Connect with us

Opini

Kebenaran yang Menyala di Langit Tel Aviv

Published

on

Langit Tel Aviv berkobar pada malam 13 Juni 2025. Rudal-rudal Iran menerangi cakrawala, menandai akhir dari ilusi bahwa sistem pertahanan Israel tak tertembus. Video yang diverifikasi oleh Reuters dan Al Jazeera memperlihatkan ledakan di markas IDF, apartemen di Rishon Lezion, dan kebakaran di pelabuhan Haifa. Bahkan sebuah sinagoge dikabarkan rusak. Namun, IDF bersikukuh bahwa hanya “17 lokasi” yang terdampak, dengan kerusakan “terbatas”. Di sisi lain, Iran mengakui secara terbuka gugurnya tokoh-tokoh penting seperti Hossein Salami dan Mohammad Bagheri—dua jenderal dan ilmuwan nuklir—sebagaimana dilaporkan IRNA dan dikonfirmasi BBC.

Di tengah kebingungan informasi, mengapa kebenaran tampak seperti komoditas yang dikorbankan demi narasi politik? Iran memilih transparansi. Keputusan ini membuka jalan bagi dukungan wajar dari Hizbullah dan Houthi, sementara Israel tampak menghindar dari kenyataan yang menyakitkan. Siapa sebenarnya yang memenangkan perang ini—yang menanggung beban diplomatik dan moral, dan siapa yang terus memutarbalikkan narasi demi kepentingan politik jangka pendek?

Iran berdiri tegak. Mereka menyebut nama-nama korban mereka tanpa sembunyi, sebagaimana dilaporkan oleh IRNA dan Tasnim: 20 komandan senior dan ilmuwan, termasuk penasihat Ayatollah Khamenei, Ali Shamkhani. CNN pun mencatat nama-nama ini dalam laporannya. Dukungan dari poros perlawanan mengalir bukan karena agitasi, melainkan karena keterusterangan. Di Timur Tengah, di mana propaganda menjadi alat utama, kejujuran—meskipun pahit—justru menjadi kekuatan.

Meskipun laporan TASS menyebut klaim Iran soal “150 titik” yang diserang sebagai berlebihan, reputasi militer Iran tetap menguat. Middle East Monitor mencatat bagaimana Iran kini dipandang lebih serius oleh poros perlawanan. Di Indonesia, nilai kejujuran sangat dihargai. Bayangkan jika pemimpin kita secara terbuka mengakui kegagalan: bukankah itu justru membangun kepercayaan publik?

Sementara itu, Israel terjebak dalam narasi yang dibangunnya sendiri. The Times of Israel mengutip juru bicara IDF, Avichay Adraee, yang menyatakan bahwa sebagian besar rudal Iran berhasil dicegat. Namun, video dari Reuters memperlihatkan ledakan-ledakan besar dan kobaran api. Data dari Channel 12 menyebutkan korban tewas mencapai 11 hingga 15 orang, dan lebih dari 200 lainnya luka-luka. The Washington Post melaporkan suasana panik: antrean panjang di supermarket, rumah sakit darurat di parkir bawah tanah, dan permintaan bantuan internasional dari Netanyahu. Israel Katz bahkan mendeklarasikan darurat nasional.

Kontradiksi ini terlalu mencolok. Bagaimana mungkin klaim “kerusakan terbatas” bisa sejalan dengan krisis nasional? Pew Research mencatat hanya 21% warga Israel yang masih percaya pada perdamaian. Fenomena ini bukan sekadar soal rudal, tetapi juga mencerminkan rapuhnya kepercayaan publik terhadap pemerintah mereka.

Propaganda Israel kini menjadi bumerang. The Washington Post menyoroti tekanan terhadap Netanyahu, yang tengah menghadapi kecaman atas kegagalannya di Gaza dan Lebanon. Laporan dari FDD menyebut bahwa Mahkamah Pidana Internasional tengah menyelidiki Netanyahu atas dugaan kejahatan perang. Sementara itu, CSIS mencatat bahwa serangan Iran menunjukkan kerentanan sistem pertahanan Iron Dome dan Arrow. Dalam konteks ini, kemenangan militer menjadi relatif jika kejujuran dikorbankan.

Dukungan Barat terhadap Israel tetap kuat, namun tidak tanpa kritik. Axios mengungkap bahwa serangan Israel dilakukan dengan restu penuh dari AS. Seorang pejabat Israel mengakui, “Kami mendapat lampu hijau dari AS.” Presiden Donald Trump sendiri, dalam wawancara dengan ABC News, menyatakan, “Mungkin kami bisa terlibat,” sambil tetap bersikeras bahwa AS belum secara langsung turun tangan. Namun ia juga mengakui bahwa Israel menggunakan “peralatan hebat dari Amerika”, mempertegas dugaan keterlibatan langsung Washington.

Iran menilai tindakan ini sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyebut serangan udara Israel sebagai tindakan ilegal dan menolak kelanjutan negosiasi nuklir dalam situasi seperti ini. Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menambahkan bahwa Israel tidak mungkin bergerak tanpa persetujuan Washington. Bahkan, menurut Fars News Agency, diplomat AS Steve Witkoff menyampaikan kepada Araghchi bahwa “Israel tidak bisa berbuat apa-apa tanpa izin dari AS.”

Kontras terlihat jelas: Rusia mengutuk serangan Israel sebagai “provokatif” dan “mengganggu stabilitas”, serta menawarkan mediasi. Putin menyampaikan hal ini langsung kepada Trump dalam pembicaraan yang digambarkan Kremlin sebagai “bermakna dan berguna”. Oman pun membatalkan pembicaraan nuklir karena eskalasi militer.

Sementara Iran membalas dengan meluncurkan gelombang rudal balistik ke berbagai wilayah pendudukan, termasuk Haifa dan Yerusalem. Media Israel mengonfirmasi beberapa gedung terkena dampak langsung, termasuk bangunan sensitif. Channel 12 mencatat tujuh luka serius di Haifa. Serangan ini menunjukkan ketepatan rudal Iran dan kesiapan militer mereka, seperti disebut Al Mayadeen.

Pernyataan militer Iran bahkan secara eksplisit memperingatkan pemukim Israel untuk segera meninggalkan wilayah pendudukan. Mereka menekankan bahwa Netanyahu telah menggunakan warga sipil sebagai tameng demi kepentingan politik pribadi. “Bahkan berlindung di bawah tanah tidak akan membuat Anda aman,” tegas pernyataan tersebut. Iran mengklaim memiliki daftar target strategis yang akan diserang pada tahap berikutnya.

Sementara itu, Israel secara resmi meminta bantuan internasional untuk menangkal gelombang rudal dan drone Iran. Hanya Inggris yang merespons permintaan tersebut. Saluran Kan TV menyatakan bahwa sistem pertahanan Israel kini dalam kondisi kritis.

Di sisi diplomatik, Israel semakin terisolasi. The Guardian melaporkan bahwa opini publik global mulai meragukan narasi Tel Aviv, terutama karena kebrutalan di Gaza. Di Eropa, negara-negara mulai menahan bantuan ke Palestina namun juga mengkritisi Israel. Drishti IAS mencatat bahwa ketegangan ini turut menyebabkan lonjakan harga minyak, memengaruhi Eropa dan India.

Dampaknya terasa hingga Indonesia. Kenaikan harga BBM menambah beban masyarakat. Para nelayan kesulitan melaut karena harga solar melonjak. Dalam situasi ini, kepalsuan narasi Israel tak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga memperburuk penderitaan rakyat di berbagai belahan dunia.

Refleksi dari konflik ini menggugah nurani. Iran, dengan segala luka dan keterbatasannya, memilih jalan terang: menyampaikan kebenaran, mengakui syuhada, dan menanggung akibatnya dengan kepala tegak. Dukungan yang mereka terima bukan hasil propaganda, tapi karena keberanian mengakui kenyataan. Sebaliknya, Israel menutupi kegagalannya, bahkan ketika video-video ledakan menyebar luas.

Barat berdiri di sisi Israel, namun dunia nyata—energi, ekonomi, opini publik—menjadi batas keterlibatan mereka. Di Indonesia, nilai kejujuran masih dijunjung. Kita tahu bahwa dalam politik, kejujuran sering menjadi korban. Tapi bukankah justru kejujuran yang mampu membangun fondasi kepercayaan?

Konflik ini tak sekadar tentang rudal dan diplomasi. Ia mempertanyakan nilai dasar: apakah kita menjunjung kebenaran atau membiarkan kepalsuan berkuasa? Di tengah asap dan kobaran api, cahaya kebenaran masih mungkin bersinar.

Kebenaran tak pernah punah. Iran membuktikannya—dengan keberanian menyebut nama-nama jenderal mereka, dengan kejujuran dalam menghadapi musuh yang jauh lebih kuat. Israel, sebaliknya, kehilangan bukan hanya dalam medan perang, tapi juga dalam hati dunia. Barat boleh saja terus memberi perlindungan, tapi perubahan opini publik dan krisis ekonomi tak bisa ditutupi selamanya.

Ini bukan sekadar konflik geopolitik, melainkan ujian moral global. Dan kini, dunia menanti jawaban: akankah kita berdiri di sisi yang jujur, atau tetap memuja narasi yang menyesatkan? Saatnya berpihak pada kebenaran, karena seperti cahaya, ia akan selalu menemukan jalannya menembus gelap.

 

Sumber:

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *