Opini
Jerman ‘Ancam’ Amerika Serikat?

Eropa seharusnya tidak ragu untuk memberikan tekanan kepada AS jika negara tersebut gagal sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi liberal, kata Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock. Dengan kata lain, Berlin kini tampaknya ingin mengajari Washington bagaimana menjadi negara demokrasi yang baik dan benar. Seolah-olah, selama ini AS tidak cukup liberal, tidak cukup demokratis, dan tentu saja tidak cukup patuh pada nilai-nilai luhur Eropa.
Dalam kampanye di Potsdam, Baerbock menyatakan bahwa Eropa harus meningkatkan tekanan pada Amerika. Ya, tekanan. Bukan saran, bukan rekomendasi, tapi tekanan. Seakan-akan Gedung Putih hanyalah anak nakal yang bandel dan perlu ditegur agar kembali ke jalan yang benar. Dan jika AS tidak segera bertobat, maka mereka akan kehilangan sesuatu. Entah apa itu, mungkin kehormatan sebagai murid yang gagal mengikuti ajaran gurunya dari Eropa.
Namun, sebelum kita terlalu kagum dengan keberanian Jerman, mari kita ingat bahwa tekanan dari Eropa terhadap AS itu seperti anjing kecil yang menggonggong keras di depan mastodon. Maksudnya, ini adalah pertunjukan besar tanpa substansi. Jerman, dengan segala pengaruhnya di Uni Eropa, tetap bergantung pada perlindungan militer AS. Tapi sekarang mereka ingin memberi tahu Washington bagaimana cara bersikap? Sungguh ironis, bukan?
Latar belakang dari drama ini adalah pertemuan tingkat tinggi antara AS dan Rusia di Saudi yang mengesampingkan Uni Eropa. Sebuah tamparan diplomatik bagi Brussels yang jelas merasa terpinggirkan. Eropa, yang selama ini merasa menjadi pemain utama dalam urusan Ukraina, mendadak sadar bahwa mereka hanyalah penonton dalam permainan besar yang dimainkan oleh Washington dan Moskow. Dan apa reaksi mereka? Mengancam AS. Karena, tentu saja, itu selalu berhasil.
Tidak berhenti di situ, Baerbock juga menegaskan bahwa tidak boleh ada yang memutuskan soal perang dan damai tanpa melibatkan Eropa dan Ukraina. Pernyataan yang heroik, tetapi juga menunjukkan delusi tingkat tinggi. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa AS dan Rusia memiliki kendali penuh atas konflik ini, sementara Eropa hanya bisa menonton sambil berteriak dari bangku cadangan. Tapi mari kita beri mereka poin untuk keberanian.
Sementara itu, di Washington, Presiden Donald Trump tampaknya tidak terkesan dengan drama yang dimainkan Jerman. Dalam wawancara dengan Fox News, dia dengan santainya menyebut Zelensky sebagai diktator tanpa pemilu. Sebuah pernyataan yang langsung membuat beberapa pemimpin Eropa tersedak kopi mereka. Bagaimana bisa Trump mengatakan sesuatu yang… secara teknis tidak sepenuhnya salah? Dan lebih buruk lagi, bagaimana jika para pemilih mulai berpikir bahwa Trump ada benarnya?
Reaksi Eropa terhadap Trump juga tak kalah menarik. Macron dan Starmer, yang disebut Trump tidak melakukan apa pun untuk menghentikan perang di Ukraina, tentu merasa tersinggung. Namun, mari kita jujur: apa yang sebenarnya telah mereka lakukan selain mengutuk Rusia, mengirim senjata dengan setengah hati, dan menggelar pertemuan diplomatik yang tidak berujung? Kritik Trump mungkin kasar, tetapi ada butiran kebenaran di dalamnya.
Ketegangan antara AS dan Eropa semakin meningkat setelah pidato Wakil Presiden AS, J.D. Vance, di Munich Security Conference. Dalam pernyataannya, Vance mengatakan bahwa ancaman terbesar bagi Eropa bukanlah Rusia, tetapi kemunduran demokrasi mereka sendiri. Pernyataan yang luar biasa berani, mengingat Eropa selalu membanggakan diri sebagai benteng demokrasi dan kebebasan berbicara. Namun, Vance hanya menyampaikan apa yang sebenarnya sudah lama terjadi: kebebasan berbicara di Eropa semakin terancam, dan banyak pemimpin takut dengan rakyatnya sendiri.
Sekarang pertanyaannya adalah, apakah ancaman tersirat Jerman kepada AS ini akan membuahkan hasil? Akankah Trump, yang dikenal tak gentar terhadap kritik, tiba-tiba gemetar dan tunduk pada tekanan Eropa? Ataukah ini hanya episode lain dalam serial panjang ketidakberdayaan Eropa dalam kebijakan global? Jika sejarah memberi petunjuk, kemungkinan besar yang terjadi adalah yang kedua.
Pada akhirnya, Jerman boleh saja menggonggong, Eropa boleh saja meratap, tetapi Washington akan tetap berjalan sesuai kehendaknya. Dan jika mereka benar-benar marah, AS hanya perlu mengingatkan siapa yang membiayai sebagian besar pertahanan Eropa. Karena dalam permainan geopolitik, bukan suara paling lantang yang menang, tetapi mereka yang memegang kekuatan sejati. Dan sayangnya bagi Jerman, kekuatan itu masih ada di tangan Amerika Serikat.