sabotase muncul. Sanksi memaksa Iran mengoperasikan fasilitas tua dengan risiko tinggi. Amonium nitrat, bahan bakar, atau bahan kimia industri, sering disimpan sembarangan, seperti yang terbukti pada ledakan Beirut 2020.

Namun, narasi kelalaian terasa rapuh di tengah konteks geopolitik yang panas. Ledakan ini terjadi saat Iran dan AS menggelar putaran ketiga pembicaraan nuklir di Muscat, yang disebut berjalan positif. Israel, yang secara historis menentang kesepakatan nuklir Iran, seperti JCPOA 2015, memiliki motif untuk mengacaukannya. Pembunuhan Ismail Haniyeh, pemimpin Hamas, di Teheran pada Juli 2024, diduga ulah Israel, memperkuat kecurigaan bahwa Bandar Abbas adalah sasaran serangan serupa.

Pembunuhan Haniyeh bukan sekadar insiden. Ia menunjukkan kemampuan musuh menembus keamanan Iran, menyerang di jantung ibu kota. Masyarakat Iran, yang masih trauma atas kematian Presiden Ebrahim Raisi dalam kecelakaan helikopter Mei 2024, kini sulit mempercayai narasi kecelakaan. Seorang anggota parlemen Iran sempat menyebut ledakan Bandar Abbas sebagai ulah “Zionis,” meski wawancaranya dihapus. Ini mencerminkan ketegangan internal: pemerintah ingin meredam spekulasi, tapi publik curiga.

Sabotase bukan teori kosong. Iran telah lama menjadi target operasi rahasia. Serangan siber Stuxnet 2010 merusak fasilitas nuklir Natanz. Ledakan di Natanz pada 2020 dan 2021, awalnya disebut kecelakaan, kemudian dikaitkan dengan Israel. Pelabuhan Shahid Rajaee juga diduga diserang siber pada 2020, mengganggu operasi kapal. Bandar Abbas, sebagai pusat ekonomi dan militer, adalah target ideal untuk melemahkan Iran, terutama di tengah pembicaraan nuklir.

Tapi benarkah ini sabotase? Ledakan di tiga lokasi memang mencurigakan, menyerupai serangan terkoordinasi. Namun, kebakaran yang berkembang selama beberapa jam sebelum meledak, seperti yang terjadi, kurang mirip operasi intelijen presisi ala Mossad, yang biasanya menggunakan bom atau drone untuk efek instan. Seperti diungkap dalam podcast The Cradle, kebakaran yang memicu ledakan lebih menyerupai kecelakaan industri, mirip kasus di Tiongkok atau Jerman, ketimbang serangan terencana.

Meski begitu, sabotase tak selalu harus rumit. Kolaborator lokal, yang direkrut oleh intelijen asing, bisa memicu kebakaran di dekat bahan eksplosif—amunisi militer, bahan bakar, atau amonium nitrat—yang memang tersimpan di pelabuhan. Pelabuhan Bandar Abbas, sebagai pangkalan angkatan laut, kemungkinan menyimpan bahan peledak militer. Kebakaran yang sengaja dipicu di lokasi strategis bisa memanfaatkan kelalaian penyimpanan untuk efek maksimal, tanpa jejak operasi besar.

Kelalaian, di sisi lain, sangat mungkin. Pelabuhan besar seperti Bandar Abbas menangani kargo berbahaya setiap hari. Sanksi membatasi akses Iran ke teknologi keselamatan modern, seperti sensor kebakaran atau sistem pemantauan. Kebakaran kilang minyak Teheran 2021, misalnya, dipicu kebocoran gas akibat pipa tua. Jika Bandar Abbas menyimpan bahan seperti amonium nitrat tanpa pengawasan ketat, kebakaran kecil bisa dengan mudah memicu bencana.

Data mendukung risiko kelalaian. Laporan Human Rights Watch tentang industri Iran mencatat bahwa sanksi telah memperburuk kondisi kerja dan keselamatan. Insiden petrokimia di Pars Selatan 2020, yang menewaskan pekerja, dikaitkan dengan peralatan usang. Pelabuhan, dengan lalu lintas kargo tinggi, rentan terhadap kesalahan manusia—misalnya, pengelasan ceroboh atau korsleting listrik—yang bisa memicu kebakaran, lalu ledakan, jika bahan berbahaya tersedia.

Namun, skeptisisme terhadap kelalaian muncul dari frekuensi insiden serupa. Pada Juli 2020, Iran dilanda serangkaian kebakaran dan ledakan di fasilitas strategis—Natanz, Pars Selatan, dan lainnya—yang terlalu berdekatan untuk dianggap kebetulan. Beberapa akhirnya dikaitkan dengan sabotase. Bandar Abbas, dengan nilai strategisnya, bisa jadi bagian dari pola ini, terutama mengingat ketegangan dengan Israel dan AS pasca-pembunuhan Haniyeh.

Konteks pembicaraan nuklir menambah bobot dugaan sabotase. Menurut laporan Reuters, putaran ketiga di Muscat menunjukkan kemajuan, dengan rencana putaran keempat antara Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dan utusan Trump, Steve Wit. Israel, yang menentang JCPOA, bisa melihat insiden ini sebagai cara untuk melemahkan posisi Iran. Ledakan di pelabuhan strategis bukan hanya kerugian material, tapi juga tekanan psikologis terhadap Teheran.

Tapi kelalaian tak bisa diabaikan begitu saja. Ledakan pelabuhan Tianjin, Tiongkok, 2015, yang menewaskan 173 orang, dipicu oleh penyimpanan bahan kimia yang buruk. Beirut 2020, dengan 218 korban jiwa, menunjukkan bagaimana amonium nitrat yang dibiarkan sembarangan bisa memicu malapetaka. Iran, dengan tekanan sanksi, mungkin menghadapi risiko serupa. Jika pelabuhan Bandar Abbas menyimpan bahan eksplosif tanpa protokol ketat, kebakaran bisa dengan mudah menjadi bencana.

Dampaknya jelas: Iran dirugikan. Kelalaian menunjukkan kelemahan sistemik yang perlu reformasi mendesak—audit keselamatan, pelatihan staf, dan investasi infrastruktur, meski sanksi menyulitkan. Sabotase, jika terbukti, menuntut penguatan kontraintelijen dan keamanan situs strategis. Publik Iran, yang kini skeptis setelah Haniyeh dan Raisi, menuntut jawaban. Pemerintah, dengan narasi “kelalaian,” berisiko kehilangan kepercayaan jika bukti sabotase muncul.

Sejarah Iran mencatat keduanya: kelalaian akibat sanksi dan sabotase akibat musuh. Bandar Abbas bisa jadi korban infrastruktur tua atau ulah agen asing. Tanpa investigasi transparan, spekulasi akan terus bergema. Yang pasti, pelabuhan ini, jantung ekonomi Iran, kini luka. Apakah ini kelalaian yang bisa dicegah atau sabotase yang dirancang, Iran harus bertindak—memperbaiki keselamatan atau memburu musuh—sebelum ledakan berikutnya mengguncang.

 

Daftar Pustaka:

  1. Kario, Esteban, Narwani, Sharmine, & Shami, Karim. (2025). The Cradle: Is the India-Pakistan conflict the latest step in Trump’s war creep toward China? | Ep.75 – https://www.youtube.com/watch?v=prrZMEiPDQQ
  2. Al Jazeera. (2021, Juni 3). Fire Breaks Out at Oil Refinery in Southern Tehran. https://www.aljazeera.com/news/2021/6/3/fire-breaks-out-at-oil-refinery-in-southern-tehran.
  3. BBC News. (2020, Juli 2). Iran Explosion: Natanz Nuclear Facility Hit by ‘Sabotage’. https://www.bbc.com/news/world-middle-east-53265017.
  4. Human Rights Watch. (2020). Iran: Sanctions, Economic Policies Exacerbate Worker Safety Risks. https://www.hrw.org/news/2020/09/15/iran-sanctions-economic-policies-exacerbate-worker-safety-risks.
  5. (2024, Agustus 1). Hamas Leader Ismail Haniyeh Killed in Tehran, Iran Blames Israel. https://www.reuters.com/world/middle-east/hamas-leader-ismail-haniyeh-killed-tehran-iran-blames-israel-2024-08-01/.
  6. The Guardian. (2020, Mei 10). Cyber-Attack on Iranian Port ‘Caused Chaos’, Says Report. https://www.theguardian.com/world/2020/may/10/cyber-attack-on-iranian-port-caused-chaos-says-report.
  7. Associated Press. (2015, Agustus 13). Tianjin Explosions: What We Know About the Disaster. https://apnews.com/article/tianjin-explosions-what-we-know-2015-08-13.
  8. United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD). (2023). Review of Maritime Transport 2023. https://unctad.org/publication/review-maritime-transport-2023.

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *