Connect with us

Opini

Jurnalis Dibunuh di Gaza, Dunia Diam: Kejahatan Tanpa Suara

Published

on

Oleh: Lutfi Awaludin Basori

Di Gaza, jurnalis sudah lama tidak dianggap sebagai manusia. Mereka adalah sasaran tembak yang sah, yang nyawanya tak lebih bernilai daripada sehelai kertas. Sejak 7 Oktober tahun lalu, lebih dari 145 jurnalis dibunuh di Gaza, sebagian besar oleh tentara Israel. Bukan kecelakaan, bukan salah sasaran. Ini adalah pembantaian yang terencana, dan dunia—termasuk kita—masih duduk diam, seolah tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Israel dengan santainya menolak semua tuduhan ini, berkata bahwa serangan mereka terhadap wartawan adalah “kolateral” dalam perang melawan Hamas. Tentu saja, itu alasan yang cukup untuk mengorbankan lebih dari seratus jiwa yang hanya berusaha menulis apa yang terjadi. Siapa yang butuh penyelidikan independen jika semuanya sudah jelas? Begitu kata mereka. Ada pertanyaan besar yang menggelitik: jika Anda tidak bersalah, kenapa takut untuk diselidiki? Jika Anda yakin tidak membunuh dengan sengaja, kenapa tidak membuka pintu bagi transparansi? Jawabannya jelas: Israel tahu bahwa ini bukan sekadar kesalahan tak terduga. Ini adalah strategi yang terencana, dan mereka tak mau dunia tahu seberapa jauh mereka akan melangkah untuk menutupi kejahatan mereka.

Inilah kenyataan yang harus diterima: Gaza bukan hanya sebuah tempat konflik, tetapi juga kuburan bagi wartawan. Ketika kita duduk di rumah kita, nyaman menonton berita, jurnalis di Gaza berjuang untuk hidup mereka sambil berusaha memberitakan kenyataan yang ingin disembunyikan dunia. Mereka mengenakan rompi “PRESS” dan berharap bisa kembali ke rumah, hanya untuk menemukan bahwa harapan mereka adalah perjudian yang tidak adil. Bahkan ketika mereka tidur, Israel menargetkan mereka. Apakah ini juga kebetulan?

Bayangkan Anda adalah jurnalis di Gaza, sedang menyusun laporan tentang kematian anak-anak yang dibunuh oleh serangan udara. Anda menulis, Anda melaporkan, Anda mengungkapkan. Dan kemudian, dalam sekejap, Anda menjadi bagian dari cerita yang Anda tulis. Bagaimana rasanya? Mungkin itu adalah kenyataan yang tak bisa dibayangkan bagi sebagian orang di luar Gaza. Namun inilah yang terjadi setiap hari di sana, di mana para pembawa pesan berita dibantai seolah mereka tidak lebih dari pion dalam permainan catur yang tak ada artinya.

Sementara itu, dunia sibuk berganti channel, membicarakan hal-hal remeh, menghindari kenyataan pahit yang terhampar di Gaza. Organisasi internasional mengutuk, tapi seolah tak ada tindakan nyata. PBB mengutuk, tetapi tak ada resolusi yang bisa menghentikan pembantaian ini. Dunia hanya diam, seolah tak ada yang perlu dipertanyakan. Apakah kita benar-benar begitu naif? Atau apakah kita hanya terlalu sibuk dengan hidup kita sendiri untuk peduli dengan nyawa orang lain?

Tanya diri Anda: apa yang akan Anda lakukan jika rekan Anda, yang seharusnya menjadi suara bagi mereka yang tak terdengar, dibunuh di depan mata Anda? Apakah Anda akan terus berjuang untuk mengungkapkan kebenaran, atau Anda akan berhenti dan menjadi bagian dari kebohongan besar ini? Gaza bukan hanya tempat untuk menulis berita, tetapi juga tempat untuk mati.

Dan sementara itu, Israel menutup mata, dunia menutup telinga. Ketika Anda membunuh jurnalis, Anda bukan hanya membunuh satu orang—Anda membunuh kebenaran itu sendiri. Jika Anda benar-benar percaya pada kebebasan berbicara, saatnya untuk bertanya: seberapa jauh kita siap untuk membiarkan dunia ini berjalan tanpa ada yang berani mengungkapkan kenyataan?

Gaza adalah pengingat yang tak diinginkan bahwa kejahatan terbesar adalah ketika kita tetap diam saat kebenaran sedang dibungkam. Jika kita terus membiarkan ini terjadi, kita tidak lebih dari penonton dalam sebuah tragedi yang kita biarkan berlanjut. Jangan biarkan pembantaian ini hanya menjadi cerita lama yang kita lupakan begitu saja.

Karena, jika kita tidak melakukan apa pun, kita semua adalah bagian dari kejahatan yang sama.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *