Connect with us

Opini

Kontraktor Keamanan di Gaza: Solusi atau Koloni Baru?

Published

on

Tuan-tuan dari negeri jauh, datanglah ke Gaza, negeri kecil yang kini jadi panggung dunia. Mereka mengaku membawa solusi, tapi apa yang mereka bawa bukanlah yang diinginkan rakyat. Gaza, dengan luka yang masih basah, kini ditawarkan “perbaikan” oleh para kontraktor keamanan yang terlihat lebih seperti penjaga koloni baru ketimbang penyembuh luka.

Laporan yang beredar, dari Haberturk hingga New York Times, berbicara tentang kehadiran perusahaan keamanan berbasis di AS dengan personel eks militer elite dan mantan agen CIA. Dengan dalih mengawasi koridor Netzarim, mereka menyaring kendaraan dan warga Gaza yang kembali ke rumah. Tentu saja, ini dilakukan dengan “senjata demi keamanan.” Ironi ini mungkin hanya bisa dihargai oleh mereka yang memandang penjajahan sebagai seni.

Jika Anda membaca lebih jauh, Anda akan menemukan bahwa perusahaan-perusahaan ini, seperti Safe Reach Solutions dan UG Solutions, akan mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh tentara Israel. Kekosongan? Gaza selama ini hanya penuh dengan kehancuran, mayat, dan reruntuhan. Tetapi kini, mereka berkata, kekosongan itu perlu diisi oleh senjata dari tangan baru, bukan tangan lama. Betapa inovatifnya cara mereka mendefinisikan kedamaian.

Para pelaku ini tak hanya muncul begitu saja. Laporan dari Middle East Eye dan Al Mayadeen menggambarkan mereka sebagai “pengawas” dalam perjanjian gencatan senjata antara Hamas dan Israel. Sementara rakyat Gaza kehilangan rumah dan keluarga, mereka justru mendatangkan perusahaan keamanan swasta. Mereka bilang ini demi keamanan, tapi siapa yang benar-benar aman? Rakyat Gaza, atau proyek-proyek kolonial yang baru?

Hamas sendiri, yang diakui oleh Channel 12 Israel sebagai satu-satunya otoritas yang mampu memerintah Gaza, telah menegaskan bahwa masa depan Gaza adalah 100% milik rakyat Palestina. Namun, tampaknya, 100% itu harus dipotong sedikit untuk para kontraktor. Mengapa? Karena, tentu saja, kebebasan rakyat Gaza harus “divalidasi” oleh pemeriksaan keamanan yang dilakukan oleh para ahli dari negeri seberang.

Di sisi lain, laporan dari Reuters menunjukkan bahwa meskipun kehilangan banyak anggota selama perang, Hamas berhasil merekrut 10.000 hingga 15.000 anggota baru. Namun, ini dianggap sebagai ancaman oleh pihak luar yang terus mencari cara untuk mengontrol wilayah tersebut. Ketakutan terhadap perlawanan rakyat Gaza kini dikemas ulang menjadi “solusi keamanan.” Dengan kata lain, mereka takut pada rakyat yang tidak menyerah meski sudah dirampas segalanya.

Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, yang menjadi penjamin perjanjian gencatan senjata, kini berencana membuka pusat koordinasi di Kairo. Tentu, pusat ini bukan untuk membantu Gaza bangkit, melainkan untuk memastikan bahwa skenario “kedamaian” yang mereka susun berjalan lancar. Apakah rakyat Gaza akan diajak bicara? Tentu tidak. Mereka hanya akan menjadi objek eksperimen baru.

Dalam dunia satir ini, mereka yang membawa senjata disebut pembawa perdamaian, mereka yang melawan penjajahan disebut teroris, dan mereka yang bertahan hidup dianggap ancaman. Gaza, dalam narasi ini, adalah labirin yang diisi dengan jebakan demi jebakan. Dan rakyatnya? Mereka adalah kelinci percobaan yang dipaksa untuk mengikuti jalan yang telah ditentukan oleh tangan-tangan asing.

Jadi, mari kita berikan tepuk tangan meriah untuk para kontraktor ini, yang datang membawa janji-janji kosong dan senjata penuh peluru. Mereka bilang mereka ingin membangun kembali Gaza, tetapi dengan cara mereka sendiri, di bawah aturan mereka sendiri. Dan rakyat Gaza? Mereka hanya perlu diam dan bersyukur karena diperhatikan, meski dengan moncong senjata mengarah ke kepala mereka.

Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa rakyat Gaza tidak pernah tunduk pada siapa pun. Mereka yang mengira dapat mengendalikan Gaza dengan kontraktor dan pusat koordinasi mungkin lupa bahwa tanah ini telah menjadi saksi ketangguhan luar biasa. Gaza akan bertahan, bukan karena bantuan dari luar, tetapi karena keberanian rakyatnya yang tidak pernah padam. Dan ketika para kontraktor itu pergi, Gaza akan tetap berdiri, seperti biasanya.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *