Connect with us

Opini

Ketika Tentara Israel Tewas Sebelum Berperang

Published

on

Oleh: Lutfi Awaludin Basori

Bayangkan ini: senja di pangkalan militer Israel. Tentara-tentara zionis kembali dari garis depan, membawa senjata yang masih berbau mesiu dan pikiran yang penuh luka. Namun, malam itu bukan peluru musuh yang akan mengakhiri nyawa mereka. Sebuah laporan dari The Jerusalem Post menyebutkan 891 tentara Israel tewas selama perang 2023-2024, termasuk 38 kasus bunuh diri yang melonjak drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Di medan perang, mereka mungkin menang melawan musuh yang tak sebanding. Tapi di kamar-kamar barak, mereka kalah melawan diri mereka sendiri.

Inilah ironinya: tentara yang dilatih untuk menghancurkan, kini dihancurkan oleh perang yang mereka ciptakan sendiri. Bom yang mereka jatuhkan di Gaza mungkin memporakporandakan rumah-rumah, tetapi mental mereka hancur lebih dulu. Tahun demi tahun, angka bunuh diri ini naik seperti metronom tragis yang berdetak di bawah bayang-bayang teknologi militer mereka yang “tak tertandingi”.

Apa yang lebih memalukan dari ini? Di satu sisi, Israel memproklamirkan diri sebagai benteng pertahanan paling tangguh di dunia. Di sisi lain, tentaranya roboh tanpa perlu peluru musuh. Drama ini seperti panggung teater absurd, di mana prajurit yang pulang dari pertempuran memilih mengarahkan senapan ke kepala mereka sendiri daripada kembali ke garis depan. Mereka tak lagi butuh musuh eksternal; rasa bersalah, depresi, dan trauma telah menjadi musuh terbesar mereka.

Ketika tantara Israel membombardir Gaza dengan roket, tahukah Anda bahwa ledakan yang lebih besar terjadi di dalam kepala prajurit-prajurit Israel? Mengapa hal ini terjadi? Jawabannya sederhana: karena tidak ada bom, drone, atau tank yang cukup kuat untuk membungkam suara hati. Setiap bangunan yang dihancurkan, setiap keluarga yang kehilangan rumah, dan setiap nyawa yang direnggut meninggalkan noda permanen dalam jiwa mereka. Tembok tinggi yang mereka bangun untuk “melindungi” Israel ternyata tak cukup tinggi untuk menghentikan serangan dari dalam pikiran mereka sendiri.

Dan apa yang akan terjadi jika perang ini terus berlanjut? Jangan kaget jika tentara-tentara Israel mati lebih dulu di kamar-kamar barak mereka sebelum sempat dipanggil ke Gaza. Dalam skenario paling suram, IDF tidak perlu musuh eksternal untuk menghancurkan dirinya. Mereka akan berakhir menjadi pasukan yang dikalahkan oleh diri mereka sendiri, dengan kuburan massal tanpa nisan sebagai monumen kegagalan mereka.

Parodi tragis ini hanya menegaskan bahwa mesin perang Israel telah menciptakan paradoks kejam. Mereka menghancurkan Gaza, tetapi jiwa mereka sendiri hancur. Mereka mengklaim melindungi bangsa, tetapi tidak bisa melindungi tentara mereka dari kehancuran mental. Reservis, perwira, wajib militer—semuanya jatuh seperti domino, bukan di medan perang, tetapi di ruang-ruang sunyi yang menjadi saksi akhir perjalanan mereka.

Sejarah akan mencatat ini sebagai salah satu ironi terbesar: perang yang mereka kobarkan untuk “melindungi” Israel malah menghancurkan mereka dari dalam. Tidak ada kebohongan propaganda yang bisa menutupi fakta bahwa api yang mereka nyalakan di luar kini membakar mereka dari dalam. Jika generasi mendatang membaca laporan ini, mereka tidak akan melihat kemenangan, tetapi kehancuran tragis sebuah bangsa yang terlalu sibuk menciptakan neraka untuk orang lain hingga lupa bahwa neraka itu telah memakan mereka hidup-hidup.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *