Connect with us

Opini

Jenin: Bara Perlawanan yang Terus Menyala

Published

on

Setiap kekejaman pasti melahirkan perlawanan. Mungkin itu yang tidak pernah dipahami oleh para serdadu zionis yang berulang kali menyerbu Jenin dengan senjata otomatis dan kendaraan lapis baja, seolah kamp pengungsi ini adalah markas besar sebuah negara adidaya, bukan sekadar kumpulan rumah sederhana yang ditempati keluarga-keluarga yang diusir dari tanah mereka sendiri.

Rabu malam, dentuman ledakan menggema di Yabad, selatan Jenin. Brigade Jenin, bagian dari Al-Quds Brigades, telah lebih dulu menanam ranjau di jalur yang mereka tahu akan dilewati tentara zionis. Ledakan itu memuntahkan serpihan baja dan tanah ke udara, dan untuk sesaat, barisan tentara yang menduduki jalanan itu limbung, mungkin bertanya-tanya bagaimana mungkin mereka masih menghadapi perlawanan di tempat yang sudah mereka klaim sebagai milik mereka.

Zionis selalu percaya bahwa dengan menekan lebih keras, perlawanan akan berhenti. Namun, sejarah telah berkali-kali membuktikan bahwa tekanan justru melahirkan api yang lebih besar. Brigade Jenin adalah nyala itu. Bara yang tak pernah padam, meskipun ditindih dengan serangan, penggerebekan, dan pembunuhan massal. Setiap bocah yang melihat saudaranya ditembak akan tumbuh menjadi pejuang. Setiap rumah yang diratakan akan menjadi ladang tempat perlawanan baru bertunas.

Seorang anak berusia 14 tahun terbaring di ranjang rumah sakit setelah ditembak di al-Rihiya, selatan al-Khalil. Luka di tubuhnya bukan sekadar luka fisik, tapi juga luka sejarah, luka yang diwarisi turun-temurun oleh rakyat Palestina. Tak ada yang tahu apakah anak ini kelak akan bertahan, tapi yang pasti, jika ia hidup, ia akan mengingat wajah serdadu yang menembaknya. Zionis telah kehilangan akal sehatnya, mengira bahwa dengan membunuh anak-anak, mereka bisa mencegah tumbuhnya pejuang. Sungguh tak paham sejarah.

Di Qusra, tengkorak seorang gadis dipecahkan oleh peluru tentara zionis. Ia tidak membawa senjata, tidak menanam ranjau, tidak mengangkat batu. Namun, tetap saja kepalanya menjadi sasaran. Apa yang lebih menakutkan bagi zionis selain seorang perempuan Palestina yang tumbuh dengan kebanggaan atas tanahnya sendiri? Sejarah mereka dipenuhi dengan pembantaian terhadap perempuan dan anak-anak, seperti Deir Yassin dan Sabra-Shatila, tapi anehnya, mereka masih berharap Palestina akan menyerah.

Di Silwad, Issawiya, dan Tulkarm, serdadu-serdadu itu bergerak seperti pasukan yang sedang melawan musuh besar. Mereka menembak, merusak, dan mengusir orang-orang dari rumahnya sendiri. Seakan Palestina adalah papan catur yang bisa mereka geser sesuka hati. Tapi mereka lupa, setiap langkah mereka hanya semakin mendekatkan mereka pada jurang kehancuran sendiri. Setiap pengusiran hanya melahirkan dendam. Setiap tembakan hanya menanam bibit perlawanan baru.

Tak cukup hanya dengan membunuh, zionis juga ingin menghapus jejak hidup rakyat Palestina dengan menghancurkan rumah-rumah mereka. Tujuh belas rumah di al-Manshiya akan dirobohkan dengan dalih pembangunan jalan. Dalih yang sama telah mereka pakai selama puluhan tahun untuk merampas tanah, mencaplok kebun zaitun, dan meratakan rumah-rumah yang dibangun dengan keringat dan air mata. Mereka pikir, dengan menghancurkan tembok, mereka bisa menghancurkan jiwa penghuninya.

Di Beit Ummar, tentara-tentara itu berpatroli di jalanan, mengintimidasi siapa pun yang mereka temui. Di Nur Shams, mereka mengusir warga saat waktu berbuka puasa, menghalangi mereka dari sekadar sepotong roti dan seteguk air. Ini bukan sekadar kejahatan perang, ini adalah perang terhadap kemanusiaan itu sendiri. Tapi yang mereka lupakan, kelaparan hanya akan menambah tekad. Tidak ada yang lebih berbahaya bagi penjajah selain rakyat yang lapar dan marah.

Di Homesh, seorang pemuda Palestina bernama Mufid al-Kilani ditembak mati. Tak ada pengadilan, tak ada dakwaan, tak ada kesempatan untuk membela diri. Hanya moncong senapan dan peluru yang menghentikan langkahnya. Dan mungkin, di seberang sana, seorang serdadu Israel menepuk pundaknya sendiri, merasa telah menuntaskan tugasnya dengan baik. Tapi yang mereka tidak pahami adalah, bagi setiap Mufid yang gugur, ada sepuluh Mufid lain yang akan bangkit.

Mereka menyebar pos pemeriksaan, menahan ratusan kendaraan, menghambat orang-orang yang ingin pulang berbuka puasa bersama keluarga. Ini bukan soal keamanan, ini adalah soal dominasi. Zionis ingin setiap detik kehidupan rakyat Palestina diatur oleh mereka, ingin setiap langkah mereka dibayangi oleh ketakutan. Tapi jika mereka benar-benar memahami perlawanan Palestina, mereka akan tahu bahwa yang mereka ciptakan bukan ketakutan, melainkan kemarahan yang tak terbendung.

Brigade Jenin adalah perwujudan dari kemarahan itu. Mereka bukan pasukan bersenjata lengkap dengan persenjataan canggih, bukan tentara yang dilatih oleh militer-militer dunia, bukan pihak yang memiliki pendanaan miliaran dolar dari Amerika. Mereka hanyalah pemuda-pemuda yang cukup berani untuk tidak tunduk, cukup gila untuk tidak menyerah, cukup keras kepala untuk terus bertahan. Bagi zionis, ini adalah ancaman. Bagi Palestina, ini adalah harapan.

Zionis ingin dunia percaya bahwa Jenin adalah sarang teroris. Tapi dunia sudah terlalu sering dibohongi. Jika Jenin adalah sarang teroris, maka apa sebutan yang layak bagi serdadu yang membunuhi anak-anak? Jika rakyat Palestina yang mempertahankan tanahnya disebut sebagai militan, maka bagaimana dengan mereka yang mencaplok dan membakar rumah-rumah? Dunia bisa pura-pura buta, tapi rakyat Palestina tahu siapa yang sebenarnya berjuang dan siapa yang sebenarnya merampas.

Zionis boleh saja mengerahkan tank, drone, dan peluru-peluru mematikan. Mereka boleh saja membangun tembok-tembok pemisah setinggi langit. Mereka boleh saja merusak jalanan, memblokade kota-kota, dan merampas rumah-rumah. Tapi yang mereka lupakan adalah bahwa perlawanan bukanlah sesuatu yang bisa dihancurkan dengan bom dan senapan. Perlawanan adalah bara yang tak padam. Dan Jenin, meski dihujani peluru dan dikepung dari segala sisi, tetap menyala, tetap melawan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *