Connect with us

Opini

Kolonialisme Digital: Israel, Teknologi, dan Hegemoni

Published

on

Dunia memang tak pernah kehabisan kejutan. Jika dulu kolonialisme datang dalam bentuk serdadu dengan senapan dan meriam, kini ia hadir dalam wajah yang lebih halus, lebih canggih, dan lebih berbahaya. Tak perlu lagi tank dan drone untuk menaklukkan suatu negeri, cukup dengan sebuah akuisisi perusahaan teknologi, dan dunia pun tunduk tanpa sadar. Begitulah cara Israel bekerja, bukan lagi sebagai entitas kecil di Timur Tengah, melainkan sebagai raksasa siber yang siap mencengkeram dunia dengan teknologi.

Google baru saja mengumumkan pembelian Wiz, perusahaan keamanan siber asal Israel, dengan nilai yang tak tanggung-tanggung: 23 miliar dolar. Sungguh luar biasa, sebuah startup yang baru berdiri beberapa tahun lalu kini menjadi bagian dari imperium digital terbesar di dunia. Tapi ini bukan sekadar transaksi bisnis. Ini adalah pengokohan kekuatan. Wiz bukan hanya perusahaan biasa, ia adalah produk dari Unit 8200, tangan panjang intelijen Israel yang tak hanya beroperasi di medan tempur, tapi juga di balik layar dunia digital.

Antonio Gramsci, seorang pemikir Marxis, pernah berkata bahwa hegemoni tidak selalu datang dengan paksaan, tapi dengan persetujuan. Orang-orang yang tertawa saat menggunakan produk teknologi dari Israel tidak menyadari bahwa mereka sedang memberi mandat pada sebuah rezim untuk mengontrol kehidupan mereka. Setiap login, setiap transaksi, setiap data yang tersimpan di cloud adalah langkah-langkah kecil menuju penyerahan kedaulatan digital. Bukan lagi pendudukan militer yang menakutkan, tetapi kolonialisme data yang lebih licin, lebih halus, dan lebih sulit dilawan.

Jika dulu kekuasaan dikendalikan oleh mereka yang memiliki pasukan dan senjata, kini dunia diperintah oleh mereka yang menguasai data dan algoritma. Israel memahami ini lebih cepat daripada banyak negara lain. Mereka tidak hanya membangun sistem pengawasan di Gaza, tapi juga menanamkan teknologi mereka di server-server yang mengontrol dunia. Wiz hanyalah satu dari sekian banyak tentakel yang mereka miliki. Dari NSO Group dengan spyware Pegasus-nya, hingga perusahaan rintisan lain yang tersebar di Silicon Valley, semuanya bekerja dalam satu ekosistem: menciptakan dominasi digital yang nyaris tak terlihat.

Michel Foucault berbicara tentang pengawasan sebagai bentuk kekuasaan. Kita tidak perlu dikurung dalam sel untuk diawasi. Cukup dengan algoritma yang mencatat kebiasaan kita, membaca pola pikir kita, dan mengatur apa yang kita lihat dan baca setiap hari. Israel paham betul cara kerja ini. Mereka telah lama bereksperimen dengan teknologi pengawasan di Palestina. Kamera, sensor, drone, hingga AI yang bisa mendeteksi pergerakan manusia, semuanya telah diuji coba di tanah jajahan. Dan kini, teknologi itu akan diterapkan lebih luas, melalui akuisisi yang tampaknya tak berbahaya namun sesungguhnya adalah bagian dari strategi global.

Dulu, orang-orang berpikir bahwa perang adalah tentang tank dan rudal. Tapi perang hari ini adalah soal siapa yang mengontrol infrastruktur digital dunia. Keamanan siber bukan lagi sekadar urusan perusahaan teknologi, tapi bagian dari geopolitik global. Google membeli Wiz bukan sekadar untuk meningkatkan layanan mereka, tapi untuk mengamankan posisi mereka dalam peta kekuasaan dunia. Dan siapa yang mendapat keuntungan terbesar? Israel, tentu saja. Dengan setiap teknologi yang mereka jual, mereka mendapatkan akses ke lebih banyak data, lebih banyak informasi, dan lebih banyak pengaruh di balik layar.

Noam Chomsky telah lama mengingatkan tentang bagaimana kompleks industri-militer bekerja. Tidak ada perbedaan nyata antara perusahaan teknologi dan mesin perang. Israel mengaburkan batas ini dengan sempurna. Mereka menjual teknologi pengawasan dengan dalih keamanan, padahal yang mereka ciptakan adalah sistem kendali global. Setiap negara yang bergantung pada teknologi mereka akan terjerat dalam jaringan yang sulit dilepaskan. Bagaimana mungkin sebuah bangsa bisa mandiri jika data mereka dikelola oleh perusahaan yang berasal dari negara yang tak segan melakukan genosida?

Penguasaan teknologi bukan hanya soal ekonomi, tapi juga tentang bagaimana narasi dunia dibentuk. Dengan memiliki kendali atas infrastruktur digital, Israel tak hanya mengontrol data, tapi juga informasi yang beredar. Algoritma mereka bisa menentukan berita mana yang layak ditampilkan, suara mana yang perlu dibungkam, dan siapa yang harus disingkirkan dari percakapan global. Ini adalah bentuk penjajahan baru yang lebih canggih, di mana perlawanan pun bisa dipadamkan dengan satu sentuhan tombol.

Di dunia yang semakin terhubung secara digital, perang tidak lagi hanya terjadi di medan tempur. Perang hari ini terjadi di jaringan internet, di server-server yang menyimpan miliaran data, di algoritma yang menentukan bagaimana manusia berpikir. Israel telah lebih dulu memahami ini dan menjadikan teknologinya sebagai senjata utama. Tidak heran jika mereka tak takut dengan tekanan internasional, karena mereka tahu bahwa dunia telah bergantung pada sistem yang mereka ciptakan.

Negara-negara yang masih berpikir bahwa kedaulatan hanya soal batas wilayah dan kekuatan militer sudah seharusnya membuka mata. Hegemoni hari ini adalah tentang siapa yang mengontrol infrastruktur digital. Tanpa penguasaan teknologi sendiri, tidak ada yang benar-benar merdeka. Saat data kita berada di tangan musuh, kita bukan lagi negara berdaulat, melainkan hanya sekumpulan individu yang hidup di bawah ilusi kebebasan.

Dalam dunia yang semakin tergantung pada teknologi, penguasaan digital adalah bentuk baru imperialisme. Dan Israel, dengan segala kepiawaiannya, telah mengamankan posisinya di puncak piramida ini. Wiz hanyalah satu keping puzzle dalam gambaran besar yang mereka bangun. Dengan setiap akuisisi, dengan setiap kontrak teknologi yang mereka tanda tangani, mereka mempererat cengkeraman mereka atas dunia. Ini bukan sekadar bisnis. Ini adalah perang, dan mereka sudah selangkah lebih maju dibanding yang lain.

Bagi mereka yang masih percaya bahwa dominasi hanya bisa terjadi dengan senjata dan tentara, mungkin sudah saatnya untuk berpikir ulang. Perang telah berubah. Medan tempur telah berpindah. Dan tanpa disadari, kita semua telah menjadi bagian dari eksperimen besar Israel dalam membangun kekuasaan digital. Seperti katak dalam air yang perlahan dipanaskan, kita mungkin tidak akan sadar sampai semuanya terlambat. Saat itu terjadi, tak akan ada lagi peluru yang ditembakkan. Sebab perang ini sudah dimenangkan tanpa perlu meletuskan satu pun tembakan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *