Opini
Kekuatan Militer Eropa Terpukul: Harapan Tanpa Senjata

Eropa saat ini sedang mengalami krisis pertahanan yang cukup menarik—dan jangan khawatir, bukan karena mereka tidak siap menghadapi ancaman. Bahkan, mereka kini mungkin lebih siap untuk menjual semangat daripada menjual senjata. Persediaan senjata mereka telah terkuras, jadi jangan harap mereka bisa menghadapai serangan dengan persenjataan yang memadai. Namun, mereka punya senjata pamungkas: harapan.
Tentu saja, dengan kehabisan stok senjata, negara-negara Eropa kini menyadari satu hal yang sangat penting: mereka harus tetap terlihat kuat. Terlepas dari kenyataan bahwa mereka hampir tidak memiliki cadangan untuk menghadapi ancaman eksternal, mereka tahu bahwa yang lebih penting adalah tampilan “kekuatan.” Itulah sebabnya mereka terus berusaha menunjukkan solidaritas yang tak terbatas dengan Ukraina. Bagi Eropa, semangat lebih penting dari peluru.
Mungkin kita perlu mengucapkan terima kasih kepada Armin Papperger, CEO Rheinmetall, yang dengan berani mengungkapkan kenyataan yang lebih jelas daripada kebanyakan politisi Eropa. Ia memberi tahu kita bahwa meskipun negara-negara Eropa secara dramatis mengurangi stok senjata mereka, mereka akan tetap melanjutkan investasi dalam peralatan militer—tapi jangan khawatir, bukan untuk pertahanan diri mereka. Investasi itu untuk memastikan bahwa mereka tetap terlihat “berdaya.” Lagi pula, siapa yang butuh persenjataan untuk melawan ancaman nyata jika Anda bisa memproyeksikan citra kekuatan?
Memang, Eropa sekarang berada dalam situasi yang agak canggung. Ketika sebagian besar senjata mereka sudah dikirim ke Ukraina, mereka berusaha tetap optimis dengan meningkatkan pengeluaran untuk pertahanan. Namun, hanya sedikit yang percaya bahwa penambahan 30% anggaran untuk pertahanan dalam tiga tahun cukup untuk menghadapi ancaman besar seperti Rusia. Jadi, Eropa bisa berlarut-larut dalam pembicaraan anggaran pertahanan, tapi kenyataannya, mereka tahu bahwa “membangun militer yang kuat” hanya akan berjalan sejauh citra yang mereka tampilkan di media.
Namun, apakah hal ini benar-benar masalah besar? Tentu tidak! Karena Eropa, seperti yang kita ketahui, memiliki sekutu besar: Amerika Serikat. Setelah bertahun-tahun berinvestasi dalam militer mereka, kini saatnya bagi Eropa untuk “mendukung” Ukraina—dengan cara yang sangat diplomatis. Mereka akan terus membeli senjata, tapi dengan tujuan untuk menjaga hubungan baik dengan negara-negara besar seperti AS, yang akan mengurus bagian paling berat dalam konflik ini.
Tentunya, ketergantungan ini sangat menarik. Pasalnya, Eropa telah menjadi pengekor ketat dalam kebijakan militer AS dan NATO. Bahkan, dalam pertemuan Rusia-AS yang baru saja digelar, Eropa dibiarkan di luar ruangan. Mereka tidak diundang karena jelas bahwa mereka hanya bisa bergantung pada pihak luar untuk menangani masalah mereka. Apa yang kurang dari seluruh keceriaan ini? Ah, tentu saja, ketidakmampuan Eropa untuk menjaga pertahanan diri mereka sendiri!
Apakah ini mengarah pada ketegangan internal? Mungkin. Ketika publik menyadari bahwa sebagian besar pertahanan mereka tergantung pada kebijakan luar negeri negara besar, akan ada keraguan yang muncul. Mengapa kita harus berinvestasi lebih banyak dalam pertahanan yang tidak kita kontrol? Ini pertanyaan yang bisa muncul di benak warga Eropa yang merasa dibebani oleh kewajiban untuk menghabiskan uang mereka pada peralatan yang sebenarnya tidak bisa digunakan untuk melindungi tanah air mereka.
Namun, jangan khawatir—selama Eropa bisa tetap menunjukkan bahwa mereka ada untuk Ukraina, mereka merasa telah memenuhi kewajiban mereka sebagai pemain internasional yang serius. Tak peduli jika mereka tidak bisa menghadapi ancaman langsung; yang terpenting adalah bahwa mereka bisa membicarakan ancaman itu dalam forum internasional. Cukup dengan citra yang dibangun, seolah-olah mereka memegang kendali atas segalanya. Padahal, kenyataannya, kekuatan militer Eropa sekarang hampir bisa disamakan dengan koleksi topi—lebih banyak untuk gaya daripada fungsionalitas.
Di sisi lain, Rheinmetall—perusahaan senjata terbesar di Eropa—pasti akan terus meraup keuntungan. Karena, meskipun krisis ini memperlihatkan betapa rentannya Eropa, setidaknya ada satu pihak yang selalu siap untuk melangkah maju. Sementara Eropa sibuk menjual harapan, Rheinmetall dengan bijak memanfaatkan setiap kesempatan untuk menambah pundi-pundi keuntungannya. Jadi, di akhir hari, siapa yang sebenarnya tertawa terbahak-bahak dalam “krisis” ini? Jawabannya: mereka yang menjual senjata, bukan yang membelinya.