Connect with us

Opini

Kebocoran Hegseth: Strategi Terselubung atau Kebodohan Fatal?

Published

on

Di balik tembok-tembok tebal Pentagon yang selama ini menjadi simbol ketatnya kontrol informasi militer, sebuah insiden kembali mengguncang kepercayaan publik: Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth, untuk kedua kalinya, dilaporkan membocorkan rencana serangan militer ke Yaman melalui grup Signal pribadi. Grup tersebut tidak hanya berisi penasihat profesional, tetapi juga mencakup istri, saudara, hingga pengacara pribadinya—orang-orang tanpa izin akses keamanan, sebagaimana diungkap Reuters.

Kebocoran ini bukan yang pertama. Sebelumnya, Hegseth secara tidak sengaja menyertakan editor The Atlantic, Jeffrey Goldberg, dalam sebuah grup diskusi Signal internal yang membahas informasi sensitif. Sebagaimana dilaporkan The Guardian, kesalahan itu membuka tabir tentang pola komunikasi yang ceroboh di lingkaran terdekatnya. Kini, insiden kedua memperlihatkan pola yang mengkhawatirkan: Hegseth diduga membagikan jadwal serangan udara ke Yaman, termasuk detail tentang penggunaan jet F/A-18 Hornets dan waktu operasi. Mantan analis militer Wes Bryant menyebut informasi semacam itu hampir pasti tergolong rahasia, sebagaimana dilaporkan Al Jazeera.

Meski Hegseth membantah telah menyebarkan “rencana perang” dan berdalih bahwa informasi itu tidak bersifat rahasia, seperti dikutip CNN, banyak pakar meragukan klaim tersebut. Mick Mulroy, mantan pejabat Pentagon, menegaskan bahwa jadwal operasional militer selalu diklasifikasikan karena menyangkut perlindungan nyawa personel. Tidak ditemukan bukti bahwa Hegseth secara resmi telah mendeklasifikasi informasi tersebut. Pernyataannya justru terkesan sebagai manuver defensif dalam menghadapi badai kritik publik dan politik.

Respons Gedung Putih dan Pentagon memperkeruh keadaan. Sean Parnell, juru bicara Pentagon, menuding media memelintir isu ini sebagai bagian dari agenda anti-Trump, menurut Reuters. Sementara Anna Kelly, juru bicara Gedung Putih, menyalahkan para mantan pejabat yang dianggap sebagai “leaker” dengan motif menjatuhkan presiden. Strategi ini mengulang pola lama: alih-alih menghadapi substansi persoalan, perhatian justru dialihkan ke persoalan loyalitas dan narasi “media musuh rakyat,” sebagaimana dikaji The New York Times dalam analisis komunikasi politik Trump.

Bersamaan dengan kebocoran ini, penyelidikan internal Pentagon telah memicu pemecatan sejumlah tokoh kunci seperti Dan Caldwell, penasihat dekat Hegseth, serta Darin Selnick dan Colin Carroll, sebagaimana dilaporkan The Washington Post. Caldwell, yang sebelumnya disebut sebagai penghubung dalam kebocoran pertama, membantah keras tuduhan tersebut. Ia mengklaim pemecatannya adalah bentuk serangan karakter, seperti diposting di akun X-nya dan dilaporkan oleh Al Mayadeen. Di sisi lain, Kepala Staf Hegseth, Joe Kasper, justru mendorong penggunaan alat pendeteksi kebohongan, menambah lapisan ketegangan di tubuh Pentagon, menurut laporan NBC News.

Pemecatan ini pun menimbulkan spekulasi baru: apakah kebocoran ini sengaja digunakan untuk membersihkan Pentagon dari pejabat yang dianggap tidak cukup loyal kepada Trump? Administrasi ini dikenal lihai memanfaatkan kontroversi untuk memusatkan kontrol. Dengan mengambinghitamkan “leaker” dan media, Hegseth bisa memainkan peran sebagai korban konspirasi politik. Namun, bila memang disengaja, kebocoran semestinya lebih terkendali dan tidak berulang dalam pola yang begitu mencolok.

Pelanggaran protokol lainnya muncul dari penggunaan Signal—aplikasi pesan instan komersial yang tidak disetujui untuk komunikasi rahasia. Pakar keamanan siber Bruce Schneier menjelaskan kepada Bloomberg bahwa Signal tidak dirancang untuk diskusi operasional tingkat tinggi di institusi seperti Pentagon. Grup kedua yang digunakan Hegseth awalnya dibuat untuk urusan administratif saat masa konfirmasinya sebagai menteri, namun berubah fungsi menjadi ruang diskusi strategis. Ketika ruang privat bergeser menjadi forum pengambilan keputusan militer, maka batas-batas profesionalisme ikut runtuh.

Keterlibatan anggota keluarga dalam grup tersebut juga menimbulkan pertanyaan serius. Istri Hegseth, Jennifer—mantan produser Fox News—diketahui menghadiri pertemuan dengan perwakilan militer asing. Ia bahkan terlihat berdiri di belakang suaminya dalam pertemuan resmi dengan Menteri Pertahanan Inggris, sebagaimana dilaporkan The Times. Saudara Hegseth, pejabat penghubung di Departemen Keamanan Dalam Negeri, juga tidak memiliki akses untuk menerima informasi sensitif. Kehadiran mereka dalam ruang-ruang keputusan strategis menunjukkan adanya budaya informal yang membahayakan.

Masalah ini makin mengemuka ketika latar belakang Hegseth dikaji lebih dalam. Sebagai mantan pembawa acara Fox News dan veteran Garda Nasional dengan pengalaman tempur terbatas, Hegseth tak memiliki jejak rekam yang sebanding dengan pejabat pendahulunya seperti Lloyd Austin. Foreign Policy mencatat bahwa kurangnya pemahaman Hegseth terhadap prosedur dan pentingnya perlindungan informasi rahasia mungkin menjadi akar dari serangkaian kesalahan fatal ini—terutama dalam konteks konflik aktif seperti Yaman, di mana kebocoran bisa berujung pada hilangnya nyawa pasukan di lapangan.

Namun, sebagian analis tak menutup kemungkinan bahwa kebocoran ini bagian dari strategi yang disengaja. Dengan secara terbuka menggunakan jalur komunikasi tak resmi, Hegseth bisa saja tengah menguji batas, melemahkan standar pengamanan, dan sekaligus membangun wacana anti-establishment. Dalam analisis The Intercept, pola semacam ini pernah digunakan untuk menciptakan kegaduhan yang bisa menutupi kegagalan lain—seperti memburuknya hubungan dengan sekutu NATO atau kegagalan diplomasi regional.

Namun, efektivitas strategi semacam itu patut diragukan. Ketika tekanan politik datang bertubi-tubi, termasuk dari tokoh Partai Demokrat seperti Chuck Schumer dan Tammy Duckworth yang secara terbuka meminta pengunduran diri Hegseth, manuver politik semacam itu justru membuka lebih banyak celah. Duckworth—veteran Perang Irak—menyebut Hegseth sebagai “a national embarrassment.” Meski Trump tetap membelanya dan menyebutnya “melakukan pekerjaan hebat,” dukungan ini tampak lebih sebagai pembelaan loyalitas daripada penilaian terhadap kompetensi.

Kasus ini juga mengingatkan publik pada kontroversi lama: penggunaan email pribadi oleh Hillary Clinton. BBC melaporkan bahwa Clinton dikecam karena dianggap membahayakan keamanan nasional. Namun, dalam kasus Hegseth, risikonya lebih nyata. Bila informasi mengenai jadwal serangan udara benar-benar bocor dan sampai ke tangan Ansarullah, kelompok perlawanan di Yaman, mereka akan memiliki cukup waktu untuk menyesuaikan strategi, bahkan melakukan serangan balasan.

Yang paling mengkhawatirkan adalah pola yang muncul: dua kebocoran dalam waktu singkat, penggunaan aplikasi yang tidak aman, dan tidak adanya langkah korektif yang jelas. Ini menunjukkan bahwa insiden ini bukan kecelakaan tunggal, melainkan gejala dari kegagalan sistemik. Bisa jadi administrasi mencoba mengeksploitasi kekacauan ini secara politis, namun pola ceroboh dan sembrono yang terus berulang lebih mencerminkan inkompetensi daripada strategi licik.

Pelajaran terbesar dari skandal ini adalah pentingnya kompetensi dalam posisi strategis. Penunjukan figur tanpa pengalaman memadai di level kunci seperti Menteri Pertahanan bisa berdampak fatal, bukan hanya bagi reputasi sebuah administrasi, tapi juga bagi keselamatan personel militer dan keamanan global. Penyelidikan independen diperlukan, seperti yang didesak para senator, untuk menelusuri motif dan dampak dari kebocoran ini. Tanpa itu, publik akan terus terjebak dalam dua kutub narasi: apakah ini strategi licik atau kebodohan fatal? Meski belum ada bukti definitif, indikasi kuat justru mengarah ke ketidakmampuan struktural yang menempatkan seluruh sistem dalam risiko.

 

Daftar Sumber:

  1. Reuters, “Pentagon chief Hegseth shared Yemen war plans in second Signal leak: source,” https://www.reuters.com
  2. The Guardian, “US defense secretary Pete Hegseth in new leak controversy,” https://www.theguardian.com
  3. Al Jazeera, “Hegseth’s Yemen strike leak raises security concerns,” https://www.aljazeera.com
  4. CNN, “Hegseth denies sharing classified information in Signal chats,” https://www.cnn.com
  5. BBC, “Pentagon leak scandal deepens with Hegseth at center,” https://www.bbc.com
  6. The Washington Post, “Pentagon officials fired amid Hegseth leak probe,” https://www.washingtonpost.com
  7. NBC News, “Hegseth aide calls for lie detector tests in leak probe,” https://www.nbcnews.com
  8. The New York Times, “Trump’s political tactics fuel Pentagon controversy,” https://www.nytimes.com
  9. Bloomberg, “Signal app not secure for classified data, experts say,” https://www.bloomberg.com
  10. Foreign Policy, “Hegseth’s inexperience under scrutiny after leaks,” https://www.foreignpolicy.com
  11. The Intercept, “Trump administration’s unconventional security approach,” https://www.theintercept.com
  12. Politico, “Democrats demand Hegseth’s resignation over leaks,” https://www.politico.com
  13. The Times, “Hegseth’s wife spotted at sensitive Pentagon meetings,” https://www.thetimes.co.uk

 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *